Mertua Andini masih berusaha menelepon berkali-kali namun tidak ada jawaban. Sampai malam tiba.Â
"Sudahlah, Bu. Besok aku ada arah sana, nanti aku akan membawa Almayra pulang."Â
Elena pergi ke rumah kerabat yang dekat dengan tempat tinggal Andini. Saat hendak pulang ke rumah, Elena membawa Almayra kembali. Alfatih masih tinggal bersama Ibunya. Mereka akan pulang lusa.Â
Entah kenapa perasaan Elena begitu tidak yakin dengan penyesalan Andini. Ia masih merasa tertipu dengan semua kata-kata manisnya.
Waktu pagi saat Elena sedang membersihkan halaman depan. Terdengar Ibunya menelepon pada besannya, yaitu Ibu Andini. "Kak... Kemana Andini dan Alfatih? Kenapa belum pulang, anaknya sudah libur seminggu, katanya tiga hari lalu pulang, sampai hari ini enggak pulang?"
"Sudahlah aku enggak tahu kemana dia pergi. Apa enggak bisa anaknya dibagi dua saja? Biar Alfatih di sini dan Almayra di sana."
"HAH!?" pekik Elena dari luar yang mendengar percakapan Ibunya karena menggunakan pembesar suara. Terasa jantungnya berdegup lebih kencang. Napasnya mulai tersengal. Matanya menyorot tajam pada Ibunya. Kalau saja wanita yang bicara dengan Ibunya saat ini dihadapannya mungkin Elena akan gelap mata menghajar wanita tua yang sudah sangat keterlaluan itu.
"Astagfirullahalazim, Kak. Bagaimana pikiran Kakak memisahkan Kakak dan Adik. Sementara mereka dari kecil bersama. Sudah berpisah dari Ayah, Ibu malah mereka akan berpisah-pisah. Sudahlah Kak biar dijemput Elena sekarang."Â
Ibunya memutuskan panggilan sepihak. Tanpa diberi aba-aba Elena dengan cepat berkemas untuk pergi menjemput Alfatih. Dia meninggalkan halaman yang belum selesai dibersihkan. Bersyukur masih pagi. Perjalanan akan ditembus selama delapan jam pulang pergi.
"Sayang Mami, baik-baik di rumah sama Nenek dan Kakak May yah. Mami dan Tante Kinan mau jemput Alfatih. Kasihan dia sendirian. Ibunya pergi lagi," ucap Elena sambil menghujani kecupan pada putra sulungnya yang masih berusia tiga tahun. Elena segera menurunkan April dari pangkuannya.Â
"Aku pergi, Bu. Assalamualaikum."