Suara hewan peliharaan meramaikan pagi yang cerah di pedesaan kecil daerah kota Tebing Tinggi. Tidak seperti biasanya, pagi ini semua anak-anak lebih antusias untuk bangun. Berlarian ke setiap sudut ruangan. Masih melihat orang yang sama belum ada anggota rumah yang tambah.Â
"Mana Ibu, Nek? tanya Alfatih adik dari Almayra.
Sementara Almayra hanya menatap pada Elena. Gadis kecil itu tidak lagi bertanya. Namun dia sudah pandai mengambil sebuah kesimpulan. "Dasar wanita pembohong."Â
Gadis kecil itu sungguh sangat terpukul dan kecewa. Sepertinya sinar mentari pagi ini tak lagi indah baginya. Bahkan mungkin dia tidak lagi merasa Matahari akan terbit di setiap pagi yang cerah.
"Tante... Aku sudah tidak lagi mengharap kehadirannya. Aku punya Nenek yang nanti akan hadir di acara perpisahan sekolah," ucapnya lalu berlari pergi menghilang dari pandangan semua yang berada dalam ruangan.Â
"Assalamualaikum? Kak May... Alfatih... Ibu pulang, Nak," ucap Andini yang sudah muncul di depan rumah.
"Waalaikumsalam," ucap seluruh anggota keluarga bersamaan.
Tangis pilu bercampur haru membasahi baju masing-masing. Tetangga dekat berdatangan untuk sekedar menjabat tangan dan bertanya kabar.Â
"Kamu- ," ucap Elena seketika terhenti begitu saja. Elena lebih memilih menghindar untuk menahan segala amarah yang terpendam.
Saat menjelang tidur Elena mendapati Andini dan Ibu sedang bercerita di ruang keluarga. Suara keduanya masih bisa terdengar jelas. Namun Elena memang tidak berniat ikut bergabung bersama mereka.
"Kamu bisa janji, Ndin enggak akan tinggalkan anakmu lagi. Kasihan mereka tidak bersama Ayah dan Ibunya saat masih sangat kecil. Tugas kamu itu cukup di rumah. Dari awal kamu loh yang buat ulah. Berubahlah. Seluruh hutangmu bersama PT. Kembang Berkembang telah Ibu lunasi. Ayah Almayra juga sudah bekerja di Luar Negri. Ibu sejak dulu sudah ingatkan uang kalian simpanlah. Kalian akan selalu Ibu bantu."