Mohon tunggu...
Tyna Pane (Michelle)
Tyna Pane (Michelle) Mohon Tunggu... Novelis - Traveler, Writer, Fighter, Cooker

Ibu dari dua anak lelaki, asal Medan Sumatera Utara. Dalam dunia literasi saya menulis novel digital. Menulis cerita anak dan ensiklopedia anak. Bergabung dalam menulis buku antologi. Sebagai care giver untuk perempuan-perempuan patah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Matahari Terbenam dengan May

8 Februari 2022   15:00 Diperbarui: 8 Februari 2022   15:32 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Rumah yang dulu selalu terlihat ramai, kini benar-benar terasa sunyi. Sesekali terdengar suara isak tangis, kedua mata Almayra sudah sembab. Lengkap sudah penderitaan gadis kecil itu, sejak usia empat tahun setengah ia telah ditinggal sosok Ibu. Sekarang, Ayah satu-satunya orang tua yang ia miliki, belum juga kembali dari Negri seberang untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

Almayra masih menangis, meninggalkan jejak pilu yang tak berujung. Baru ia seka, kemudian kembali basah. Pipinya tidak pernah kering, bulir bening senantiasa mendesak keluar dari matanya yang sudah bengkak.

"Almayra!" Elena mendekat, ia memeluk anak yang ia rawat sejak kecil itu. Sebuah pelukan hangat untuk membuat Almayra lebih kuat dan sabar. Kehilangan sosok Ayah dan Ibu mungkin membuat gadis itu terguncang. Dengan penuh kasih, Elena menepuk punggung Almayra dengan lembut.

"Almayra?"


Elena melepas pelukannya karena ia bisa ikut merasakan kesedihan yang dialami gadis itu. 

***


Keesokan harinya, Almayra mengingat masa lalu ketika tante Elena juga pergi meninggalkannya. Elena juga harus bekerja ke Negeri seberang karena untuk menghidupi kedua anaknya, tapi itu dulu. Sekaran tante Elena telah dinikahi oleh lelaki asal Malaysia. 

Di depan pagar rumah Neneknya, Almayra nampak termenung, dia duduk dibawah pohon rambutan dan roknya tersapu angin. Puluhan daun kering dan bunga-bunga memenuhi halaman rumah itu. Suasana seperti itu menambah kesunyian hatinya. 

Almayra masih terduduk dengan wajah yang sendu, bersandar pada sandaran kursi di bawah pohon rambutan. Sejak semalam ia hanya diam dan menangis kemudian pergi ke belakang rumah Neneknya, itu adalah kebiasaan Almayra dari kecil. Entah sudah berapa kali ia melakukan hal itu dari kemarin.

"Almayra, makan ya? Nenek suap?" Neneknya membawa nampan berisi makanan. Hatinya ikut pilu menatap kondisi cucunya yang bernama Almayra seperti sekarang ini. Nenek tahu, hati cucu kesayangannya itu pasti sedang hancur. Cucu perempuan satu-satunya sedang mengalami kepedihan hati yang mendalam.

Almayra menatap Matahari yang tampak malu-malu ingin terbenam. Sesaat pikirannya menerawang saat masa kecilnya. Penyiksaan verbal yang dilakukan Ibunya berserta keluarga Ibunya membuat dirinya menjadi keras hati. Menyisakan trauma yang teramat dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun