Ketika Lintang bisa memandang wajah Arum dengan lebih jelas, dan rasa risaunya berganti menjadi tenang. Terasa olehnya bagaikan mimpi bahwa ia bersama istrinya kini harus kembali bertempur untuk melawan kejahatan, seperti dulu saat masih belum memiliki anak.
Arum berpaling memandang wajah suaminya dengan pandangan menghunjam, wajah dan seluruh tubuhnya menyatakan cinta. Kebisuan yang lama kemudian baru terpecahkan, ketika "Kanda Lintang," katanya, "Ingin kutegaskan padamu, ke medan perang mana saja kamu pergi, aku pasti dengan senang hati akan menyertaimu!"
"Aku sangat bersyukur memilikimu!" jawab Lintang, "Dinda adalah anugerah terbesar dalam hidupku!"
***
Di saat yang sama, Klebat telah tiba di Puri Intijiwo. Tangan kirinya menggendong Zulaikah sementara tangan kanannya menggandeng Alya. "Percayalah, aku tidak akan pernah menyakiti kalian. Aku bukan orang jahat. Aku hanya ingin kalian berada di sini! Itu saja!"
Alangkah kagum hati Alya ketika ia melihat sebuah bangunan yang cukup besar dan megah. Klebat membawa mereka memasuki bangunan itu. Alya ternganga menyaksikan betapa ruangan itu ditata dengan gaya seni arsitektur yang luar biasa indah.
Klebat kemudian membawa mereka masuk ke kamar. "Tinggalah kalian di sini!"
Ada ranjang tidur kayu jati yang penuh ukiran dan ditutupi kelambu dari sutera.
"Tapi aku mau pulang!" kata Zulaikah memelas, mulai bisa belajar untuk bersikap baik-baik.
"Adik manis, kamu tidak perlu takut! Aku bukan orang jahat" Klebat kemudian memanggil pelayan dan memerintahkan untuk membawakan makanan dan minuman ke kamar. "Kalau kalian menginginkan sesuatu, minta saja sama pelayan! Aku tinggal dulu ya! Tapi kalian jangan coba melarikan diri. Tempat ini dijaga sangat ketat!"
"Di mana kita ini, Mbak?"