Kedua orang pengeroyok itu menatap tajam, mengakui dalam hati bahwa Cak Lahar merupakan lawan yang tidak boleh dipandang ringan.
Pada detik berikutnya, kaki Cak Lahar menyambar bahu seorang lawan, disusul tendangan yang tak terduga ke lawan lainnya, dengan gerakan kilat.
Serangan bertubi-tubi itu berhasil mereka elak dan tangkis, akan tetapi yang terakhir, tahu-tahu serangan telak meluncur deras. Kaki kiri tepat bersarang di ulu hati seorang lawan sementara kaki kanan dengan deras meluncur ke wajah lawan lainnya. Kedua lelaki kekar dan beringas itu bukannya kurang waspada, mereka sudah susah payah menangkis, hanya saja tangkisan mereka kalah cepat. Bahkan debu-debu yang ditimbulkan oleh benturan tadi masih melayang-layang di udara. Tanpa sempat berteriak lagi, kedua orang asing itu roboh dengan darah mengucur dari mulut dan hidung. Menunjukan bahwa mereka mengalami luka yang cukup serius.
Berita penculikan itu dengan cepat menyebar ke seluruh isi penghuni desa. Menggemparkan.
***
Arum Naga segera memerintahkan para muridnya berkumpul. Mereka berbaris di depannya, memandang penuh perhatian kepada wajahnya yang menyiratkan kemarahan terpendam. Orang tua mana yang tidak murka ketika mengetahui anak gadisnya diculik.
Arum Naga, Pendekar Naga Jelita, dengan gagah menenteng pedang pusaka Nusantara warisan ayahnya. Ia memandang ke teras rumah, di mana para pembantu dan kedua anaknya berdiri. Tadi kedua anaknya itu memaksa untuk ikut. Mustahil ia mengijinkannya.
Ia berdiri di samping Ki Demang Japa dan Cak Lahar. Mereka belum dapat melakukan sesuatu. Karena itu mereka berdiri saja di sana dengan gelisah, menanti Lintang keluar memberikan arahan.
Saat matahari memancarkan cahaya tepat di atas kepala. Lintang keluar dan berjalan tenang menghampiri barisan. Beberapa saat ia hanya menatap mereka. Kelihatannya ia hendak mengatakan sesuatu, kata-kata yang membakar semangat sekaligus perpisahan. "Kita tidak lagi pada keadaan di mana kita boleh menunda sampai besok. Oleh karena itu, saat ini juga, saya, Guru Arum dan Ki Demang Japa, akan berangkat untuk mengambil kembali anak-anak kami! Kalian semua jaga baik-baik padepokan!"
"Mohon maaf, Guru Lintang!" potong Ki Renggo melangkah maju, "Ijinkan saya ikut bersama anda! Ini semua pasti gara-gara saya berada di sini!"
"Bukan gara-gara anda, Ki Renggo. Mereka sudah lebih dulu mencuri kitab pusaka kami. Artinya semua ini memang sudah mereka rencanakan!"