Oleh: Tri Handoyo
Klebat berniat menculik Alya. Dia tidak tahu bahwa dirinya bukanlah satu-satunya pendekar sakti yang memiliki niat seperti itu. Sejak Alya masih kecil, seorang pendekar perempuan yang berjuluk Iblis Betina pernah berniat menculiknya, tapi gagal.
Klebat memandang ke langit, melihat ke awan tipis yang berarak pelan mengurung matahari. Tangannya meraih sebongkah batu, mencengkeram dengan kerasnya. Batu itu hancur lebur menjadi butiran pasir dan jatuh melewati sela-sela jarinya.
Siang itu semakin jelas baginya, bahwa tak seorang pun di dunia ini yang begitu sangat dicintainya selain Alya. Sebagaimana yang diharapkan, penantiannya tidak percuma. Alya muncul di tikungan, mengenakan sandal kayu, baju merah muda, dan rambutnya yang hitam terikat dengan pita merah muda pula. Ia tampak begitu cantik. Tangannya yang kuning langsat menggandeng tangan mungil Zulaikah.
Klebat berdiri dan berjalan pelan mendekati kedua gadis itu sambil menampakkan senyum yang paling ramah. "Hai!" panggilnya.
Alya pun tersenyum, memperlihatkan lesung pipitnya yang mempesona.
Klebat lega mendapatkan isyarat bagus itu. Kalau ia memang mau menculik gadis itu, inilah saatnya. Hatinya mengatakan demikian, tapi hati itu rupanya terbelenggu oleh lesung pipit yang manis. Tubuhnya seolah-olah tak mau digerakan. Bimbang dan bingung.
"Ada apa?" tanya Alya.
Kini Klebat memberanikan diri menatap gadis itu, yang juga sedang menatapnya. Alangkah cantiknya gadis itu. Mata yang menatap sendu itu membuat Klebat terkejut, karena dari mata itu memancar keluar cahaya yang damai sekali, sedamai samudera yang luas.
Seolah waktu berjalan sangat lambat. Klebat tertegun, tangan hingga kaki terasa berkeringat. "Saya.., saya Klebat!"