Rumah yang dulunya pasti milik orang kaya. Karena tidak semua orang mendisain kamar dan toilet sebesar itu. Ditambah lagi, terdapat beberapa barang kuno terpajang di ruang tengah. Barang-barang khas kaum bangsawan. Selain itu terdapat beberapa lukisan tua dengan ukuran besar.
Bagian dapur tak kalah luasnya. aku menemukan beberapa toples kuno yang dibiarkan kosong. Ada termos besar yang ternyata kosong pula. Masih menyisakan kompor besar dengan dilengkapi pemanggang dan banyak lagi perkakas masak lainnya yang tampak lama tidak terpakai.
Aku menuju lobi untuk mencari mbak yang jaga, tapi tidak menemui seorang pun di situ. Aku berjalan keluar, menerobos rintik gerimis. Aku ingat tadi melihat ada sebuah warung di pertigaan di ujung gang. Aku membungkus makanan.
Selesai isya', aku langsung mempersiapkan diri untuk istirahat. Sebagaimana sudah menjadi kebiasaan, aku meletakan tasbih di samping bantal. Tasbih tulang unta, yang sudah puluhan tahun selalu menemaniku dalam berpergian ke mana pun.
Rasanya berjam-jam aku kesulitan tidur. Padahal di tengah rintik gerimis dan suasana sepi, yang seharusnya sangat tepat untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Mungkin karena aku merasa kedinginan. Selimutnya sudah ukurannya kecil, tipis pula.
***
Keesokan harinya, aku pergi ke ruang makan, di mana terdapat meja besar dan banyak kursi. Masih sepi. Aneh, dari kemarin tidak ada seorang pun yang aku temui di losmen ganjil ini.
Gadis yang satu-satunya orang yang kutemui, entah dari mana muncul. "Selamat pagi, Pak?" ucapnya mengagetkan.
"Selamat pagi. Kami tidak mendapat sarapan Mbak?"
"Maaf, tidak ada Pak! Tapi kalau mau teh atau kopi bisa bikin sendiri!"
Baiklah, setelah mandi aku segera mengemasi semua barang, mengambil KTP di meja lobi, mencari ojek, dan siap berangkat menuju lokasi seminar. Tiba di lokasi aku baru sadar ada yang ketinggalan, botol tempat minum.