Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar sang Pendekar (60), Cerita Duka

8 September 2024   07:26 Diperbarui: 8 September 2024   07:29 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nah itu yang mau aku ceritakan!" Mereka lalu duduk lesehan di teras langgar. "Nduk!" panggil Cak Japa kepada Alya, "Tolong bilang ibumu untuk buatkan minum!" Tuturnya kemudian, "Mbah Kucing memutuskan ingin mengasingkan diri. Beliau terakhir bilang sudah tidak mempunyai tanggungan lagi. Aku khawatir bahwa ini mungkin pertanda bahwa sudah saatnya beliau akan pergi meninggalkan kita semua!"

Matahari sore menyinari jalanan yang sepi. Udara masih terasa sangat hangat meskipun berangin. Sesekali terdengar suara kicau kutilang bersahutan di dahan, seolah nyanyian untuk mengiringi matahari yang hendak tergelincir di ufuk barat.

Asih Larasati, istri Cak Japa, tampak keluar dari samping rumah, berjalan perlahan di jalan setapak taman dengan membawa nampan anyaman bambu berisi minuman dan sepiring besar makanan ringan. Tampaknya pisang dan singkong rebus.

Alya sedang asyik melompat-lompat dengan sebelah kaki di belakang ibunya. Tiba-tiba kakinya tersandung sebongkah batu yang sedikit menonjol lebih tinggi dari batu lain. Tubuhnya terhuyung-huyung hendak jatuh dan menubruk tubuh ibunya. Asih terdorong dan pasti akan tersungkur karena kedua tangannya yang memegang nampan tidak bisa memberi keseimbangan. Nampan itu miring dan isinya tumpah.

Di saat yang sama, tampak sekelebat bayangan datang dengan sigap, dengan tangan kiri menyelamatkan nampan beserta isinya. Sementara itu, entah bagaimana tubuh Alya yang berpegangan ke tubuh ibunya telah berada dalam gendongan tangan kanannya. Berat badan istri dan putrinya itu sama sekali bukan masalah berarti.

Alya yang kini memeluk leher ayahnya bersorak girang, "Hebat..! Gerakan ilmu meringankan tubuh Ayah seperti Mbah Kucing saja,!"

Seketika wajah Cak Japa dan Asih tampak kaget. Mereka saling pandang, kemudian keduanya menatap kepada putri mereka dengan mata penuh tanda tanya. Tentu saja mereka terheran-heran karena bagaimana putri kecil mereka itu bisa tahu bahwa gerakan tadi adalah gerakan yang disebut ilmu meringankan tubuh, apalagi dikatakan mirip dengan Mbah Kucing. Padahal jarang sekali orang tahu bahwa Mbah Kucing itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi.

Tentu saja Tulus tidak terlalu heran menyaksikan adegan Cak Japa tadi, namun ia dibuat kagum dengan pengetahuan Alya. Gadis mungil cantik itu sudah kabur bermain sebelum ayah dan ibunya bertanya lebih jauh.

Cak Japa kemudian kembali bercerita, kini mengenai kejadian sebelum kematian Ki Setiaji.

***

Petang itu, Roro Ajeng terbangun dari tidur karena ingin buang air kecil. Ketika memasuki kamar mandi tiba-tiba ia merasa punggungnya seperti dielus oleh telapak tangan dari belakang. Ia langsung merinding, karena mustahil ada orang lain di dalam kamar mandi. Cepat-cepat ia kembali ke kamarnya. Tiba-tiba ia mencium bau wangi aneh yang menyengat, juga terdengar ada suara lembut memanggilnya dari belakang. Ia menengok dan melihat sosok hitam berbulu kasar menatapnya tajam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun