Papaku Bintangku
Â
"Apa aku bilang? Kalah lagi, kan? Aku nggak berbakat, Pa!" gertakku kesal pada seorang pria. Seseorang yang memiliki hati dan kesabaran seluas samudera. Pria itu memandang wajah kusutku dengan tersenyum. Ia lalu memelukku dan membiarkan aku menangis.
"Tidak apa-apa! Menangislah biar lega!" katanya pelan sambil menepuk-nepuk pundakku. Aku kesal sekali pada diriku. Mengapa selalu gagal dalam setiap perlombaan? Namun, pria itu selalu menemukan kata-kata terbaik untuk mengobati luka hatiku.
Pria baik hati itu adalah papaku. Seorang pria yang berpostur tinggi, berkacamata, dan suka memakai baju berwarna oren. Tampangnya seperti detektif Conan versi dewasa. Bersamanya aku selalu merasa nyaman dan damai. Bagiku, ia adalah papa terbaik di muka bumi ini.
Papa bagai bintang yang selalu menerangi jalanku mencapai cita-cita. Papa yang menemani langkahku menggapai harapan. Papa yang menggandeng tanganku kala aku malas berjalan menuju impianku. Papa juga yang selalu berkata bahwa saya pasti bisa!
Setiap pagi, papa mengantarku sampai ke gerbang sekolah. Papa melambaikan tangan dan tersenyum bangga pada putrinya yang cantik.
"Da...dah... Dedek! Selamat belajar!"
Papa baru melanjutkan perjalanan menuju tempat kerjanya saat aku sudah memasuki ruangan kelas. Papa mengendarai motor kesayangannya yang sudah setia bersamanya puluhan tahun. Motor itu sudah menemaninya sejak papa masih bujangan.
Papa bekerja sebagai juru masak di sebuah restoran yang cukup terkenal. Semua makanan menjadi lebih enak jika dimasak oleh papa. Coba tebak celemek papa berwarna apa? Betul sekali! Oren!
Mengapa papa suka warna oren? Katanya warna oren melambangkan kebahagiaan. Inilah rahasia mengapa masakan papa begitu enak. Papa memasak dengan hati yang bersuka cita. Papa ingin membuat semua orang gembira dengan mencicipi hidangannya.