Lelaki itu menghela nafas sesaat, “iya, kita disini sedang butuh modal. Selama covid kemarin usaha kita hampir selalu rugi. Risa juga mau kan rumah kita cepat direnovasi.”
Dengan teratur, Risa mengoles selai pada roti lalu menaruhnya pada piring sang suami. “Apa keluarga besar abang gak akan menolak rencana ini. Masalahnya itu rumah satu-satunya warisan orang tua abang, kalau dijual apa mereka nanti tidak menganggap abang durhaka terhadap tanah kelahiran. Setahu Risa orang minang kan ikatannya kuat sama tanah leluhur.”
“Niat kita kesana kan sekalian silaturahmi, kenalin Risa sama keluarga abang. Soal rumah abang pasti bicarain sama keluarga yang lain. Pokoknya niat pulang kesana itu silaturahmi.”
“Oke, Risa ikut abang aja. Risa juga ingin ketemu sama sepupu abang itu,” ucap Risa sedikit menggoda.
“Yang mana?” Hafis mengernyit pura-pura tidak tahu.
“Iss yang kata abang sampai buat abang pergi ngerantau itu lho.”
Hafis mengulum senyum bibirnya. Ini kenapa Risa jadi antusias. Padahal Hafis sering khawatir jika-jika itu akan membuatnya tidak nyaman. Karena gemas Hafis mencubit hidung Risa pelan, “awas nanti cemburu!”
Perempuan itu langsung mengatup manyun. Terlihat pipinya langsung semerah tomat sebelum ia berbalik membelakangi Hafis, membuat lelaki itu tersenyum puas melihat isterinya yang malu sendiri.