Kedua lelaki beda umur itu sekarang berdiri di halaman depan rumah. Puncak Marapi terlihat gagah disinari langit yang cerah. Hafis sedikit banyak mengetahui tentang Inyiak Das. Beliau banyak dibilang punya ilmu membaca pikiran. Hafis awalnya tidak percaya, tapi pernah suatu ketika ia berbohong bahwa sudah shalat ashar. Inyiak yang tahu anak itu berbohong, langsung menceramahinya dua jam lebih.
“Hafis benar mau menjual rumah ini?” tanya Inyek Das dengan suara pelan.
Hafis langsung melotot tak percaya. Dia belum berbicara apa-apa kepada keluarganya perihal rencana menjual rumah ini.
“Baru rencana Nyiak,” jawab Hafis singkat.
“Pokoknya Inyiak tidak setuju!” katanya keras. “Kalaupun Hafis sudah tidak punya orang tua, bukan berarti Hafis jadi orang bebas. Hafis tetap orang minang, darahnya minang, wajahnya pun minang. Jangan jadi orang yang kalau bareh hiduik indak pulang, senang pulo taneh dilupoan[13].”