Mohon tunggu...
Thomy Satria
Thomy Satria Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menulis cerpen, dan lagu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kemarau Cuan si Pawang Hujan

14 November 2024   17:41 Diperbarui: 16 November 2024   03:46 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sukirman panen cuan! Liga sepak bola antar desa berlangsung nyaman tanpa hujan! Kemarau panjang membuat setiap laga cerah berawan! Kebetulan hujan hanya sesekali turun deras diluar jadwal pertandingan! Itu biasa! Pernah satu pertandingan, Sukirman usulkan untuk digelar sehari lebih awal. Dan benar saja! Besoknya, setelah laga dimajukan, kalian berharap aku bilang besoknya langsung hujan? Ceritaku tidak sesederhana itu.

Besoknya di desa tidak hujan, tapi hujan di hulu sejak semalam. Sungai meluapkan banjir kiriman. Cuma setengah hari saja, lalu sore kembali surut. Seperti biasa, ikan-ikan besar dari sungai terjebak di sawah. Itulah alasan kenapa nama desa ini Desa Sukorendem. Setiap banjir, sawah di sekitar sungai hanya tergenang dengan riak yang tenang.

Warga beramai-ramai menangkap ikan di sawah sore itu. Sebagian besar ikan toman segede lengan dan gurami babon berat empat kilogram! Kalau laga tak dimajukan sehari; laga sore ini pasti jadi dilema warga; antara mau berburu ikan di sawah; atau menonton pertandingan bola.

Dalam tiap laga; Sukirman dengan ritualnya; menmbawa mangkuk berisi kemenyan dan bara, mengharumi sudut lapangan bola. Sukirman komat kamit merapal mantra. Laga hari ini lancar walau gerimis merintik di menit akhir babak kedua! Sukirman makin dipercaya warga! Pawang hujan sesat itu makin jumawa!

Sukirman dicurigai bermain aman! Tiba-tiba menghindar di awal bulan berikutnya. November bukan bulan ceria. November bulan hujan! Sukirman pun berdalih izin ke Temboro, menjenguk ibu tirinya yang jatuh sakit.

Tapi hujan masih tak kunjung turun hingga awal Desember kelabu.

—

"Sebulan tanpa Sukirman, ponakan kita, anak mendiang Tumijan itu. Ternyata kita masih bisa menggelar laga tanpa gangguan hujan deras ya, Mas. Hahaha!" ujar Tejo, Ketua Panitia Liga. Usai pertandingan final menutup musim liga antar desa.

"Tau begini dari kemarin mending aku yang jadi pawang penggantinya saja! Hahaha!" gelak Marwoto, Sang Kepala Desa, menyambung canda Sang Ketua.

"Untung aku ndak nyari pawang pengganti selepas Sukirman pergi. Jadinya kita bisa hemat empat juta per laga, Mas." ujar Tejo membongkar upah Sukirman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun