Debut Sukirman sebagai pawang hujan dimulai sejak tiga tahun yang lalu ketika dia berusia 22 tahun. Saat itu ayahnya ingin menanam jagung di ladang. Saat terbaik menanam bibit adalah ketika musim hujan. Tapi ayah tidak bisa memperkirakan hari yang tepat. Sukirman mencoba menggunakan kemampuannya untuk membantu ayah.
“Jangan tanam jagung hari ini, Yah. Tiga hari kedepan masih akan panas berdengkang.”
“Bagaimana kau tau?”
“Aku sudah mencoba ini berkali-kali dan hasilnya hampir selalu benar.”
Sukirman menggeleng lalu menghirup nafas dalam. Ayahnya heran melihat tingkah anehnya itu.
“Suhu udaha 36-38⁰ Celcius. Kelembaban udara hanya 35%. Data BMKG, awan hujan masih belum sampai ke sini karena arah angin masih dominan ke barat laut.” Ujar Sukirman, lalu Hasan, adik tirinya datang memperlihatkan hygrometer kepada Ayah.
“Lihat yah, ini namanya jam hygrometer. Selain jam, alat ini juga bisa menunjukkan suhu dan kelembaban udara.” ujar Hasan.
“37⁰ Celcius, 35%. Luar biasa! Lantas kira-kira kapan hujan akan berturut-turut turun, Man?” tanya Ayah kerkagum-kagum
“Sekarang hari Selasa. Hmm, hari Sabtu besok saja, Yah. Percaya padaku.” jawab Sukirman meyakinkan.
Benar saja. Pagi Sabtu mereka bertanam benih jagung. Sorenya sudah hujan. Tiga hari berikutnya juga hujan lagi setiap sore. Ini membuat Ayah kepikiran sebuah ide! Mengorbitkan Sukirman untuk jadi Pawang Hujan Desa!
Sebelum hari pesta pernikahan anak sang Kepala Desa, Marwoto. Sukirman pun memilihkan tanggal yang tepat untuk hari resepsi. Debut pawang hujan itu berbuah sukses karena hujan tidak turun sepanjang hari!