"Kapan mereka bertengkar?"
"Tadi malam. Anita ketakutan, mama berteriak dan papa menggebrak - gebrak pintu dan meja. Anita melihat dari sela - sela lantai papan. Mereka bertengkar hebat sekali."
Aku menghela napas melihat bahwa Anita sedang terguncang, namun pertanyaan ini penting untuk ditanyakan.
"Bagaimana pertengkaran itu berakhir? Apakah mereka saling berkelahi satu sama lain?"
"Anita tidak tahu, pak polisi. Mama berkali - kali melihat ke atas, mama tahu Anita sedang mengintip, ia menggeleng - geleng. Anita sayang mama. Akhirnya Anita hanya meringkuk di ujung tanpa melihat ke bawah. Apalagi beberapa saat kemudian Anita mendengar bunyi dor. Anita semakin takut dan tidak mau menengok ke bawah."
Tembakan? Kini Brotoseno ikut - ikut berjongkok.
"Tapi kamu tidak apa - apa sekarang 'kan? Apa Anita tertidur semalam?"
Anita mengangguk. Ia balik bertanya.
"Di mana ibu dan ayah? Apakah mereka bersama pak polisi?"
Aku mencoba untuk membawa Anita menuju jasad Valentina, namun Mahmud yang sudah kembali menahanku. Ia menggeleng.
"Tidak baik, Kilesa. Ia baru saja kena syok. Lebih baik itu menjadi urusan kita. Lagipula, sepertinya informasi yang kita perlukan darinya sudah usai, biarkan timku membawanya ke kantor polisi untuk ditenangkan dan diberi perawatan. Lebih baik kau di sini dan menerima kejutan ketiga."