Nur melihat di atas batu tersebut berdiri sosok hitam dengan mata tajam, menyala merah. Meski hari siang bolong, Nur bisa melihat dengan jelas kulitnya yang di tutup oleh bulu. Selain itu ia juga memiliki tanduk kerbau. Tak lama, mata mereka saling bertatapan satu sama lain, sebelum Nur mengatakan pada Ayu, bahwa, mereka harus pulang.Â
"lapo to Nur, kok gopoh men" (kenapa sih Nur, kok kamu buru buru pergi)Â
"kasihan mas Ilham, wes ngenteni" ucap Nur.Â
"yo wes, ayok" Ayu menimpali.Â
Mereka pun segera menaiki motor. Lalu Nur sebelum keluar dari desa itu melihat lagi sosok Genderuwo yang menyeramkan.Â
"Nur, jak'en Bima, yo, ambek Widya, engkok ambek kenalanku, kating" (Nur, ajak Bima, sama Widya, sama kenalanku kating) ucap Ayu didalam mobil.Â
"Bima, lapo ngejak-ngejak cah kui" (ngapain sih ngajak Bima)Â
"ben rame, kan wes kenal suwe" (biar rame, kan sudah kenal lama) sahut AyuÂ
"kok gak awakmu sing ngejak to" (kenapa bukan kamu saja yang ngajak) timpal Nur.Â
"kan awakmu biyen sak pondok'an, wes luwih suwe kenal" (kan kalian pernah satu pondok, jadi sudah kenal lebih lama) "pokok'e jak en arek iku yo" (pokoknya ajak anak itu ya).Â
"yo wes, iyo" *yaudah iya). Nur pun mengalah.Â