Mohon tunggu...
3v4n K3nzy
3v4n K3nzy Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar sekolah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Aku suka main game dan heheheheh....

Selanjutnya

Tutup

Horor

KKN di Desa Penari

3 Oktober 2024   17:05 Diperbarui: 3 Oktober 2024   17:13 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

“Monggo” (silahkan) kata beliau, matanya memandang Widya. 

Melihat itu, Widya menolak, mengatakan dirinya tidak pernah meminum kopi. Namun senyuman ganjil mbah Buyut membuat Widya sungkan, yang akhirnya berbuntut ia meneguk kopi itu meski hanya satu tegukan saja. 

Kopinya manis, ada aroma melati didalamnya, yang awalnya Widya hanya mencoba-coba tanpa sadar, gelas kopi itu sudah kosong. Tidak hanya Widya, semua orang di tegur agar mencicipi kopi buatan beliau, katanya 

“tidak baik menolak pemberian tuan rumah” 

semua akhirnya mencobanya berikutnya. Wahyu dan Ayu kaget setengah mati, sampai harus menyemburkan kopi yang ia teguk. Mimik wajahnya bingung, karena rasa kopinya tidak hanya pahit, tapi sangat pahit, sampai tidak bisa di tolerin masuk ke tenggorokan. Anehnya, Pak Prabu meneguk kopi itu biasa saja. 

“begini” kata mbah Buyut, beliau menggunakan bahasa jawa halus sekali, sampai ucapanya kadang tidak bisa di pahami semua anak. Ada kalimat, penari dan penunggu, namun yang lainya tidak dapat di cerna. Ia menunjuk Widya tepat didepan wajahnya, mimik wajahnya sangat serius. 

Pak Prabu mendengarkan dengan seksama, lalu berpamitan pulang. Sebelum mereka pulang, mbah Buyut memberi kunir tepat di dahi Widya, katanya untuk menjaga Widya saja. Kunjungan itu sama sekali tidak di ketahui tujuanya, selama perjalanan, pak Prabu bercerita, tentang kopi. 

kopi yang di hidangkan mbah Buyut tadi adalah Kopi ireng yang di racik khusus untuk memanggil Lelembut, Demit dan sejenisnya, bukan kopi untuk manusia, mereka yang belum pernah mencobanya, pasti akan memuntahkanya, namun, bagi lelembut dan sebangsanya, kopi itu manis sekali. 

Semua anak memandang Widya. namun pak Prabu segera mengatakan hal lain. “sepurane sing akeh nduk, sampeyan onok sing ngetut’i” (mohon maaf ya nak, kamu, ada yang mengikuti). Selain mengatakan itu, pak Prabu juga mengatakan bahwa tidak perlu takut, karena Widya tidak akan serta merta di apa-apakan, hanya di ikuti saja, yang lebih penting. Widya tidak boleh dibiarkan sendirian, harus selalu ada yang menemaninya, untuk itu, pak Prabu punya gagasan. 

Mulai malam ini, mereka akan tinggal dalam satu rumah, hanya dipisahkan oleh sekat dari bambu anyam, pak Prabu hanya meminta satu hal, jangan melanggar etika dan norma saja. Pertemuan itu juga di minta untuk tidak di ceritakan ke siapapun lagi, bahkan Nur, Anton dan Bima. 

tempat tinggal mereka yang baru tepat ada di ujung, cukup besar, dan bekas rumah keluarga yang merantau, sekaligus hal ini menjawab pertanyaan kenapa jarang di temui anak seumuran mereka di desa ini, rupanya, kebanyakan anak-anak yang sudah akil baligh pasti pergi merantau. 

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun