“Lebih baik rugi sedikit, tak mengapa, Bu Sari.”
Enak saja!” sungut wanita itu dari dalam warung.
“Lha, daripada kalau diminum ayah Goni dan beliaru sakit, bagaimana? Bu Sari bisa diminta untuk mengobatinya, lho.”
“Eh!” desis wanita itu. Kali ini ia berpikir. Ada benarny juga kata-kata Heri.
“Pasahal susu itu terutup. Jadi, tidak mungkin penyakit masuk ke dalam, kan?” katanya setengah putus asa.
Heri yang tidak menyangka mendapat pertanyaan itu, kembali bingung. Ia tidak mengerti persis soal susu yang kelewat batas penggunaannya.
“Ada apa nih? Kok rebut-ribut!” sela sebuah suara. Muncul laki-laki di antara anak-anak itu. Ia bermaksud untuk membeli sesuatu di warung itu.
“Oh, Pak Mantri Jero,” kata Bu Sari. “Kbetulan. Ini. Anak baru, eh, cucu Bu Kunti.”
“Kenapa dengannya, Bu?”
“Ya, bagaimana sih. Anak ini menyebut. Kalau susu saya tidak boleh dijual karena kalau dinimum dapat mengakikatkan sakit.” Jeas Bu Sari, sebeisanya.
Pak Amntri Jero mangut-manggut. Lalu ia meminta susu itu. “Boleh saya lihat, Bu?”