Disusun oleh :
Jiddana Dusturia (211101080026)Â
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PRODI TADRIS BIOLOGIÂ
                    ABSTRAK
     Salah satu dari cabang dalil dari segi hadits adalah hadits maudhu, dimana hadits tersebut sebenarnya bukan hadits melainkan hanya ucapan dari seseorang yang tidak bertanggungjawab, hanya saja karena disandarkan kepada Nabi SAW, ucapan tersebut terlihat seperti hadits. Sehingga jika seperti itu, diperlukan pengatahuan untuk dapat memilah-milah mana yang benar mana yang salah.
     Umat Islam sepakat bahwa hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Quran. Ilmu hadits merupakan salah satu pilar-pilar tsaqofah islam yang memang sudah selayaknya dimiliki oleh setiap kaum muslimin. Dewasa ini, begitu banyak opini umum yang berkembang yang mengatakan bahwa ilmu hadits hanya cukup dipelajari oleh para salaafussholih yang memang benar-benar memiliki kemampuan khusus dalam ilmu agama, sehingga opini ini membuat sebagian kaum muslimin merasa tidak harus untuk mempelajari ilmu hadits.
     Hal ini tentu sangat tidak dibenarkan karena dapat membuat kaum muslimin menjadi kurang tsaqofah islamnya terutama dalam menjalankan sunnah-sunnah Rosulullah shollallahualaihi wasallam. Terlebih dengan keadaan saat ini dimana sangat banyak beredar hadits-hadits dhoif dan hadits palsu yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin dan tentunya hal ini akan membuat kaum muslimin menjadi para pelaku bidah. Jika kaum muslimin masih memandang remeh tentang ilmu hadits ini, maka tentu ini adalah suatu hal yang sangat berbahaya bagi aqidah kaum muslimin dalam menjalankan sunnah Rosulullah shollallahualaihi wasallam. Maka dari itu, sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk mempelajarinya supaya tidak timbul kesalah pahaman, apalagi yang berkaitan dengan permasalahan Hadits Maudhu yang dapat menyebabkan tidak diterimanya amal ibadah seorang muslim karena mengamalkan Hadits Maudhu.
                 PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits Maudu'
     Secara etimologi, Al-maudhu berasal dari bahasa arab yang merupakan isim  maful  dari  kata     yang  mempunyai  arti  al-isqath (meletakkan, atau menyimpan), al-iftira wa al-ikhtilaq (mengada-ada, membuat-buat) dan al-tarku (ditinggal). Secara istilah pengertian hadits maudhu':"hadits yang disandarkan kepada Rasululloh SAW secara dibuat- buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, berbuat ataupun menetapkan".
     Hadits palsu dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Hadits Maudhu. Secara etimologi al-Maudhu () merupakan bentuk isim maful dari kata  -  .  Kata  tersebut  memiliki  makna  menggugurkan,  meletakkan, meninggalkan, dan mengada-ada. Jadi secara bahasa Hadits Maudhu dapat disimpulkan yaitu hadits yang diada-adakan atau dibuat-buat.Â
     Menurut terminologi Hadits Maudhu terdapat beberapa pengertian, diantaranya menurut Imam Nawawi definisi Hadits Maudhu adalah : "Dia (Hadits Maudhu) adalah hadits yang yang direkayasa, dibuat- buat, dan hadits dhoif yang paling buruk. Meriwayatkannya adalah haram ketika mengetahui kepalsuannya untuk keperluan apapun kecuali disertai dengan penjelasan."
     Ada juga yang berpendapat bahwa Hadits Maudhu adalah : "Sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah shollallahualaihi wasallam secara mengada-ada dan dusta yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan ataupun taqrirkan."
     Sedangkan menurut sebagian Ulama hadits, pengertian Hadits Maudhu adalah:"Hadits yang dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta), yang ciptaan itu dinishbatkan kepada Rasulullah shollallahualaihi wasallam secara palsu dan dusta, baik hal itu sengaja maupun tidak."
     Pengertian hadis maudhu secara istilah diberikan oleh  para muhaddisin dengan redaksi berbeda-beda, tetapi pada intinya menpunyai kesamaan dalam hal prinsip makna yang mendasar. Beberapa rumusan pengertian istilah hadis maudhu adalah sebagai berikut:
     Secara bahasa, kata maudhu' berarti sesuatu yang digugurkan (almasqath), yang ditinggalkan (al-matruk), dan diada-adakan (al-muftara). Menurut istilah, hadis maudhu adalah pernyataan yang dibuat oleh seseorang kemudian dinisbahkan kepada Nabi SAW.
     Qadir Hasan, mendifinisikan maudhu' secara bahasa artinya: yang disusun, dusta yang diada-adakan, yang diletakkan. Maka, hadis maudhu' adalah satu hadis yang yang diada-adakan orang atas nama Nabi saw., dengan sengaja atau dengan tidak sengaja. Hadis maudhu' itu dicipta oleh pendusta dan disandarkan kepada Nabi untuk memperdayai.
     Sedangkan menurut Sohari Sahrani, hadis maudhu adalah hadis yang diciptakan dan dibuat-buat, yang bersifat dusta terhadap Nabi saw., dibuat secara sengaja atau tidak sengaja. Dengan kata lain, hadis maudhu dibuat dan dinisbahkan kepada Nabi, dengan disengaja atau tidak, dengan tujuan buruk atau baik sekalipun.
     Keberadaan hadis maudu' mutlak harus diketahui oleh pemerhati hadis bahkan oleh semua orang Islam, karena hadis maudu' merupakan yang paling buruk diantara hadis-hadis dhaif lainnya, yang oleh karenanya hukum pengamalannya tidak diperbolehkan. Posisi hadis yang sangat urgen dalam Islam menuntut  untuk  dipilahnya  antara  hadis  yang  sahih  dengan yang maudu'. Hal ini membutuhkan pengetahuan yang mendalam mengenai hadis maudhu' itu sendiri. Oleh sebab itu disini penulis akan menjelaskan mengenai pengertian hadis Maudu', mulai pengertian hadis maudhu', bagian- bagian    hadis maudhu',     tanda-tanda     hadis maudhu',     status hadis maudhu', sejarah kemunculan hadis maudhu', kriteria pembuat hadis palsu dan faktor yang maletar belakanginya, hukum berdusta atas nabi saw dan periwayatan hadis maudhu', golongan yang memalsukan hadis, karya- karya hadis maudhu'.
     Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu menurut para ulama yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa Hadits Maudhu adalah Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahualaihi wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak memperbuatnya dan tidak mentaqrirkannya.
B. Macam-macam Hadits Maudhu'
1. Perkataan itu berasal dari pemalsu yang disandarkan pada Rasulullah shollallahualaihi wasallam.
2. Perkataan itu berasal dari ahli hikmah, orang zuhud atau Israiliyyat dan pemalsu yang menjadikannya hadits.
3. Perkataan yang tidak diinginkan rawinya , melainkan dia hanya keliru.6 Berkaitan dengan Hadist Maudhu Para ulama memberikan definisi sebagai berikut :
     Hadits Maudhu yaitu hadits yang dibuat sendiri oleh seorang perawi, lalu menisbahkannya kepada Rasulullah Saw. Baik secara sengaja maupun tidak. Istilah mudahnya, hadits maudhu itu adalah hadits palsu. Sama maknanya dengan ijazah palsu, polisi palsu, ataupun tangan palsu. Berdasarkan definisi di atas, maka hadits maudhu itu ada dua macam. Yaitu hadits maudhu yang dilakukan secara sengaja oleh seorang perawi dan hadits maudhu yang dilakukan secara tidak sengaja.
1. Hadits Maudhu Yang Sengaja
Berikut ini merupakan beberapa contoh hadits maudhu:
"Cinta tanah air merupakan bagian dari iman".
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengadzab wajah yang rupawan".
"Tidak akan masuk neraka orang yang namanya Muhammad atau Ahmad".
2. Hadits Mudhu Yang Tidak Sengaja
Berikut ini contoh hadits maudhu yang tidak sengaja: "Dari Ismail bin Muhammad at-Thalhi, dari Tsabit bin Musa az- Zahidi, dari Syarik, dari al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, yang diriwayatkan secara marfu' (bersambung dari Rasulullah Saw.): Barangsiapa banyak shalat malam, maka wajahnya akan berseri-seri di siang hari." (HR. Ibnu Majah)
Imam Hakim memberikan keterangan tentang hadits di atas:Â
     Waktu itu Tsabit datang ketika Syarik sedang mendiktekan hadits. Syarik berkata: Dari al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir dia berkata: Bersabda Rasululluah Saw.
     Lalu Syarik berhenti sejenak. Memberikan kesempatan kepada murid- muridnya untuk menulis. Kemudian Syarik melihat Tsabit yang baru datang. Lalu Syarik berkata: Barangsiapa banyak shalat malam, maka wajahnya akan berseri-seri di siang hari. Maksudnya Syarik sedang memuji Tsabit yang dia seorang murid yang zuhud dan wirai. Sementara Tsabit salah sangka. Dia  mengira bahwa pujian Syarik itu merupakan matan bagi sanad tersebut. Sehingga Tsabit pun meriwayatkannya sebagai sebuah hadits.
C. Sebab Kemunculan Hadits Maudhu'
     Masuknya secara massal penganut agama lain ke dalam Islam, yang merupakan bukti keberhasilan dakwah Islamiyah ke seluruh dunia, secara tidak langsung menjadi factor yang menyebabkan munculnya hadist-hadist palsu. Tidak bisa diingkari bahwa masuknya mereka ke Islam, di samping ada yang benar-benar murni tertarik dan percaya kepada ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad, tetapi ada juga segolongan mereka yang menganut agama Islam hanya karena terpaksa tunduk pada kekuasaan Islam pada waktu itu. Golongan ini kita kenal dengan kaum munafik dan Zindiq.
     Terjadinya pertikaian politik yang terjadi pada akhir masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib merupakan awal adanya benih-benih fitnah, yang memicu munculnya pemalsuan hadis,tetapi pada masa ini belum begitu meluas karena masih banyak sahabat ulama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan kepalsuan suatu hadist. Para sahabat ini mengetahui bahaya dari hadist maudhu' karena ada ancaman yang keras dikeluarkan oleh Nabi SAW terhadap orang yang memalsukan hadist, Namun pada masa sesudahnya, yaitu pada akhir pemerintahan Khalifah Bani Umayyah pemalsuaan hadis mulai marak , baik yang dibuat oleh ummat Islam sendiri, maupunyang dibuat oleh orang diluar Islam. Menurut penyaksian Hammad bin Zayyad terdapat 14.000 hadis maudhu. Abdul Karim al Auja mengaku telah membuat 4.000 Hadis maudhu.
     Terpecahnya ummat Islam menjadi beberapa golongan politik dam keagamaan menjadi pemicu munculnya hadis maudhu. Masing-masing pengikut kelompok ada yang berusaha memperkuat kelompoknya dengan mengutip dalil dalil dari Al Quran dan hadis, menafsirkan/men tawilkan Al Quran dan hadis menyimpang dari arti sebenarnya, sesuak denagan keinginan mereka. Jika mereka tidak dapat menemukan yang demikian itu maka membuat hadis dengan cara mengada-ada atau berbohong atas diri Rasulullah saw. Maka muncullah hadis-hadis tentang keutamaan para khalifah (secara berlebihan) dan para pemimpin golongan dan mazhab.
     Menurut Subhi Shalih, hadis maudhu mulai muncul sejak tahun 41 H, yaitu ketika terjadi perpecahan antara Ali bin Abi Thalib yang didukung oleh penduduk Hijaz dan Irak dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang didukung oleh penduduk Syria dan Mesir, Ummat Islam terbagi kepada beberapa firqah: Syiah, Khawarij dan Jumhur. Karena itu menurut Subhi Shaleh, bahwa tmbulnya Firqah-firqah dan mazhab merupakan sebab yang paling penting bagi timbulnya usaha mengada --ada habar dan hadis.8
     Munculnya pemalsuan hadits berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh Islam. Dimulai dengan terbunuhnya Amirul Mukminin Umar bin Khaththab, kemudian Utsman bin Affan, dilanjutkan dengan pertentangan yang semakin memuncak antara kelompok taashub Ali bin Abi Thalib di Madinah dan Muawiyah di Damaskus sehingga terjadi perselisihan yang tidak bisa terelakan lagi. Namun lebih ironis lagi bahwa sebagian kaum muslimin yang berselisih ini ingin menguatkan kelompok dan golongan mereka masing- masing dengan al-Quran dan al-Hadits. Dikarenakan mereka tidak menemukan teks yang tegas yang mengukuhkan pendapatnya masing-masing, karena banyaknya pakar al-Quran dan al- Hadits pada saat itu, akhirnya sebagian diantara mereka membuat hadits-hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahualaihi wasallam untuk mendukung golongan masing- masing. Inilah awal sejara timbulnya hadits palsu dikalangan umat islam.
     Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadits tidak hanya lakukan oleh orang-orang Islam, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non-Islam. Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat hadits palsu yaitu sebagai berikut:
1. Pertentangan politik
     Pertentangan politik ini terjadi karena adanya perpecahan antara golongan yang satu dengan golongan yang lainnya, dan mereka saling membela golongan yang mereka ikuti serta mencela golongan yang lainnya. Seperti yang terjadi pada polemik pertentangan kelompok taashub Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah sehingga terbentuk golongan syiah, khawariz, dll. yang berujung pada pembuatan hadits palsu sebagai upaya untuk memperkuat golongannya masing-masing. Dari sinilah mulai berkembang hadits palsu. Materi hadits yang pertama memngangkat keunggulan seseorang dan kelompoknya.10 Ibnu al-Mubarak mengatakan :Â
 "Agama adalah milik ahli hadits, kalam dan hilah adalah milik ahli al-ray, dan kedustaan adalah milik kaum rafidhah".
     Hammad bin Salamah pernah meriwayatkan bahwa ada salah seorang tokoh Rafidah berkata ," sekiranya kami pandang baik baik, segera kami jadikan hadits".
     Contoh hadits palsu yang dibuat oleh kaum Syiah antara lain : "Wahai Ali sesungguhnya Alloh SWT telah mengampunimu, keturunanmu, kedua orang tuamu, keluargamu, (golongan) syiahmu, dan orang yang mencintai (golongan) syiahmu".
     Golongan Muawiyah juga membuat hadits palsu, sebagai contoh dapat dikemukakan :  "tiga golongan yang dapat dipercaya, yaitu saya (Rasul), Jibril, dan Muawiyah. Kamu termasuk golonganku dan Aku bagian dari kamu"
2. Usaha kaum Zindiq
     Kaum Zindiq adalah golongan yang membenci Islam, baik sebagai agama ataupun sebagai dasar pemerintahan. Mereka merasa tidak mungkin dapat melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan pemalsuan Al- Quran, sehingga menggunakan cara yang paling tepat dan memungkinkan, yaitu melakukan pemalsuan hadits, dengan tujuan menghancurkan agama islam dari dalam. Salah satu diantara mereka adalah Muhammad bin Said al-Syami, yang dihukum mati dan disalib karena kezindiqannya. Ia meriwayatkan hadits dari Humaid dari Anas secara marfu':
"Aku adalah nabi terakhir, tidak ada lagi nabi sesudahku, kecuali yang Allah kehendaki. untuk menghancurkan agama islam. Abd al- Karim ibn Auja yang dihukum mati oleh Muhammad bin Sulaiman bin
Ali, wali di basrah, ketika hukuman akan dilaksanakan dia mengatakan "Demi Allah, saya telah membuat hadits palsu sebanyak 4.000 hadist". Seorang zindiq mengaku dihadapan khalifah al-Mahdi bahwa dirinya telah membuat ratusan hadits palsu. Hammad bin Zaid mengatakan "hadits yang dibuat kaum Zindiq ini berjumlah 12.000 hadits. Contoh dari haditsnya,
adalah :
 "melihat wajah cantik termasuk shadaqah".
3. Sikap Ta'ashub terhadap bangsa, suku, bahasa, negeri, dan pimpinan
     Salah satu tujuan pembuatan hadits palsu adalah adanya sifat ego dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, dan sebagainya. Itu disebabkan karena kebencian, bahkan balas dendam semata. Sebagai contoh, menurut keterangan al-Khalily, salah seorang penghafal hadits, bahwa kaum Rafidhah telah membuat hadits palsu mengenai keutamaan Ali bin Abi Thalib dan ahlu al-Bait sejumlah
300.000 hadits.
     Mereka membuat hadits palsu karen didorong oleh sikap ego dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok atau yang lainnya. Golongan al-Syuubiyah yang fanatik terhadap bahasa  persi mengatakan
 "Apabila Allah murka, maka Dia menurunkan wahyu dengan bahasa Arab, dan apabila senang maka akan menurunkannya dengan bahasa Persi".
     Dan sebaliknya para orang arab yang juga fanatik terhadap bahasanya, membalikkan hadits diatas.
     Golongan yang fanatik terhadap madzhab hanafi juga pernah membuat hadits palsu:
Artinya: "akan ada seorang laki-laki dari umatku yang bernama Abu Hanifah An-Numan. Ia ibarat obor bagi umatku"
Artinya: "akan ada seorang laki-laki dari umatku yang bernama Muhammad bin Idris. Ia akan lebih menimbulkan mudharat kepada umatku daripada iblis".
4. Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat
     Kelompok yang melakukan pemalsuan hadits ini bertujuan untuk memperoleh simpati dari pendengarnya sehingga mereka kagum melihat kemampuannya. Jadi pada intinya mereka membuat hadits yang disampaikan kepada yang lainnya terlalu berlebih-lebihan dengan tujuan ingin mendapat sanjungan.
Mereka melakukan pemalsuan hadits ini guna memeroleh simpatik dari pendengarnya dan agar mereka kegum melihat kemampuannya. Sebagai contoh, adalah hadits sebagai berikut :
Artinya: "barang siapa yang mengucapkan kalimat Allah akan menciptakan seekor burung (sebagai balasan tiap-tiap kalimat) yang paruhnya terdiri dari emas dan bulunya dari marjan".
5. Perbedaan pendapat dalam masalah 'Aqidah dan ilmu Fiqih
     Munculnya hadits-hadits palsu dalam masalah ini berasal dari perselisihan pendapat dalam hal aqidah dan ilmu fiqih para pengikut madzhab. Mereka melakukan pemalsuan hadits karena didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan madzhabnya masing-masing. Misalnya hadits palsu yang isinya tentang keutamaan Khalifah Ali bin Abi Thaalib:
"Ali merupakan sebaik-baik manusia, barangsiapa yang meragukannya maka ia telah kafir." Beberapa di antara hadits- hadits palsu tentang masalah ini adalah :
a. Siapa yang mengangkat tangannya dalam shalat, maka shalatnya tidak sah.
b. Jibril menjadi imamku dalam shalat di Kabah, ia (jibril) membacakan basmalah dengan nyaring
c. Yang junub wajib berkumur dan menghisap air tiga kali.
d. Semua yang ada dibumi dan langit serta di antara keduanya adalah makhluk, kecuali Allah dan al-Quran.
6. Membangkitkan gairah beribadah, tanpa mengerti apa yang dilakukan
     Sebagian orang sholih, ahli zuhud dan para ulama akan tetapi kurang didukung dengan ilmu yang mapan, ketika melihat banyak orang yang malas dalam beribadah, mereka pun membuat hadits palsu dengan asumsi bahwa usahanya itu merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah subhaanahuwataala dan menjunjung tinggi agama-Nya melalui amalan yang mereka ciptakan, padahal hal ini jelas menunjukan akan kebodohan mereka. Karena Allah subhaanahuwataala dan Rasul-Nya tidak butuh kepada orang lain untuk menyempurnakan dan memperbagus syariat-Nya. Sebagian kaum muslimin ada yang membolehkan berdusta atas nama Rasulullah shollallahualaihi wasallam untuk memberikan semangat kepada umat dalam beribadah, padahal para ulama telah sepakat atas haramnya berdusta atas nama Rasulullah shollallahualaihi wasallam, apapun sebab dan alasannya.
7. Menjilat Penguasa
     Diantara contohnya adalah yang dikemukakan oleh Ghiyats bin Ibrahim ketika berhadapan dengan khalifah Al-Mahdi (775-785 M), salah seorang khalifah bani Abbasiyah. Karena mengetahui sang khalifah gemar mengadu merpati Ghiyats menyampaikan hadits Nabi SAW dengan menambahi kata yang berhubungan dengan kegemaran khalifah :
Artinya: "tidak ada perlombaan kecuali permainan panah, anggar, pacuan kuda, atau menerbangkan burung".
Setelah mendengar hadits tersebut, al-Mahdi memberikan hadiah 10 ribu dirham, namun ketika Ghiyats membalik akan pergi, al-Mahdi menegurnya dengan berkata "aku yakin itu sebenarnya merupakan dusta atas nama Rasululloh SAW". Dan saat itu juga merpati milik Ghiyats disembelih.
D. Ciri-ciri Hadits Maudhu'
     Para ulama ahli hadits telah menetapkan beberapa kriteria untuk bisa membedakan antara hadits shohih, hasan dan dhoif. Mereka pun menetapkan beberapa kaidah dan ciri-ciri agar bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits. Berikut adalah beberapa ciri-ciri Hadits Maudhu yang diambil dari berbagai sumber. Secara garis besar ciri-ciri Hadits Maudhu dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Dari segi Sanad (Para Perawi Hadits)
     Sanad adalah rangkaian perawi hadits yang menghubungkan antara pencatat hadits sampai kepada Rasulullah shollallahualaihi wasallam. Terdapat banyak hal untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi sanadnya ini, diantaranya adalah:
a. Salah satu perawinya adalah seorang pendusta dan hadits itu hanya diriwayatkan oleh dia, serta tidak ada satu pun perawi yang tsiqoh (terpercaya) yang juga meriwayatkannya, sehingga riwayatnya dihukumi palsu.
b. Pengakuan dari pemalsu hadits, seperti pengakuan Abu Ishmah Nuh bin Abi Maryam, bahwa ia telah memalsukan hadits-hadits tentang keutamaan al-Qur`an juga pengakuan Abdul Karim bin Abi Auja yang mengaku telah memalsukan empat ribu hadits.
c. Fakta-fakta yang disamakan dengan pengakuan pemalsuan hadits, misalnya seorang perawi meriwayatkan dari seorang syekh, padahal ia tidak pernah bertemu dengannya atau ia lahir setelah syekh tersebut meninggal, atau ia tidak pernah masuk ke tempat tinggal syekh. Hal ini dapat diketahui dari sejarah-sejarah hidup mereka dalam kitab-kitab yang khusus membahasnya.
d. Dorongan emosi pribadi perawi yang mencurigakan serta taashub terhadap suatu golongan. Contohnya seorang syiah yang fanatik, kemudian ia meriwayatkan sebuah hadits yang mencela para sahabat atau mengagungkan ahlul bait.
2. Dari segi Matan (Isi Hadits)
   V  Matan adalah isi sebuah hadits. Diantara hal yang paling penting untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi ini adalah:
a. Â Tata bahasa dan struktur kalimatnya jelek, sedangkan Rasulullah shollallahualaihi wasallam adalah seorang yang sangat fasih dalam mengungkapkan kata-kata, karena beliau adalah seseorang yang dianugerahi oleh Allah subhaanahuwataala Jawamiul Kalim (kata pendek yang mengandung arti luas).
b. Isinya rusak karena bertentangan dengan hukum-hukum akal yang pasti, kaidah-kaidah akhlak yang umum, atau bertentangan dengan fakta yang dapat diindera manusia. Contohnya adalah sebuah hadits :
Artinya: "Bahwasannya kapal nabi Nuh thawaf keliling Kabah tujuh kali lalu shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim."1
c. Bertentangan dengan nash al-Qur`an, as-Sunnah, atau Ijma yang pasti dan hadits tersebut tidak mungkin dibawa pada makna yang benar. Contoh Hadits Maudhu yang maknanya bertentangan dengan al-Quran, ialah hadits:
 Artinya: "Anak zina itu,tidak dapat masuk surga, sampai tujuh keturunan."18
Makna hadits ini bertentangan dengan kandungan ayat al-Quran :
Artinya: "Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain."
Kandungan ayat tersebut menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orang lain, sampai seorang anak sekalian tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.
d. Bertentangan dengan fakta sejarah pada jaman Rasulullah shollallahualaihi wasallam. Seperti hadis yang mengatakan bahwa Rasulullah shollallahualaihi wasallam menggugurkan kewajiban membayar jizyah atas orang yahudi Khoibar yang ditulis oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan disaksikan oleh Saad bin Muadz.Padahal telah maruf dalam sejarah bahwa jizyah itu belum disyariatkan saat peristiwa perang Khoibar yang terjadi pada tahun ke-7 hijriyah, karena jizyah baru disyariatkan saat perang Tabuk pada tahun ke-9 hijriyah. Juga Saad bin Muadz meninggal dunia ketika perang Khondaq, dua tahun sebelum peristiwa Khoibar. Sedangkan Muawiyah baru masuk Islam pada waktu Fathu Makkah pada tahun ke-8 hijriyah.
e. Menyebutkan pahala yang terlalu besar untuk amal yang terlalu ringan atau ancaman yang terlalu besar untuk sebuah dosa yang kecil.
Hadits-hadits semacam ini banyak ditemukan dalam kitab-kitab
mauizhah. Contoh :
Artinya: "Barang siapa mengucapkan tahlil (laa ilaaha illallah) maka Allah subhaanahuwataala. menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya."
Bahkan perasaan halus yang diperoleh dari menyelami hadits secara mendalam, dapat juga dijadikan pertimbangan dalam menentukan Hadits Maudhu. Al-Rabi Ibn Khaitsam berkata:
"Bahwasannya diantara hadits, ada yang bersinar, kita dapat mengetahuinya dengan sinar itu, dan bahwa diantara hadits ada hadits yang gelap sebagaimana kegelapan malam, kita mengetahuinya dengan itu."
Seseorang yang dapat mengetahui identitas kepalsuan sebuah hadits, tentu saja berasal dari kalangan para ulama yang telah menguasai betul mengenai seluk-beluk hadits dan ilmu-ilmu lain yang dapat mendukung seseorang mengetahui bahwa sebuah hadits adalah palsu. Inilah kaidah yang telah ditetapkan para ulama hadits sebagai dasar memeriksa benar tidaknya suatu hadits dan untuk mengetahui mana yang shahih dan mana yang maudhu. Dengan memperhatikan apa yang telah dijelaskan ini, nyatalah bahwa para ulama hadits tidak mencukupkan dengan memperhatikan sanad hadits saja, bahkan juga mereka memperhatikan matannya.
E. Upaya Penyelamatan Hadits
     Terdapat beberapa alasan orang membuat hadits palsu, di antaranya:
1. Membuat kisah dan nasihat yang menarik
     Untuk menarik perhatian orang awam, adakalanya orang suka membuat kisah kisah yang tidak masuk akal, sehingga membuat banyak orang takjub. Dengan harapan banyak orang yang mengundangnya untuk berceramah dan memperoleh upah. Maka dia membuat hadits palsu sebagai berikut:
"Barangsiapa mengucapkan Laa ilaah illallaah, maka untuk setiap katanya Allah akan menciptakan seekor burung yang paruhnya terbuat dari emas, dan sayapnya terbuat dari permata."
     Ketika perawi hadits itu ditanya, dia pun mengaku telah membuatnya sendiri. Dia berkata, bahwa dia ingin membuat orang senang mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallaah.
2. Fanatik golongan
     Hadits palsu untuk kepentingan golongan ini banyak dibuat oleh Syiah Rafidhah. Imam Malik berpesan, bahwa jangan sampai kita menerima hadits dari mereka. Karena mereka banyak berdusta. Misalnya hadits palsu berikut ini:
"Aku (Rasulullah Saw.) adalah timbangan ilmu. Ali adalah kedua piring timbangan. Hasan dan Husain adalah tali-talinya. Fathimah adalah tangan timbangan. Dan para pemimpin dari keluarga kami adala penyangga timbangan. Di mana amal para pecinta dan pembenci kami akan ditimbang."
     Adapun kelompok yang paling mustahil membuat hadits palsu adalah Khawarij. Karena mereka menganggap kafir orang yang berbuat dosa. Apalagi membuat hadits palsu.
3. Memusuhi Agama Islam
     Para musuh Islam tidak mampu membendung arus kemenangan agama Islam. Maka mereka berpura-pura masuk Islam dengan membawa kebencian kepada ajaran-ajaran Islam dengan membuat hadits-hadits palsu. Isinya merendahkan ajaran Islam.
     Seperti seorang perawi yang bernama Abdul Karim bin Abi Auja. Dia dibunuh oleh Gubernur Basrah, Muhammad bin Sulaiman al-Abbasi. Sebelum dibunuh dia mengaku, bahwa dia telah membuat 4.000 hadits palsu tentang hukum Islam. Contoh hadits palsu yang merendahkan ajaran Islam:
"Allah menciptakan para malaikat dari bulu dada dan kedua tangan-Nya."
4. Menyenangkan para penguasa dan mengambil keuntungan pribadi Misalnya ada orang yang bernama Ghiyats bin Ibrahim Nakhai. Dia bertemu dengan al-Mahdi salah satu khalifah dalam Dinasti Abbasiyah sedang bermain-main dengan burung merpati. Maka secara spontan dia membuat hadits palsu untuk menyenangkan al-Mahdi.
Dan benar saja, al-Mahdi pun memberikan uang sebanyak 10.000 dirham (kepingan perak). Namun setelah Ghiyats itu pergi, al-Mahdi berkata:
"Sungguh aku mengetahui bahwa orang itu seorang pendusta atas diri Rasulullah Saw."
Lalu al-Mahdi menyuruh orang untuk menyembelih burung merpati itu.
Untuk menyelamatkan hadits Nabi SAW, ulama hadits menyusun berbagai kaidah hadits, di antaranya yaitu :
1. Meneliti penyandaran hadits. Para sahabat dan tabiin tidak sembarangan mengambil hadits dari seseorang.
2. Memilih perawi-perawi hadits yang terpecaya. Para ulama menanyakan hadits-hadits yang dipandang kabur atau tidak jelas asal-usulnya.
3. Studi kritik rawi, yang tampaknya lebih dikonsentrasikan pada sifat kejujuran atau kebohongannya.
4. Menyusun kaidah-kaidah umum untuk meneliti hadits-hadits tersebut.
     Para ulama telah merumuskan kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan untuk mengetahui hadist sahih, hasan ataupun dha`if, mereka juga menentukan ciri-ciri untuk mengetahui kemaudhu`an suatu hadist. Ciri-ciri ini dapat diketahui melalui sanad atau matan.
1. Ciri-ciri hadist maudhu` pada sanad
     Berhubungan dengan masalah ini, ulama telah mengemukakan beberapa cara untuk mengetahui hadist maudhu` berdasarkan pada perawi- perawinya:
a. Melalui pengakuan dari perawi tersebut yang menyatakan bahwa dia telah membuat hadist-hadist tertentu. Ini adalah bukti yang paling kuat untuk menilai suatu hadist. Hal ini dilihat pada pengakuan yang dibuat oleh beberapa individu yang mengaku telah menciptakan hadist.
b. Melihat tanda-tanda atau bukti yang dianggap seperti pengakuan dan pemalsu hadist. Cara ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan mengetahui tahun lahir dan kematian perawi, serta melacak negeri- negeri yang pernah dikunjunginya. Oleh sebab itu, ulama hadist membagi perawi kepada beberapa peringkat dan mengenali mereka dari semua sudut sehingga tidak tersembunyi sesuatupun keadaan perawi tersebut.
c. Dengan melihat pada perawi yang telah di kenal dan dinyatakan sebagai pendusta. Baik melalui suatu riwayat yang berbeda dengaan riwayat yang sahih, dan tidak ada perawi tsiqah  yang meriwayatkannya.Â
2. Ciri-ciri hadist maudhu` pada matan
      Selain berdasarkan kepada kedudukan seorang perawi, hadist maudhu` juga bisa dilihat berdasarkan matan hadist. Ibnu Qayyim pernah ditanya apakah bisa mengenali suatu hadist maudhu` berdasarkan tanda-tanda tanpa melihat pada sanad. Ibn Qayyim mengatakan bahwa masalah ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang mempunyai penguasaan yang mendalam ketika mengenali hadist yang sahih.23 Ada beberapa kaidah yang dihimpunkan oleh ulama yang dijadikan sebagai tanda untuk mengetahui kepalsuan suatu hadist berdasarkan pada matan, di antaranya:
a. Bertentangan dengan nas al-Quran. Contohnya hadist yang berkenaan dengan umur dunia hanya tujuh ribu tahun, hadist ini merupakan suatu kedustaan karena seandainya hadist tersebut sahih pasti setiap orang akan mengetahui jarak waktu saat ini hingga hari kiamat. Hal ini bertentangan dengan ayat al-Quran yang menyebutkan bahwa hari kiamat adalah hal gaib yang hanya diketahui oleh Allah.
b. Bertentangan dengan Sunnah. Setiap hadist yang memberi makna kepada kerusakan, kezaliman, sia-sia, pujian yang batil, celaan yang benar, semuanya tidak berhubungan dengan Nabi. Contohnya hadist tentang orang yang bernama Muhammad dan Ahmad tidak akan masuk Neraka, hadist ini bertentangan dengan ajaran Islam, karena orang tidak dapat diselamatkan dari Neraka hanya karena nama atau gelar, akan tetapi diperoleh melalui iman dan amal salih.
c. Bertentangan dengan ijma. Setiap hadist yang menyebutkan dengan jelas tentang wasiat Nabi kepada Ali bin Abi Thalib atau pemerintahannya adalah maudhu`. Karena pada dasarnya Nabi tidak pernah menyebut tentang seorangpun sebagai khalifah setelah wafat.
d. Kandungan hadist yang mengada-ada dalam pemberian pahala terhadap sesuatu amalan kecil dan ancaman yang besar terhadap perbuatan yang buruk. Contohnya "Barangsiapa yang salat dhuha sekian rakaat, akan diberi pahala tujuh puluh orang Nabi." Begitu juga dengan hadist "Siapa yang berkata La Ilaha Illallah, Allah akan mencipta seekor burung dari kalimat tersebut yang mempunyai tujuh puluh ribu lidah. Setiap lidah mempunyai tujuh puluh ribu bahasa. Lidah-lidah ini akan memohon keampunan untuknya."
e. Kandungan hadist yang tidak dapat diterima oleh akal, seperti hadist "Terong itu mengikuti apa yang diniat ketika memakannya"atau "terong itu penyembuh bagi setiap penyakit."
     Inilah cara yang dilakukan oleh ulama dalam menentukan suatu matan hadist benar-benar seperti yang diucapkan oleh Nabi, yaitu dengan membandingkan riwayatriwayat yang diterima dengan al-Quran dan hadist-hadist yang sahih. Jika riwayat tersebut menyalahi al-Quran dan hadist yang sahih, dan tidak dapat ditakwilkan, maka akan dinilai sebagai hadist yang lemah atau maudhu`. Ulama sepakat bahwa memalsukan hadist hukumnya haram mutlak.24 Akan tetapi kelompok Karamiyah memiliki pendapat yang berbeda, mereka membolehkan membuat hadist berkenaan dengan targhib dan tarhib, dengan tujuan agar masyarakat taat kepada Allah dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat.25 Dan pendapat ini jelas tertolak karena tidak memiliki dasar yang kuat. Jumhur ulama hadist berpendapat bahwa berdusta termasuk dosa besar. Semua hadist maudhu` tertolak dan tidak bisa dijadikan pegangan. Di samping kesepakatan mengenai keharaman membuat hadist palsu, ulama juga bersepakatmengenaikeharamanmeriwayatkan,tanpamenjelaskan kemaudhu`an dan kedustaannya.
                 Kesimpulan
     Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu menurut para
ulama, dapat disimpulkan bahwa Hadits Maudhu adalah hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahualaihi wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak melakukan dan tidak mentaqrirkannya. Hadits Maudhu bisa berupa perkataan dari seorang pemalsu, baik itu dari golongan orang biasa yang sengaja membuatnya demi kepentingan tetentu, atau para ahli hikmah, orang zuhud, bahkan Israiliyyat. Selain itu bisa juga merupakan kesalahan rawi dalam periwayatan dengan syarat dia mengetahui kesalahan itu namun dia membiarkannya. Kemunculan hadits-hadits palsu berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh Islam. Dimulai dengan terbunuhnya para khalifah sebelum Ali bin Abi Thaalib rodliyallahuanhum, dilanjutkan dengan perseteruan yang semakin memuncak antara kelompok taashub Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah. Sehingga terpecahlah islam menjadi beberapa golongan, yang mana sebagian kaum muslimin yang berselisih ini ingin menguatkan kelompok dan golongan mereka masing-masing dengan al- Quran dan al-Hadits. Dikarenakan mereka tidak menemukan teks yang tegas yang mengukuhkan pendapatnya masing-masing, karena banyaknya pakar al- Quran dan al-Hadits pada saat itu, akhirnya sebagian diantara mereka membuat hadits-hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahualaihi wasallam untuk mendukung golongan masing-masing. Kaidah-kaidah yang telah ditetapkan para ulama hadits sebagai dasar memeriksa benar tidaknya suatu hadits dan untuk mengetahui mana yang shahih dan mana yang maudhu secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu dilihat dari sudut pandang matan dan sanad. Oleh karena itu para ulama hadits tidak mencukupkan dengan memperhatikan sanad hadits saja, bahkan juga mereka memperhatikan matannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H