Mohon tunggu...
TBIO 1 Santi
TBIO 1 Santi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Khas Jember

Tadris Biologi 1

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kemunculan Hadist Maudu' dan Faktor yang Melatarbelakanginya

26 Mei 2022   20:40 Diperbarui: 26 Mei 2022   20:56 3041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

a. Melalui pengakuan dari perawi tersebut yang menyatakan bahwa dia telah membuat hadist-hadist tertentu. Ini adalah bukti yang paling kuat untuk menilai suatu hadist. Hal ini dilihat pada pengakuan yang dibuat oleh beberapa individu yang mengaku telah menciptakan hadist.

b. Melihat tanda-tanda atau bukti yang dianggap seperti pengakuan dan pemalsu hadist. Cara ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan mengetahui tahun lahir dan kematian perawi, serta melacak negeri- negeri yang pernah dikunjunginya. Oleh sebab itu, ulama hadist membagi perawi kepada beberapa peringkat dan mengenali mereka dari semua sudut sehingga tidak tersembunyi sesuatupun keadaan perawi tersebut.

c. Dengan melihat pada perawi yang telah di kenal dan dinyatakan sebagai pendusta. Baik melalui suatu riwayat yang berbeda dengaan riwayat yang sahih, dan tidak ada perawi tsiqah  yang meriwayatkannya. 

2. Ciri-ciri hadist maudhu` pada matan

           Selain berdasarkan kepada kedudukan seorang perawi, hadist maudhu` juga bisa dilihat berdasarkan matan hadist. Ibnu Qayyim pernah ditanya apakah bisa mengenali suatu hadist maudhu` berdasarkan tanda-tanda tanpa melihat pada sanad. Ibn Qayyim mengatakan bahwa masalah ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang mempunyai penguasaan yang mendalam ketika mengenali hadist yang sahih.23 Ada beberapa kaidah yang dihimpunkan oleh ulama yang dijadikan sebagai tanda untuk mengetahui kepalsuan suatu hadist berdasarkan pada matan, di antaranya:

a. Bertentangan dengan nas al-Quran. Contohnya hadist yang berkenaan dengan umur dunia hanya tujuh ribu tahun, hadist ini merupakan suatu kedustaan karena seandainya hadist tersebut sahih pasti setiap orang akan mengetahui jarak waktu saat ini hingga hari kiamat. Hal ini bertentangan dengan ayat al-Quran yang menyebutkan bahwa hari kiamat adalah hal gaib yang hanya diketahui oleh Allah.

b. Bertentangan dengan Sunnah. Setiap hadist yang memberi makna kepada kerusakan, kezaliman, sia-sia, pujian yang batil, celaan yang benar, semuanya tidak berhubungan dengan Nabi. Contohnya hadist tentang orang yang bernama Muhammad dan Ahmad tidak akan masuk Neraka, hadist ini bertentangan dengan ajaran Islam, karena orang tidak dapat diselamatkan dari Neraka hanya karena nama atau gelar, akan tetapi diperoleh melalui iman dan amal salih.

c. Bertentangan dengan ijma. Setiap hadist yang menyebutkan dengan jelas tentang wasiat Nabi kepada Ali bin Abi Thalib atau pemerintahannya adalah maudhu`. Karena pada dasarnya Nabi tidak pernah menyebut tentang seorangpun sebagai khalifah setelah wafat.

d. Kandungan hadist yang mengada-ada dalam pemberian pahala terhadap sesuatu amalan kecil dan ancaman yang besar terhadap perbuatan yang buruk. Contohnya "Barangsiapa yang salat dhuha sekian rakaat, akan diberi pahala tujuh puluh orang Nabi." Begitu juga dengan hadist "Siapa yang berkata La Ilaha Illallah, Allah akan mencipta seekor burung dari kalimat tersebut yang mempunyai tujuh puluh ribu lidah. Setiap lidah mempunyai tujuh puluh ribu bahasa. Lidah-lidah ini akan memohon keampunan untuknya."

e. Kandungan hadist yang tidak dapat diterima oleh akal, seperti hadist "Terong itu mengikuti apa yang diniat ketika memakannya"atau "terong itu penyembuh bagi setiap penyakit."

         Inilah cara yang dilakukan oleh ulama dalam menentukan suatu matan hadist benar-benar seperti yang diucapkan oleh Nabi, yaitu dengan membandingkan riwayatriwayat yang diterima dengan al-Quran dan hadist-hadist yang sahih. Jika riwayat tersebut menyalahi al-Quran dan hadist yang sahih, dan tidak dapat ditakwilkan, maka akan dinilai sebagai hadist yang lemah atau maudhu`. Ulama sepakat bahwa memalsukan hadist hukumnya haram mutlak.24 Akan tetapi kelompok Karamiyah memiliki pendapat yang berbeda, mereka membolehkan membuat hadist berkenaan dengan targhib dan tarhib, dengan tujuan agar masyarakat taat kepada Allah dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat.25 Dan pendapat ini jelas tertolak karena tidak memiliki dasar yang kuat. Jumhur ulama hadist berpendapat bahwa berdusta termasuk dosa besar. Semua hadist maudhu` tertolak dan tidak bisa dijadikan pegangan. Di samping kesepakatan mengenai keharaman membuat hadist palsu, ulama juga bersepakatmengenaikeharamanmeriwayatkan,tanpamenjelaskan kemaudhu`an dan kedustaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun