c. Bertentangan dengan nash al-Qur`an, as-Sunnah, atau Ijma yang pasti dan hadits tersebut tidak mungkin dibawa pada makna yang benar. Contoh Hadits Maudhu yang maknanya bertentangan dengan al-Quran, ialah hadits:
 Artinya: "Anak zina itu,tidak dapat masuk surga, sampai tujuh keturunan."18
Makna hadits ini bertentangan dengan kandungan ayat al-Quran :
Artinya: "Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain."
Kandungan ayat tersebut menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orang lain, sampai seorang anak sekalian tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.
d. Bertentangan dengan fakta sejarah pada jaman Rasulullah shollallahualaihi wasallam. Seperti hadis yang mengatakan bahwa Rasulullah shollallahualaihi wasallam menggugurkan kewajiban membayar jizyah atas orang yahudi Khoibar yang ditulis oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan disaksikan oleh Saad bin Muadz.Padahal telah maruf dalam sejarah bahwa jizyah itu belum disyariatkan saat peristiwa perang Khoibar yang terjadi pada tahun ke-7 hijriyah, karena jizyah baru disyariatkan saat perang Tabuk pada tahun ke-9 hijriyah. Juga Saad bin Muadz meninggal dunia ketika perang Khondaq, dua tahun sebelum peristiwa Khoibar. Sedangkan Muawiyah baru masuk Islam pada waktu Fathu Makkah pada tahun ke-8 hijriyah.
e. Menyebutkan pahala yang terlalu besar untuk amal yang terlalu ringan atau ancaman yang terlalu besar untuk sebuah dosa yang kecil.
Hadits-hadits semacam ini banyak ditemukan dalam kitab-kitab
mauizhah. Contoh :
Artinya: "Barang siapa mengucapkan tahlil (laa ilaaha illallah) maka Allah subhaanahuwataala. menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya."
Bahkan perasaan halus yang diperoleh dari menyelami hadits secara mendalam, dapat juga dijadikan pertimbangan dalam menentukan Hadits Maudhu. Al-Rabi Ibn Khaitsam berkata:
"Bahwasannya diantara hadits, ada yang bersinar, kita dapat mengetahuinya dengan sinar itu, dan bahwa diantara hadits ada hadits yang gelap sebagaimana kegelapan malam, kita mengetahuinya dengan itu."
Seseorang yang dapat mengetahui identitas kepalsuan sebuah hadits, tentu saja berasal dari kalangan para ulama yang telah menguasai betul mengenai seluk-beluk hadits dan ilmu-ilmu lain yang dapat mendukung seseorang mengetahui bahwa sebuah hadits adalah palsu. Inilah kaidah yang telah ditetapkan para ulama hadits sebagai dasar memeriksa benar tidaknya suatu hadits dan untuk mengetahui mana yang shahih dan mana yang maudhu. Dengan memperhatikan apa yang telah dijelaskan ini, nyatalah bahwa para ulama hadits tidak mencukupkan dengan memperhatikan sanad hadits saja, bahkan juga mereka memperhatikan matannya.
E. Upaya Penyelamatan Hadits
     Terdapat beberapa alasan orang membuat hadits palsu, di antaranya:
1. Membuat kisah dan nasihat yang menarik
     Untuk menarik perhatian orang awam, adakalanya orang suka membuat kisah kisah yang tidak masuk akal, sehingga membuat banyak orang takjub. Dengan harapan banyak orang yang mengundangnya untuk berceramah dan memperoleh upah. Maka dia membuat hadits palsu sebagai berikut: