Mohon tunggu...
Tarie Kertodikromo
Tarie Kertodikromo Mohon Tunggu... profesional -

Pekerja lepas di bidang penulisan, komunikasi, penyelenggaraan event, juga relawan untuk berbagai kegiatan sosial, salah satunya di 1001buku. Kontak lain: FB: Tarie Kertodikromo YM: magicpie2005 Twitter: @mlletarie Blog: http://tariekertodikromo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Membingkai Hati (2)

25 April 2012   11:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:07 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kuminta ia biarkan aku bicara dengan ayah tirinya. Nadia mengatakan ayahnya sedang pergi ke luar dengan sepeda motor, mungkin ke kampung seberang atau mengarah ke Tanjung Priok. Ia memintaku datang nanti malam di rumah bordil Deisye di mana ayahnya akan mengantarnya bekerja.

Aku menghela napas panjang. Aku takut terlambat datang malam nanti dan melihat Nadia sudah bekerja di lokasi prostitusi itu.

Aku meninggalkan rumah Nadia dan kembali ke perpustakaan. Beberapa anak berada di dalamnya sibuk membaca dan berdiskusi mengenai buku yang ada dalam genggaman mereka.

Aku memutuskan untuk menunggu ayah Nadia pulang di sini. Sebelum pukul tujuh aku sudah berada di rumah bordil yang gadis itu sebutkan. Aku tak yakin berani datang sendirian ke tempat itu, seharusnya ada laki-laki yang menemaniku atau perempuan gagah yang siap membelaku bila ada lelaki hidung belang menggangguku.

Mendadak wajah Jessica tebersit dalam pikiranku. Di saat seperti ini aku sangat mengharapkan kehadirannya. Apakah ia mungkin akan tiba-tiba hadir di depanku, seperti ia selalu datang di saat aku benar-benar membutuhkan pertolongan.

Aku mengenyahkan pikiran konyol itu. Jessica bukan malaikat pelindungku. Aku memiliki malaikat pelindung sejati dan Tuhan yang selalu setia menemaniku, bahkan di saat orang-orang yang kusayangi tak berada di sisiku lagi.

"Aku akan menemanimu," ucap Yeni tiba-tiba, "aku tidak ingin menyesal tidak melakukannya jika semuanya sudah terlambat. Aku bersedia menggantikan Nadia melacur asalkan dia bisa melanjutkan sekolah."

Aku terkesiap. "Tidak perlu seekstrim itu, Yen. Masih ada cara lain."

"Itu karena kamu punya uang, dan kamu bisa gunakan uangmu untuk membayar apa pun yang kamu inginkan. Sementara bagiku yang miskin, mungkin hanya pengorbanan seperti itu yang bisa kulakukan untuk menyelamatkan Nadia."

"Baiklah, tapi biar aku yang berkorban untuknya kali ini. Jangan ikut-ikutan bodoh dengan menjual tubuh untuk perjuangan hidup. Itu berarti kita mendukung perbuatan itu."

Yeni menyerah dan tak mengeluarkan ide bodohnya lagi. Namun kuakui perkataannya benar, aku lebih beruntung darinya yang mampu menggunakan uangku, tepatnya uang mamaku untuk mewujudkan apa yang kuinginkan, termasuk menyelamatkan orang lain. Jika aku berada di posisinya, aku tak tahu apa yang dapat kulakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun