Aku menepis tangannya yang tercium aroma minuman keras.
"Baik. Lima kali lipat. Ini penawaran terakhir. Jika uang halal saja tidak dapat membeli hati Bapak yang jahat, mungkin Tuhan juga enggan mendekat. Berarti ini di luar kekuasaan saya dan saya tak boleh menyalahkan diri saya karena tak mampu menolong Nadia.
Aku sudah hendak beranjak dari hadapan lelaki menyebalkan itu, saat ia mengatakan setuju untuk menerima lima kali lipat pembayaran dari yang kutawarkan semula. Aku akan memberinya hampir empat juta rupiah setiap bulan untuk menyelamatkan keperawanan seorang anak perempuan.
"Saya berikan setengahnya besok," kataku seperti permintaannya, "sisanya akhir bulan ini. Tapi pastikan tidak ada lelaki yang menyentuh Nadia. Termasuk Bapak."
Lelaki itu tertawa terbahak-bahak.
"Saya serius. Sedikit saja Bapak menyentuh kulitnya, saya tidak segan-segan membalas perbuatan Bapak."
"Baiklah, Malaikat Cantik," katanya sambil menyentuh pipiku dengan ujung telunjuknya.
Aku menghempaskannya dan menatap matanya tajam menampakkan kemarahanku.
"Satu lagi. Setelah sembuh dari sakit, ibu Nadia tidak boleh bekerja melacur lagi. Jadi uang empat juta sudah termasuk menyelamatkan ibunya."
"Ya, ya. Rasanya empat juta cukup untuk makan keluarga kami sebulan."
"Agar uang itu tidak habis untuk mabuk-mabukan, dua juta saya berikan pada Bapak, sedangkan dua juta lagi saya berikan pada ibu Nadia. Bagaimana? Saya harap ibu Nadia dapat menyimpannya untuk kebutuhan kalian nanti setelah Nadia lulus sekolah dan saya tak perlu menggajinya."