Prinsip perhatian adalah pemusatan pikiran pada suatu masalah atau objek tertentu. Agar para pendengar mau memperhatikan dengan baik, maka seorang pembicara harus mampu menarik perhatian, di antaranya :
- Hal-hal yang aneh
Jika seorang pembicara dapat memberikan contoh-contoh yang aneh, maka pendengar akan terpukau perhatiannya dan timbul rasa ingin mendengarkan apa yang disampaikan pembicara.
- Hal-hal yang lucu
Hal-hal lucu juga akan menarik perhatian. Untuk mendapatkan hal-hal yang lucu seseorang harus menuntun terlebih dahulu jalan pikiran pendengarnya.
- Hal-hal yang mencolok (dominan)
Cara ini dapat digunakan untuk menarik perhatian pendengar, pokok pembicaraan yang penting pengucapannya harus dilambatkan atau dikeraskan.
- Hal-hal yang sesuai dengan kebutuhan
Pendengar akan tertarik perhatiannya jika ada pembicaraan yang menyangkut kepentingannya dan kebutuhannya.
Berbicara Sesuai Tujuan
Menurut Tarigan (1998:49) tujuan pembicara biasanya dapat dibedakan atas lima golongan yakni:
- Berbicara untuk Menghibur
      Berbicara untuk menghibur para pendengar, pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti humor, spontanitas, kisah-kisah jenaka, dan sebagainya. Menghibur adalah membuat orang tertawa dengan hal-hal yang dapat menyenangkan hati. Menciptakan suatu suasana keriangan dengan cara menggembirakan. Sasaran diarahkan kepada perisiwa-peristiwa kemanusiaan yang penuh kelucuan dan kegelian yang sederhana. Media yang sering dipakai dalam berbicara untuk menghibur adalah seni bercerita atau mendongeng ( the art of story-telling), lebih-lebih cerita yang lucu, jenaka, dan menggelikan. Pada saat pembicara atau si tukang dongeng beraksi, para partisipan dapat tertawa bersama-sama dengan penuh kegembiraan dan kekeluargaan atau persahabatan.
- Berbicara untuk MenginformasikanÂ
Berbicara untuk tujuan menginformasikan dilaksanakan kalau seseorang berkeinginan untuk :
- menerangkan atau menjelaskan sesuatu proses;
- memberi atau menanamkan pengetahuan;
- menguraikan, menafsirkan, atau mengiterpretasikan sesuatu hal;menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antara benda,hal, atau peristiwa.
- Berbicara untuk MenstimulasiÂ
       Berbicara untuk tujuan menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dari berbicara untuk menghibur atau berbicara untuk menginformasikan, sebab pembicara harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya. Berdasarkan keadaan itulah pembicara membakar semangat dan emosi pendengarnya sehingga pada akhirnya pendengar tergerak untuk mengerjakan apa-apa yang dikehendaki pembicara.
- Berbicara untuk MeyakinkanÂ
      Tujuan utama berbicara untuk meyakinkan ialah meyakinkan pendengarnya akan sesuatu. Melalui pembicaraan yang meyakinkan, sikap pendengar dapat diubah misalnya dari sikap menolak menjadi sikap menerima. Misalnya bila seseorang atau sekelompok orang tidak menyetujui suatu rencana, pendapat atau putusan orang lain, maka orang atau kelompok tersebut perlu diyakinkan bahwa sikap mereka tidak benar. Melalui pembicara yang terampil dan disertai dengan bukti ,fakta contoh, dan ilustrasi yang mengena, sikap itu dapat diubah dari tak setuju menjadi setuju.
- Berbicara untuk Menggerakkan
      Di dalam berbicara atau berpidato menggerakkan massa yaitu pendengar berbuat, bertindak, atau beraksi seperti yang dikehendaki pembicara merupakan kelanjutan, pertumbuhan, atau perkembangan berbicara untuk meyakinkan. Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, panutan, atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya berbicara, kelihatannya membakar emosi, kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu – jiwa massa, pembicara dapat menggerakkan pendengarnya. Misalnya, bung Tomo dapat membakar semangat dan emosi para pemuda di Surabaya, sehingga mereka berani mati mempertahankan tanah air.
Jenis-Jenis Berbicara
      Dalam interaksi berbicara sehari-hari, sering kita memperhatikan; ada diskusi, ada percakapan, ada pidato menjelaskan, ada pidato menghibur, ada ceramah, ada bertelepon, dan sebagainya. Mungkin Anda bertanya dalam hati, mengapa ada berbagai jenis kegiatan berbicara seperti itu. Jawabannya ada lima landasan yang digunakan dalam mengklasifikasi berbicara, yakni:
- tujuan,
- situasi,
- metode penyampaian,
- jumlah pendengar, dan
- peristiwa khusus.
      Berdasarkan hal itu, maka berbicara dapat dilihat dari tiga aspek, yakni (1) fungsional, (2) memperhatikan jumlah pembicaranya, serta (3) konsep dasar berbicara, maka jenis-jenis berbicara dapat dilihat, sebagai berikut.
- Berbicara berdasarkan tujuannya.
Berbicara memberitahukan, melaporkan dan menginformasikan
Berbicara termasuk bagian ini untuk bertujuan memberitahukan, melaporkan dan menginformasikan dilakukan jika seseorang menjelaskan sesuatu proses, menguraikan, menafsirkan sesuatu, menyebarkan dan menamkan sesuatu, dan sebagainya.
- Bicara membujuk, mengajak, meyakinkan
Yang termasuk dalam hal ini, jika pembicara berusaha membangkitkan inspirasi, kemauan atau meminta pendengarnya melakukan sesuatu. Misalnya, guru membangkitkan semangat dan gairah belajar siswanya melalui nasihat-nasihat. Dalam kegiatan yang masuk bagian ini si pembicara harus pintar merayu, mempengaruhi dan meyakinkan pendengarnya. Oleh karena itu, ada sebagian pandangan yang mengatakan orang pintar merayu, memiliki talenta dan retorika yang memikat. Orang-orang yang pintar merayu dan meyakinkan bisa membuat sikap pendengar dapat diubah, dari menolak menjadi menerima. Bukti, fakta atau contoh yang tepat yang disodorkan dalam pembicaraan akan membuat pendengar menjadi yakin.
- Bicara menghibur
Bicara untuk menghibut memerlukan kemampuan menarik perhatian pendengar. Suasana pembicaraan bersifat santai dan penuh canda. Humor dan segar, baik dalam gerak, cara bicara dan menggunakan kalimat memikat pendengar. Berbicara menghibur biasanya dilakukan pelawak dalam suatu pentas. Pada waktu dahulu para pendongeng adalah orang-orang yang pintar berbicara menghibur melalui cerita yang disampaikannya.
- Berbicara berdasarkan situasinya
- Berbicara formal
Dalam situasi formal, pembicara dituntut harus bicara formal.
Misalnya, ceramah, wawancara, mengajar untuk para guru.
- Berbicara informal
Dalam situasi formal, pembicara dituntut harus bicara informal.
Misalnya, bersenda gurau, bertelepon.
Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya
- Berbicara mendadak (spontan)
Berbicara mendadak terjadi jika seseorang tanpa direncanakan sebelumnya harus berbicara di depan umum.
- Berbicara berdasarkan catatan
Dalam berbicara seperti ini, pembicara menggunakan catatan kecil pada kartu-kartu yang telah disiapkan sebelumnya dan telah menguasai materi pembicaraan sebelum tampil di muka umum.
- Berbicara berdasakan hafalan