Mohon tunggu...
Tantri Wuragil
Tantri Wuragil Mohon Tunggu... Guru - SMP Angkasa

Kepala Sekolah SMP Angkasa Colomadu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peningkatan Keterampilan Berbicara di Kelas

4 Agustus 2023   16:05 Diperbarui: 4 Agustus 2023   16:12 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PENGANTAR PENULIS

            Berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang  memegang peranan sangat penting baik dalam dunia pendidikan maupun dalam peranan sosial kehidupan manusia. Kemampuan berbicara seseorang turut menentukan kesuksesan dan identitas dirinya dalam ranah pergaulan bermasyarakat, bahkan pada umumnya masyarakat beranggapan bahwa keterampilan berbicara seseorang menandai tingkat kecerdasan, pengetahuan, dan wawasan seseorang. Kiranya dapat dipahami karena berbicara merupakan ungkapan gagasan yang tertuang dalam wujud komunikasi bahasa lisan dengan maksud dan tujuan yang akan dicapai.Ketidaktepatan berbicara berakibat pada kesalahpahaman dan kesalahan berbicara dapat berakibat timbulnya perselisihan, maka dibutuhkan kaidah-kaidah dan teknik berbicara agar tercapai pada tujuan yang dimaksud. Dengan demikian berbicara sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa  membutuhkan pembelajaran.

            Buku kecil ini disusun untuk membantu peserta didik di jenjang Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) Angkasa untuk mempelajari seluk beluk keterampilan berbicara di kelas. Penulis bertujuan agar peserta didik mengetahui teknik-teknik berbicara, kesantunan berbicara dan hambatan-hambatan dalam berbicara yang bermuara menepis anggapan masyarakat bahwa keterampilan berbicara seseorang sebagai talenta yang diwarisi secara genetis.

            Dalam kesempatan ini saya ucapkan terimakasih kepada Bapak Joko Santoso, SH.SHi dengan segala arahan dan bimbingannya dengan tujuan yang mulia agar kelak kami benar-benar mampu membuat buku yang berkualitas yang bermanfaat untuk banyak pihak. Buku ini disajikan dengan segala kekurangannya, segala tegur sapa demi perbaikan buku ini disambut dengan terbuka dan dengan rasa senang hati.

Karanganyar, 3 Juli  2023

Tantri Wuragil

 

Bab I

PENDAHULUAN

 

Pengertian Berbicara

            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 196) tertulis bahwa berbicara adalah “berkata, bercakap, berbahasa atau melahirkan pendapat (dengan perkataan, tulisan, dan sebagainya) atau berunding”.

  • Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain (Depdikbud, 1984:3/1985:7). Pengertiannya secara khusus banyak dikemukakan oleh para pakar. Henry Guntur Tarigan (2015:16), mengemukakan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sedangkan sebagai bentuk atau wujudnya berbicara disebut sebagai suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
  • Sty Slamet (2007:12) menjelaskan bahwa berbicara adalah kegiatan mengekspresikan gagasan, perasaan, dan kehendak pembicara yang perlu diungkapkan kepada orang lain dalam bentuk ujaran. Sedangkan menurut Sabarti Ahdiah (1992:3) berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Selanjutnya Nurhatim (2009:1) berbicara adalah bentuk komunikasi verbal yang dilakukan manusia dalam rangka pengungkapan gagasan dan ide yang telah disusun dalam pikiran. Secara sederhana (Suhendar, 2001: 20) mendefinisikan berbicara adalah proses perubahan wujud pikiran  atau perasaan menjadi wujud ujaran.

 

Konsep Dasar dan Faktor-faktor Penunjang Keterampilan Berbicara

  • Konsep Dasar Berbicara
  • Berbicara dan menyimak adalah dua keterampilan Resiprokal
  • Berbicara adalah proses individu berkomunikasi
  • Berbicara ekspresi kreatif
  • Berbicara adalah tingkah laku
  • Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari
  • Berbicara distimulasikan oleh pengalaman
  • Berbicara adalah alat memperluas cakrawala
  • Berbicara berkaitan erat dengan kemampuan linguistik dan lingkungan
  • Berbicara adalah pancaran pribadi

Faktor-faktor Penunjang Keterampilan Berbicara

            Berbicara di depan kelas memerlukan teknik-teknik tertentu. Penguasaan teknik yang digunakan untuk menyajikan pikiran dan gagasan merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon pembicara. Beberapa syarat yang dimaksud dalah sebagai berikut :

  • Memiliki Keberanian dan Tekad yang Kuat

            Keberanian merupakan hal yang sangat mendasar. Tanpa keberanian atau keberanian yang setengah-setengah akan megakibatkan kacaunya pembicaraan. Hal lain yang perlu dimiliki pembicara adalah keyakinan atau tekad yang kuat. Tekad yang kuat akan menghilangkan keraguan dan menambah kepercayaan terhadap diri sendiri.

  • Memahami Materi 

            Seorang pembicara harus menguasai materi yang sedang dibahas di kelas sehingga dapat menyampaikan gagasan-gagasan secara lancar,  teratur, dan sesuai isi bahasan.

  • Memahami Proses Komunikasi di Kelas

            Untuk memahami proses komunikasi massa, pembicara dapat mengawali dengan analisis pendengar dan situasi yang akan membantu pembicara agar dapat bereaksi dengan cepat dan tepat.

  • Menguasai Bahasa yang Baik,  Efektif, dan Komunikatif

            Agar pembicara mampu berbahasa dengan baik, efektif dan komunikatif maka    harus menguasai perbendaharaan kosakata yang memadai, dengan kosakata yang memadai, pembicara akan mampu berimprovisasi dengan baik pula. Tanpa bahasa yang baik dan lancar, seseorang akan gagal berbicara karena bahasa yang kacau dan tidak mampu mewakili gagasan-gagasan akan mengganggu penyampaian pesan yang disampaikan. Penguasaan bahasa tersebut termasuk lafal, singkatan, istilah, dan sebagainya.

            Penelitian Faheem Akbar (2012) menunjukkan bahwa  kurangnya penguasaan kosa kata membuat  peserta didik tersandung dan ragu-ragu dalam  berbicara, karena kata-kata mendahului proses komunikasi. Aptitude unutuk mencapai produksi lisan suskses adalah kesetaraan sukses belajar bahasa (Kosar, 2014).

  • Pelatihan yang Memadai

            Pelatihan merupakan hal yang sangat penting dalam berbicara, semakin banyak latihan maka akan semakin mudah dan terampil berbicara. Kefasihan berbicara adalah keterampilan yang dilatih ( Yingjie, 2014). Untuk mencapai keterampilan berbicara yang baik dibutuhkan  upaya tak kenal lelah dengan tekat kuat dan latihan teratur ( Biswajit, 2014).

  • Relevansi Berbicara dengan Keterampilan Bahasa Lainnya

            Aspek-aspek keterampilan bahasa lainnya yang berkaitan dengan keterampilam berbicara adalah menyimak, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut berkaitan erat, antara berbicara dengan menyimak, berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan membaca.

  • Hubungan Berbicara dengan Menyimak

            Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tak terpisahkan. Kegiatan menyimak didahului oleh kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi dan berpadu menjadi komunikasi lisan, seperti dalam bercakap-cakap, diskusi, bertelepon, tanya-jawab, interview, dan sebagainya.

            Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi, tidak ada gunanya orang berbicara bila tidak ada orang yang menyimak. Tidak mungkin orang menyimak bila tidak ada orang yang berbicara. Melalui kegiatan menyimak siswa mengenal ucapan kata, struktur kata, dan struktur kalimat.

            Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya. Pembicara yang baik mampu memberikan contoh agar dapat ditiru oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan.

            Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan berbahasa lisan, dua-duanya berkaitan dengan bunyi bahasa. Dalam berbicara seseorang menyampaikan informasi melalui suara atau bunyi bahasa, sedangkan dalam menyimak seseorang mendapat informasi melalui ucapan atau suara.

            Berbicara dan menyimak merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan, kegiatan berbicara selalu disertai kegiatan menyimak, demikian pula kegiatan menyimak akan didahului kegiatan berbicara. Keduanya sama-sama penting dalam komunikasi.  Berbicara dan menyimak  merupakan kegiatan komunikasi komunikasi dua arah yang lansung serta merupakan komunikasi tatap muka face to face comunication ( Brooks, dalam Tarigan, 2015 : 4 ).

  • Hubungan Berbicara dengan Membaca

Berbicara dan membaca berbeda dalam sifat, sarana, dan fungsi. Berbicara bersifat produktif, ekspresif melalui sarana bahasa lisan dan berfungsi sebagai penyebar informasi. Membaca bersifat reseptif melalui sarana bahasa tulis dan berfungsi sebagai penerima informasi.

Bahan pembicaraan sebagian besar didapat melalui kegiatan membaca. Semakin sering orang membaca semakin banyak informasi yang diperolehnya. Hal ini merupakan pendorong bagi yang bersangkutan untuk mengekspresikan kembali informasi yang diperolehnya antara lain melalui berbicara.


Hubungan Berbicara dengan Menulis

  • Kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis bersifat produktif-ekspresif. Kedua kegiatan itu berfungsi sebagai penyampai informasi. Penyampaian informasi melalui kegiatan berbicara disalurkan melalui bahasa lisan, sedangkan penyampaian informasi dalam kegiatan menulis disalurkan melalui bahasa tulis.
  • Informasi yang digunakan dalam berbicara dan menulis diperoleh melalui kegiatan menyimak ataupun membaca. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan dalam kegiatan berbicara menunjang keterampilan menulis. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan menunjang keterampilan berbicara.
  •  

Bab II

TEKNIK, PRINSIP, TUJUAN DAN
JENIS-JENIS BERBICARA

  • Teknik Berbicara

            Teknik berbicara efektif adalah berbicara secara menarik dan jelas sehingga dapat dimengerti dan mencapai tujuan yang diharapkan di dalam komunikasi. Teknik berbicara di dalam berkomunikasi harus menyesuaikan diri antara komunikator dan komunikan kepada pesan (message) yang dipercakapkan. Secara sederhana, teknik berbicara di dalam komunikasi secara aktif dan efektif adalah sebagai berikut : 

  • Memilih pokok persoalan untuk dibicarakan
  • Berbicara diiringi dengan bantuan gerak gerik
  • Menyesuaikan situasi dengan lawan bicara dengan baik
  • Menghargai dan menghormati lawan bicara dengan baik
  • Menanggapi setiap reaksi, saran, usul dari lawan bicara
  • Prinsip-Prinsip Berbicara

Prinsip Berbicara Efektif  

            Berbicara efektif prinsipnya adalah berbahasa seperlunya dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu kita juga harus memperhatikan tata cara dan adat sopan santun yang berlaku di lingkungan masyarakat agar pembicaraannya dapat berjalan dan berlangsung dengan lancar. Agar dapat berbicara dengan efektif, kita perlu mengetahui prinsip-prinsipnya, diantaranya :

  • Memberi kesempatan berbicara kepada lawan bicara
  • Menatap bergantian secara sopan
  • Berbicara secara jelas, mengerti dan jangan berbisik
  • Menghayati pokok-pokok pembicaraan yang akan disampaikan.

            Berbicara efektif hendaknya mengemukakan ide-ide, pandangan-pandangan pemikiran tentang bahan pembicaraan yang akan dibicarakan dalam bentuk tujuan-tujuan.

  • Prinsip Motivasi

            Prinsip motivasi merupakan prinsip memberi dorongan untuk membangkitkan minat bicara terhadap seseorang, kelompok, dan umum. Sedangkan prinsip motivasi yang efektif adalah berbicara secara efektif yang dapat membangkitkan minat para pendengar. Jika para pendengar berminat atau mendengarkan pembicaraan, maka pembicaraan tersebut akan mendatangkan respon yang baik secara umpan balik (feedback).

            Berbicara dengan prinsip motivasi adalah sebagai berikut

  • Memberikan dorongan

Bicara dengan memberikan dorongan yaitu dengan cara mengutarakan pentingnya bahan yang akan dibicarakan.

  • Menokohkan

Menokohkan seseorang atau para pendengar menimbulkan rasa senang dan membesarkan hatinya.

  • Dorongan ingin mengetahui

Cara ini dipergunakan karena pada dasarnya setiap manusia itu selalu mempunyai dorongan ingin mengetahui baik yang menyangkut dirinya, maupun hal-hal lain.

  • Prinsip Perhatian

            Prinsip perhatian adalah pemusatan pikiran pada suatu masalah atau objek tertentu. Agar para pendengar mau memperhatikan dengan baik, maka seorang pembicara harus mampu menarik perhatian, di antaranya :

  • Hal-hal yang aneh

Jika seorang pembicara dapat memberikan contoh-contoh yang aneh, maka pendengar akan terpukau perhatiannya dan timbul rasa ingin mendengarkan apa yang disampaikan pembicara.

  • Hal-hal yang lucu

Hal-hal lucu juga akan menarik perhatian. Untuk mendapatkan hal-hal yang lucu seseorang harus menuntun terlebih dahulu jalan pikiran pendengarnya.

  • Hal-hal yang mencolok (dominan)

Cara ini dapat digunakan untuk menarik perhatian pendengar, pokok pembicaraan yang penting pengucapannya harus dilambatkan atau dikeraskan.

  • Hal-hal yang sesuai dengan kebutuhan

Pendengar akan tertarik perhatiannya jika ada pembicaraan yang menyangkut kepentingannya dan kebutuhannya.

  • Berbicara Sesuai Tujuan

Menurut Tarigan (1998:49) tujuan pembicara biasanya dapat dibedakan atas lima golongan yakni:

  • Berbicara untuk Menghibur

            Berbicara untuk menghibur para pendengar, pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti humor, spontanitas, kisah-kisah jenaka, dan sebagainya. Menghibur adalah membuat orang tertawa dengan hal-hal yang dapat menyenangkan hati. Menciptakan suatu suasana keriangan dengan cara menggembirakan. Sasaran diarahkan kepada perisiwa-peristiwa kemanusiaan yang penuh kelucuan dan kegelian yang sederhana. Media yang sering dipakai dalam berbicara untuk menghibur adalah seni bercerita atau mendongeng ( the art of story-telling), lebih-lebih cerita yang lucu, jenaka, dan menggelikan. Pada saat pembicara atau si tukang dongeng beraksi, para partisipan dapat tertawa bersama-sama dengan penuh kegembiraan dan kekeluargaan atau persahabatan.

  • Berbicara untuk Menginformasikan 

Berbicara untuk tujuan menginformasikan dilaksanakan kalau seseorang berkeinginan untuk :

  • menerangkan atau menjelaskan sesuatu proses;
  • memberi atau menanamkan pengetahuan;
  • menguraikan, menafsirkan, atau mengiterpretasikan sesuatu hal;menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antara benda,hal, atau peristiwa.
  • Berbicara untuk Menstimulasi 

            Berbicara untuk tujuan menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dari berbicara untuk menghibur atau berbicara untuk menginformasikan, sebab pembicara harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya. Berdasarkan keadaan itulah pembicara membakar semangat dan emosi pendengarnya sehingga pada akhirnya pendengar tergerak untuk mengerjakan apa-apa yang dikehendaki pembicara.

  • Berbicara untuk Meyakinkan 

            Tujuan utama berbicara untuk meyakinkan ialah meyakinkan pendengarnya akan sesuatu. Melalui pembicaraan yang meyakinkan, sikap pendengar dapat diubah misalnya dari sikap menolak menjadi sikap menerima. Misalnya bila seseorang atau sekelompok orang tidak menyetujui suatu rencana, pendapat atau putusan orang lain, maka orang atau kelompok tersebut perlu diyakinkan bahwa sikap mereka tidak benar. Melalui pembicara yang terampil dan disertai dengan bukti ,fakta contoh, dan ilustrasi yang mengena, sikap itu dapat diubah dari tak setuju menjadi setuju.

  • Berbicara untuk Menggerakkan

            Di dalam berbicara atau berpidato menggerakkan massa yaitu pendengar berbuat, bertindak, atau beraksi seperti yang dikehendaki pembicara merupakan kelanjutan, pertumbuhan, atau perkembangan berbicara untuk meyakinkan. Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, panutan, atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya berbicara, kelihatannya membakar emosi, kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu – jiwa massa, pembicara dapat menggerakkan pendengarnya. Misalnya, bung Tomo dapat membakar semangat dan emosi para pemuda di Surabaya, sehingga mereka berani mati mempertahankan tanah air.

  • Jenis-Jenis Berbicara

            Dalam interaksi berbicara sehari-hari, sering kita memperhatikan; ada diskusi, ada percakapan, ada pidato menjelaskan, ada pidato menghibur, ada ceramah, ada bertelepon, dan sebagainya. Mungkin Anda bertanya dalam hati, mengapa ada berbagai jenis kegiatan berbicara seperti itu. Jawabannya ada lima landasan yang digunakan dalam mengklasifikasi berbicara, yakni:

  • tujuan,
  • situasi,
  • metode penyampaian,
  • jumlah pendengar, dan
  • peristiwa khusus.

            Berdasarkan hal itu, maka berbicara dapat dilihat dari tiga aspek, yakni (1) fungsional, (2) memperhatikan jumlah pembicaranya, serta (3) konsep dasar berbicara, maka jenis-jenis berbicara dapat dilihat, sebagai berikut.

  • Berbicara berdasarkan tujuannya.

Berbicara memberitahukan, melaporkan dan menginformasikan

Berbicara termasuk bagian ini untuk bertujuan memberitahukan, melaporkan dan menginformasikan dilakukan jika seseorang menjelaskan sesuatu proses, menguraikan, menafsirkan sesuatu, menyebarkan dan menamkan sesuatu, dan sebagainya.

  • Bicara membujuk, mengajak, meyakinkan

Yang termasuk dalam hal ini, jika pembicara berusaha membangkitkan inspirasi, kemauan atau meminta pendengarnya melakukan sesuatu. Misalnya, guru membangkitkan semangat dan gairah belajar siswanya melalui nasihat-nasihat. Dalam kegiatan yang masuk bagian ini si pembicara harus pintar merayu, mempengaruhi dan meyakinkan pendengarnya. Oleh karena itu, ada sebagian pandangan yang mengatakan orang pintar merayu, memiliki talenta dan retorika yang memikat. Orang-orang yang pintar merayu dan meyakinkan bisa membuat sikap pendengar dapat diubah, dari menolak menjadi menerima. Bukti, fakta atau contoh yang tepat yang disodorkan dalam pembicaraan akan membuat pendengar menjadi yakin.

  • Bicara menghibur

Bicara untuk menghibut memerlukan kemampuan menarik perhatian pendengar. Suasana pembicaraan bersifat santai dan penuh canda. Humor dan segar, baik dalam gerak, cara bicara dan menggunakan kalimat memikat pendengar. Berbicara menghibur biasanya dilakukan pelawak dalam suatu pentas. Pada waktu dahulu para pendongeng adalah orang-orang yang pintar berbicara menghibur melalui cerita yang disampaikannya.

  • Berbicara berdasarkan situasinya
  • Berbicara formal

Dalam situasi formal, pembicara dituntut harus bicara formal.

Misalnya, ceramah, wawancara, mengajar untuk para guru.

  • Berbicara informal

Dalam situasi formal, pembicara dituntut harus bicara informal.

Misalnya, bersenda gurau, bertelepon.


Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya

  • Berbicara mendadak (spontan)

Berbicara mendadak terjadi jika seseorang tanpa direncanakan sebelumnya harus berbicara di depan umum.

  • Berbicara berdasarkan catatan

Dalam berbicara seperti ini, pembicara menggunakan catatan kecil pada kartu-kartu yang telah disiapkan sebelumnya dan telah menguasai materi pembicaraan sebelum tampil di muka umum.

  • Berbicara berdasakan hafalan

Pembicara menyiapkan dengan cermat dan menulis dengan lengkap bahan pembicaraannya. Kemudian dihafalkannya kata demi kata, kalimat demi kalimat, dan seterusnya.

Berbicara berdasarkan naskah

Pembicara telah mempersiapkan naskah pembicaan secara tertulis dan dibacakan pada saat berbicara.

  • Berbicara berdasarkan jumlah pendengarnya

Berbicara antarpribadi (bicara empat mata)

Berbicara dalam kelompok kecil ( 3 – 5 orang)

Berbicara dalam kelompok besar (massa)

            Berbicara seperti ini terjadi apabila menghadapi kelompok besar dengan jumlah pendengar yang besar, seperti pada rapat umum, kampanye, dan sebagainya.

Berbicara berdasarkan Peristiwa Khusus

Pidato Presentasi

Pidato Penyambutan

Pidato Perpisahan

Pidato Jamuan (makan malam)

Pidato Perkenalan

Pidato Nominasi (mengunggulkan)

 

  

Bab III

KETEPATAN BERBICARA DAN MENGUKUR KETERAMPILAN BERBICARA

 

  • Ketepatan Berbicara

Ketepatan dalam berbicara meliputi berbagai aspek, baik aspek kebahasan maupun aspek nonkebahasaan. Aspek kebahasan meliputi: ketepatan ucapan, penempatan tekanan nada, sendi atau durasi yang sesuai, pilihan kata, ketepatan penggunaan kalimat serta tata bahasanya, ketepatan sasaran pembicaraan. Sedangkan faktor nonkebahasaan, meliputi sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, pendangan harus diarahkan ke lawan bicara, kesediaan menghargai orang lain, gerak-gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara, kelancaran, relevansi, penalaran, penguasaan topik.

  • Aspek Kebahasaan
  • Ketepatan ucapan 

Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar. Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang digunakan tidak sama. Masing-masing mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai berubah-ubah sesuai dengan pokok maka keefektifan komunikasi akan terganggu. pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Akan tetapi, kalau perbedaan atau perubahan itu terlalu mencolok, sehingga menjadi suatu penyimpangan.

 

  • Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai

Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi akan   merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaian datar saja, dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan keefektifan berbicara tentu berkurang.

  • Pilihan kata (Diksi) 

Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksunya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan sudah kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-kata populer tentu akan lebih efektif daripada kata-kata yang muluk-muluk, dan kata-kata yang berasal dari bahasa asing. Kata-kata yang belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin tahu, namun akan menghambat kelancaran komunikasi. Selain itu, hendaknya dipilih kata-kata yang konkret sehingga mudah dipahami pendengar. Kata-kata konkret menunjukkan aktivitas akan lebih mudah dipahami pembicara . Namun, pilihan kata itu tentu harus kita sesuiakan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa berbicara (pendengar).

Diksi adalah kemampuan pembicara atau penulis dalam memilih kata-kata untuk menyusunnya menjadi rangkaian kelimat yang sesuai dengan keselarasan dari segi konteks. Orang yang memiliki kemampuan memilih kata adalah:

  • menguasai kosakata,
  • memahami makna kata tersebut,
  • memahami cara pembentukannya,
  • memahami hubungan-hubungannya,
  • memahami cara merangkaikan kata menjadi kalimat yang memenuhi kaidah struktural dan logis.

Ada 6 kriteria yang dapat digunakan untuk memilih kata, yaitu:

  • Humanistis Antropologis
  • Linguistik Pragmatis
  • Sifat Ekonomis
  • Psikologis
  • Sosiologis
  • Politis

Berdasarkan kriteria tersebut dapat digunakan beberapa cara untuk memilih kata, yaitu melihatnya dari segi:

  • bentuk kata,
  • baku tidaknya kata,
  • makna kata,
  • konkret atau abstraknya kata,
  • keumuman dan kekhususan kata,
  • menggunakan gaya bahasa/majas,
  • idiom.
  • Ketepatan sasaran pembicaraan

Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran. Sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat. Kalimat efektif memiliki ciri utuh, berpautan, pemusatan perhatian, dan kehematan. Keutuhan kalimat terlihat pada lengkap tidaknya unsur-unsur kalimat. Pertautan kalimat terlihat pada kompak tidaknya hubungan pertalian antara unsur dalam kalimat, hubungan tersebut harus jelas dan logis. Pemusatan perhatian kalimat ditandai dengan adanya penempatan bagian kalimat yang penting pada awal atau akhir kalimat.

  • Aspek Nonkebahasaan

Ketepatan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan seperti yang sudah diuraikan di atas, tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicaraan formal, faktor nonkebahasaan ini sangat mempengaruhi keefektifan berbicara. Dalam proses belajar-mengajar berbicara, sebaliknya faktor nonkebahasaan ini ditanamkan terlebih dahulu, Ketika berbicara di depan umum, mahasiswa juga membutuhkan ilmu retorika untuk menunjang kualitas pembicaraannya. Selain itu, digunakan untuk meyakinkan pendengar akan kebenaran gagasan/topik yang dibicarakan. Namun pada kenyataannya, tidak banyak mahasiswa yang mampu menggunakan dengan baik dan efektif. Oleh karena itu, perlu adanya bahasa yang digunakan mahasiswa dalam berkomunikasi atau berbicara di depan umum. dapat dimulai dari segi penggunaan bahasa yang digunakan dalam berbicara. Kemudian selanjutnya pada ilmu retorika yang harus digunakan, yaitu metode dan etika retorika.

Dengan merekonstruksi bahasa dan retorika, diharapkan kemampuan berbicara siswa akan termasuk dalam kategori “siswa yang berbicara secara intelektual”. sehingga kalau faktor nonkebahasaan sudah dikuasai akan memudahkan penerapan faktor kebahasaan.

Yang temasuk faktor nonkebahasaan ialah :

Sikap pembicara, seorang pembicara dituntut memiliki sikap positif ketika berbicara maupun menunjukkan otoritas dan integritas pribadinya, tenang dan bersemangat dalam berbicara.

Pandangan mata, seorang pembicara dituntut mampu mengarahkan pandangan matanya kepada semua yang hadir agar para pendengar merasa terlihat dalam pembicaraan. Pembicara harus menghindari pandangan mata yang tidak kondusif, misalnya melihat ke atas, ke samping, atau menunduk.

Keterbukaan, seorang pembicara dituntut memiliki sikap terbuka, jujur dalam mengemukakan pendapat, pikiran, perasaan, atau gagasannya dan bersedia menerima kritikan dan mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru atau tidak dilandasi argumentasi yang kuat

Gerak-gerik dan mimik yang tepat, seorang pembicara dituntut mampu mengoptimalkan penggunaan gerak-gerik anggota tubuh dan ekspresi wajah untuk mendukung penyampaian gagasan. Untuk itu perlu dihindari penggunaan gerak-gerik yang tidak ajeg, berlebihan, dan bertentangan dengan makna kata yang digunakan.

Kenyaringan suara, seorang pembicara dituntut mampu memproduksi suara yang nyaring sesuai dengan tempat, situasi, jumlah pendengar, dan kondisi akustik. Kenyaringan yang terlalu tinggi akan menimbulkan rasa gerah dan berisik sedangkan kenyaringan yang terlalu rendah akan menimbulkan kesan melempem, lesu dan tanpa gairah

Kelancaran, seorang pembicara dituntut mampu menyampaikan gagasannya dengan lancar. Kelancaran berbicara akan mempermudah pendengar menangkap keutuhan isi paparan yang disampaikan. Untuk itu perlu menghindari bunyi-bunyi penyela seperti em, ee, dll. Kelancaran tidak berarti pembicara harus berbicara dengan cepat sehingga membuat pendengar sulit memahami apa yang diuraikannya

Penguasaan topik, seorang pembicara dituntut menguasai topik yang dibicarakan. Kunci untuk menguasai topik adalah persiapan yang matang, penguasaan materi yang baik, dan meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri. dan Penalaran, seorang pembicara dituntut mampu menunjukkan penalaran yang baik dalam menata gagasannya sehingga pendengar akan mudah memahami dan menyimpulkan apa yang disampaikannya.

  • Faktor Penghambat Keefektifan Berbicara
  • Faktor penghambat keefektifan berbicara terdiri atas dua macam, yaitu hambatan internal dan eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang berasal dari dalam diri pembicara, sedangkan hambatan eksternal adalah hambatan yang berasal dari luar pembicara (Taryono, 1999:68). Adapun hambatan internal yang dimaksud terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
  • Hambatan yang bersifat fisik, antara lain meliputi alat ucap yang sudah tidak sempurna lagi, kondisi fisik yang kurang segar, dan kesalahan dalam mengambil postur dan posisi tubuh

Hambatan yang bersifat mental atau psikis, terdiri atas dua bagian, yaitu: hambatan mental yang temporer dan hambatan mental yang laten. Hambatan mental yang temporer misalnya rasa malu, rasa takut, dan rasa ragu atau grogi. Hambatan mental yang bersifat laten ada empat jenis yaitu tipe penggelisah, tipe ehm vokalis, tipe penggumam, dan tipe tuna gairah.

Hambatan lain-lain meliputi:

  • kurangnya penguasaan kaidah yaitu tata bunyi,tata bentuk Tata kalimat, dan tata makna;
  • kurangnya pengalaman dalam hal berbicara;
  • kurangnya perhatian pada tugas yang diemban di bidang bicara, dan;
  • adanya kebiasaan yang kurang baik (Taryono,1999:72).

Sedangkan hambatan eksternal menurut Taryono (1999:72-77) meliputi:

hambatan yang berupa suara, dapat berasal dari dalam ruang atau dari luar ruang;

hambatan yang berupa gerak, sering terjadi dalam berbicara informal, misalnya di atas bus kota, kereta, atau pesawat. Sedangkan pada kondisi formal jarang dijumpai;

hambatan yang berupa cahaya, dapat terjadi jika pembicaraan dilakukan di malam hari atau ruang yang gelap tanpa pencahayaan;                    

hambatan yang berupa jarak, hal ini sering terjadi jika pendengar atau pembicara tidak memperdulikan pentingnya pengaturan jarak bicara antara pembicara dengan pendengar.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berbicara agar berbicara kita efektif antara lain sebagai berikut:

Cerdas Menguasai Suasana

Orang belajar menulis semestinya terlebih dahulu mempelajari hal-hal yang tidak akan dia tulis. Begitu juga orang belajar berbicara semestinya terlebih dahulu mempelajari kapan seharusnya tidak berbicara. Kita tentu pernah memdengar pepatah “bicara itu perak, diam itu emas”, entah perkataan itu benar atau tidak akan tetapi sebelum membahasa bagaimana  seharusnya berbicara akan lebih baik kalau kita terlebih dulu memahami bagaimana seharusnya tidak berbicara kita diam bukan berarti tidak bersuara. Mungkin kita sedang mempraktekkan ilmu padi semakin merunduk semakin berisi. Karena didalam berbicara kita harus tahu berbicara dengan siapa dan di mana kita berbicara. Dengan demikian kita bisa menguasai suasana

Sering juga kita dengar orang berkata banyak bicara banyak salah, mengapa demikian karena tidak bisa menguasai suasana. Coba kita renungkan, jika teman kita sedang menghitung uang, apakah kita akan terus menerus berbicara? Tentu tidak, apabila kita kita terus menerus berbicara dengannya besar kemungkinan dia akan salah dalam menghitung uangnya.

Buat Pembicaraan atau Percakapan lebih hidup  dan bisa dinikmati oleh semua yang terlibat, adapun caranya sebagai berikut.

Pilih topik yang dapat melibatkan semua orang sebelum berbicara tentu terlebih dahulu memikirkan apa yang akan kita bicarakan. Dalam hal itu kita tidak perlu memilih topik-topik yang berat misalnya tentang politik, bila orang-orang yang kita ajak bicara tidak banyak suka politik. Bila kita lakukan maka kemungkinana besar orang-orang yang kita ajak bicara akan tutup mulut dan secara otomatis pembicaraan kita akan mati.

Meminta pendapat, kita akan dikenang sebagai pemicara yang baik jika kita meminta pendapat dari orang sekitar yang akan kita ajak berbicara. Dengan demikian pembicaraan kita tidak bisa timbal balik

Bantulah orang yang paling pemalu dalam kelompok, sebagai pembicara yang baik kita perlu mengajak orang-orang disekitar  kita atau orang-orang yang kita ajak bicara untuk ikut serta dalam pembicaraan. Khususnya mereka yang tampaknya enggan untuk bergabung dan dengan berbagai macam cara misanya memacing orang yang kurang terlibat itu dengan topic yang anda tahu akan dia nikmati.

Jangan memonopoli percakapan atau pembicaraan, dalam berbicara kita tidak perlu berbicara terus menerus seperti seorang monolog atau interrogator, walaupun demikian juga jangan terlalu sedikit berbicara. Bila kita terlalu pelit berbicara, orang-orang akan menganggap kita tidak cukup pandai atau tidak ramah.

Memancing pendapat, pertanyaan-pertanayaan yang dapat memancing pendapat sangat efektif untuk memulai percakapan atau pembicaraan dalam lingkungan sosial atau untuk memecahkan keheningan misalnya kita dapat menanyakan hal yang sedang menjadi topic hangat dan yang akan ada dibenarkan orang-orang saat itu.

  • Mengukur Keterampilan Berbicara

Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara, bukan menulis, maka penilaian keterampilan berbicara lebih ditekankan pada praktik berbicara.Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan tertentu perlu ada penilaian. Penilaian yang dilakukan hendaknya ditujukan pada usaha perbaikan prestasi siswa sehingga menumbuhkan motivasi pada pelajaran berikutnya. Penilaian kemampuan berbicara dalam pengajaran berbahasa berdasarkan pada dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan struktur sedangkan faktor nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran dan gaya[1][1].

 

Dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang pada prinsipnya harus memperhatikan lima faktor, yaitu: a) Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal atau konsonan) diucapkan dengan tepat?; b) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara serta rekaman suku kata memuaskan?; c) Apakah ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internall memahami bahasa yang digunakan?; d) Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?; e) Sejauh manakah “kewajaran” dan “kelancaran” ataupun “kenative-speaker-an” yang tecermin bila sesorang berbicara?

 

Tes Kompetensi Berbicara

 Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara. Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosakata yang bersangkutan.[2][2] Di samping itu, diperlukan juga penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahai bahasa lawan bicara.

  

Dalam kegiatan berbicara diperlukan penguasaan terhadap lambang bunyi baik untuk keperluan menyampaikan maupun menerima gagasan. Lambang yang berupa tanda-tanda visual seperti yang dibutuhkan dalam kegiatan membaca dan menulis tidak diperlukan. Itulah sebabnya orang yang buta huruf pun dapat melakukan aktivitas berbicara secara baik, misalnya para penutur asli. Penutur yang demikian mungkin bahkan tidak menyadari kompetensi kebahasaannya, tidak “mengerti” sistem bahasanya sendiri. Kenyataan itu sekali lagi membuktikan bahwa peguasaan bahasa lisan lebih fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kemampuan berbicara seharusnyalah mendapat perhatian yang cukup dalam pembelajaran bahasa dan tes kemampuan berbahasa.

 

Dalam situasi yang normal, orang melakukan kegiatan berbicara dengan motivasi ingin menemukan sesuatu kepada orang lain, atau karena ingin memberikan reaksi terhadap sesuatu yang didengarnya. Pembicaraan dalam situasi yang demikian, kejelasan penuturan tidak semata-mata ditentukan oleh ketepatan bahasa (verbal) yang dipergunakan saja, melainkan amanat dibantu oleh unsur-unsur paralinguistik seperti gerak-gerakan tertentu, ekspresi wajah, nada suara, dan sebagainya, suatu hal yang tidak ditemui dalam komunitas tertulis. Situasi pembicaraan (serius, santai, wajar, tertekan) dalam banyak hal juga akan memengaruhi keadaan dan kelancaran pembicaraan.

 

Hal lain yang mempengaruhi keadaan pembicaraan adalah masalah apa yang menjadi topik pembicaraan dan lawan bicara. Kedua hal tersebut merupakan hal yang esensial, dan karenanya harus diperhitungkan dalam tes kemampuan berbicara peserta didik  dalam suatu bahasa (Oller: 1979:305).[3][3] Atau paling tidak, tes berbicara hendaknya mampu mencerminkan situasi yang menghadirkan kedua faktor tersebut. Tes kemampuan berbicara yang memertimbangkan faktor-faktor tersebut, dan karenanya pembicaraan mendekati situasi yang normal, boleh dikatakan telah memenuhi  harapan tes pragmatik dan bermakna sebagaimana tuntutan tes otentik.

  

Tugas Berbicara Otentik

 

Tugas berbicara otentik dimaksudkan sebagai tes berbicara yang memenuhi kriteria asessmen otentik. Hal ini perlu dikemukakan kembali karena pada kenyataan praktik pemberian tugas berbicara di sekolah belum tentu berkadar otentik. Misalnya, pembelajaran pelafalan (pronunciation) dalam bahasa target yang melatih ketepatan pelafalan peserta didik, pengucapan kata, tekanan kata, pola dan tekanan kalimat, dan lain-lain. Kegiatan tersebut penting dalam penguasaan bahasa target, dan bahkan menjadi prasyarat kompetensi berbahasa lisan, namun berkadar otentik. Tugas-tugas semacam itu dalam sudut pandang pendekatan komunikatif dikenal sebagai tugas prakomunikatif.

 

Dalam tugas berbicara otentik terdapat dua hal pokok yang tidak boleh dihilangkan, yaitu benar-benar tampil berbicara (kinerja bahasa) dan isi pembicaraan mencerminkan kebutuhan realitas kehidupan (bermakna).[4][4] Jadi, dalam assesmen otentik peserta didik tidak sekedar ditugasi untuk berbicara, berbicara dalam arti sekedar praktik memergunakan bahasa secara lisan, melainkan juga menyangkut isi pesan yag dijadikan bahan pembicaraan. Dalam kebutuhan sehari-hari, misalnya di kantor atau di dunia pekerjaan, orang terlibat pembicaraan pasti karena ada sesuatu yang perlu dibicarakan dan bukan berbicara sekedar praktik berbahasa. Hal inilah yang kemudian diangkat dalam asesmen otentik kompetensi berbahasa lisan: berbicara dalam konteks yang jelas. Konteks menuju pada berbagai faktor penentu: siapa yang berbicara, situasi pembicaraan, isi dan tujuan pembicaraan, dan lain-lain.

 

Tugas berbicara sebagai bentuk asesmen otentik harus berupa tugas-tugas yang ditemukan dan dibutuhkan dalam kehidupan nyata. Jadi, tugas berbicara otentik mengambil model aktivitas bentuk-bentuk berbicara sehari-hari sehingga kompetensi yang dikuasai peserta didik bersifat aplikatif. Orang berbicara karena ingin menyampaikan sesuatu lewat bahasa, maka penggunaan bahasa yang benar adalah yang sesuai dengan konteks penggunaan. Jadi, pada intinya ketepatan bahasa dalam berbahasa lisan dilihat dari ketepatan bahasa yang dipakai dan kejelasan komunikasi yang dituturkan dalam konteks pembicaraan yang jelas. Untuk itu, tugas-tugas berbicara yang dipilih untuk mengukur kompetensi berbahasa lisan peserta didik haruslah yang memungkinkan peserta didik mengungkapkan keduanya: berunjuk kerja bahasa untuk menyampaikan informasi.

 

 

 

 

Bab  IV

 PRAKTIK KETERAMPILAN
BERBICARA DI KELAS

 Diskusi  Kelas

 Diskusi adalah tukar pendapat untuk memecahkan suatu masalah atau mencari kebenaran, atau pertemuan ilmiah yang di dalamnya dilakukan Tanya jawab guna membahas suatu masalah. Diskusi, dalam konteks pembelajaran di kelas, merupakan sebuah proses tukar pikiran antara guru dan siswa atau antara siswa dan siswa lainnya. Diskusi dapat terjadi dalam kelompok kecil maupun kelompok besar dan hasil akhir tidak harus berupa keputusan, tapi dapat pula untuk memperjelas permasalahan. Diskusi kelas (classroom discussion) berarti diskusi yang diselenggarakan dalam kelas dan melibatkan guru serta para siswa yang menjadi peserta diskusi. Dalam diskusi kelas pada umumnya gurulah yang menentukan tujuan diskusi. Siswa dan guru bersama-sama menyimpulkan atau merumuskan informasi di akhir diskusi.   

Metode diskusi merupakan metode pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kualitas interaksi antara peserta didik. Tujuannya ialah untuk memperoleh pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu, disamping untuk mempersiapkan dan menyelesaikan keputusan bersama.  Macam bentuk diskusi meliputi diskusi kelompok, diskusi panel, seminar, symposium, lokakarya, kongres, konferensi dan sarasehan. 

Diskusi kelas merupakan salah satu metode pembelajaran keterampilan berbicara. Untuk menjadi pembicara yang baik , pembicara harus mampu menangkap informasi secara kritis dan efektif, hal ini berkaitan dengan menyimak. Apabila pembicara merupakan seorang penyimak yang baik maka ia mampu menangkap informasi dengan baik ( Andayani, 2015: 172). Untuk mengadakan diskusi kelompok, hanya diperlukan adanya ketua atau moderator, notulis dan beberapa peserta yang sekaligus berperan sebagai penyaji maupun penyanggah. Pada diskusi kelompok, penyaji tidak perlu untuk menggunakan makalah atau kertas kerja. Pada akhir diskusi, maka moderator yang akan menyapaikan hasil diskusinya. Berikut adalah contoh menyampaikan pendapat, mengajukan pertanyaan, menyanggah, dan pernyataan simpulan yang dilakukan oleh moderator, penyaji, dan peserta diskusi.

Alifia        : " Setelah mendengar pendapat teman-teman, saya lebih cenderung menyatakan tema drama ini adalah masalah keadilan dan kebenaran”. Secara lengkap dapat diuraikan bahwa dalam sebuah negara harus ada pemimpin yang jujur, adil, serta berani menentang kejahatan. "

Joko        : "Saya sependapat dengan Saudari Alifia. Namun, saya ingin menambahkan bahwa tema yang ditampilkan ternyata mencakup juga masalah sosial."

Moderator : "Terima kasih Saudari Alifia dan Saudara Joko. Saya kira kita sudah sependapat menentukan tema drama Sandya Kalaning Majapahit karya Sanusi Pane ini.

 

 

 Debat 

Debat merupakan pertentangan argumentasi.Untuk setiap isu, pasti terdapat berbagai sudut pandang terhadap isu tersebut: alasan‐alasan mengapa seseorang dapat mendukung atau tidak mendukung suatu isu.

Tujuan dari debat adalah untuk mengeksplorasi alasan-alasan di belakang setiap sudut pandang. Agar alasan tersebutdapat dimengerti secara persuasif,pembicara dalam suatu debat seharusnya menyampaikan argumentasinya dengan kemampuan komunikasinya yang baik. Debat bukanlah suatu diskusi karena debat tidak menghasilkan kompromisebagaimana ditemukan dalam sebuah diskusi. Ketiadaan kompromi tersebut mendorong pembicara untuk benar-benar mencari argumentasi yang kuat atas pendiriannya. Tujuan dari pelaksanaan debat adalah untuk berbicara secara meyakinkan dan juga mendengarkan pendapat­pendapat yang berbeda, dan di akhir debat dapat menghargai perbedaan terersebut.

Materi dalam debat dapat dengan media teks depat namun juga bisa menggunakan media audio maupun audio visual. Heinich, dan Kawan-kawan ( dalam Arsyad, 2016: 3) mengemukakan istilah medium  sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi televisi, radio,film, foto, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komuniksai. Aabila media itu membawa pesan atau informasi  yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran.

Berikut adalah contoh tema debat dan pelaksanaan debat:                                                     

“Peyerapan Kosakata Bahasa Asing Bukti Ketidakmampuan Bahasa Indonesia Dalam Interaksi dengan bahasa Lain”

Moderator :

Selamat Siang,

Siang ini kita akan mengikuti kegiatan debat antara Tim Afirmasi dsi SMA Pembangunan Jaya, Tim Oposisi dari SMK Nusantara,serta Tim Netral dar MA AL-Ikhlas.

Pagi ini kedua tim akan berdebat tentang “penyerapan kosakata Bahasa Asing Bukti Ketiddakmampuan Bahasa Indonesia dalam Interaksi dengan Bahasa Lain.”

Sebelum melaksanakan debat,saya akan membacakan tata tertib debat sebagai berikut.

Selanjutnya, saya berikan kesempatan kepada juru bicara setiap tim untuk memperkenalkan diri.

Tim Aafirmasi : (memperkenalkan diri)

Tim Oposisi     : (memperkenalkan diri)

Tim Netral       : (memperkenalkan diri)

Moderator :

Dewasa ini Bahasa Indonesia terus berkembang dan mulai diakui sebagai bahasa internasional. Namun, dalam perkembangannya terbukti bahwa bahasa Indonesia sangat tergantung pada bahasa asing . Bahkan,ada yang beranggapan bahwa kosakata bahasa asing masuk kedalam penggunaan bahasa Indonesia karena ketidakberdayaan bahasa Indonesia dalam interaksi antarbahasa.

Anggapan inilah yang akan kita bahas dalam debat kali ini. Untuk putara pertama saya persilakan secara bergantian Tim Afirmasi,Tim Oposisi, dan Tim Netral untuk menyampaikan pendapatnya.

Tim Afirmasi :

Saya setuju bahwa kosakata bahasa asing masuk ke dalam penggunaan bahasa Indonesia karena ketidakberdayaan bahasa Indonesia dalam interaksi antarbahasa. Bahasa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun asing. Peranan bahasa asing dalam bahasa Indonesia membuuktikan adanya kontak atau hubungan antarbahasa sehingga timbul penyerapan bahasa-bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia menganalkan kosakata asing yang kemudian dibakukan menjadi bahasa Indonesia. Hal tersebut membukikan bahwa bahasa Indonesia tergantung pada bahasa asing, juga menjadi bukti bahwa bahasa Indonesia sulit untuk dipakai berkomunikasi tanpa bantuan kosakata asing.

Dengan masuknya kosakata bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia semakin banyak orang yang mampu berkomunikasi dengan baik sehingga proses transfer ilmu pengetahuan berjalan dengan cepat. Bukti bahwa bahasa Indonesia tidak berdaya untuk berinteraksi antarbahasa dapat kita lihat pada penggunaan kata vitamin, yang diserap dari kosakata bahasa asing yang jika dijelaskan dengan bahasa Indonesia belum tentu para pelaku bahasa mengerti. Namun dengan adanya kosakata serapan dari bahasa asing, hal tersebut mempermudah kita dalam pelafalan,pemahaman, sekaligus menjadikan interaksi antarbahasa menjadi lebih mudah. Tanpa bantuan bahasa asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia, bahasa Indonesia belum mampu menunjukkan eksistensinya dalam interaksi antar bahasa.

Banyak kosakata serapan dari bahasa asing sehingga peran bahasa Indonesia masih diragukan. Banyak orang yang lebih familiar dengan kosakata serapan dari bahasa dibandinkan dengan bahasa Indonesia.

Oleh karena itu,saya tetap setuju bahwa kosakata bahasa asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia membuktikan ketidaakberdayaan bahasa Indonesia dalam interaksi antar bahasa.

Tim Oposisi : 

Saya tidak setuju jika kosakata bahasa asing yang masuk ke dalam penggunaan bahasa Indonesia terjadi karena ketidakberdayaan bahasa Indonesia dalam interaksi antarbahasa. Kosakata bahasa asing masuk ke dalam Bahasa Indonesia hanya digunakan sebagai persamaan kata yang bagi sebagian orang lebih mudah difahami. Namun, pada intinya dalam bahasa Indonesia itu sendiri, telah adaa kosakata yang berkaitan dengan kosakata assing tersebut. Misalnya, kata snack yang lebih sering kita dengar dikalangan masyarakat. Dalam bahasa Indonesia,snack berarti makanan ringan. Dengan demikian, masuknya kosakata asing hanya sebagai variasi kata bagi sebagian kalangan.

Bahasa Indonesia mampu untuk berinteraksi antarbahasa karena memiliki banyak variasi kosakata. Kosakata bahasa asing hanya digunakan dan dimengerti bagi kalangan tertentu saja. Namun, bahasa Indonesia dimengerti dan digunakan di hampir semua kalangan. Itu artinya, meskipun banyak kosa kata bahasa asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia, ekistensi dari bahasa Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan kosakata bahasa asing yang telah dibakukaan maupun yang belum dibakukan kedalam bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia mampu beriteraksi dengan bahasa lain tanpa bantuan dari kosakata bahasa asing dan masuknya kosakata bahasa asing bukan diebabkan karena ketidakberdayaan bahasa Indonesia dalam interaksi antarbahasa. Namun, hal ini terjadi karena masyarakat yang ingin selalu meras berpenidikan tinggi dengan merasa terhormat jika menggunakan kosakata bahasa asing. Dengan demikian, saya tetap tidak setuju jika kosakata bahasa asing yang masuk ke dalam penggunaan bahasa asing menunjukkan ketidakberdayaan bahasa Indonesia dalam interaksi antarbahasa.

Tim Netral :

Saya sebagai pihak netral berpendapat bahwa kemampuan bahasa Indonesia dalam interaksi antarbahasa dapat diwujudkan jika porsi penggunaan bahasa Indonesia seimbang dengan kosakata bahasa asing. Apabila seseorang menggunakan bahasa asing yang telah dibakukan seperti pada kata atom,vitamin,unit. Tentunya ini bukan merupakan masalah karena bahasa asing itu suah menjadi padanan dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, apabila penggunaan bahasa Indonesia menggunakan bahasa asing yang belum dibakukan, ini menjadi suatu ancaman terhadap bahasa kita tercinta ini. Penggunaan kosakata asing dalam bahasa Indonesia tidak selalu diidentikkan dengan dampak negatif karena terselip hal positif, yakni dapat mempermudah kegiatan berkomunikasi, khususnya dalam tuturan yang di dalamnya terdapat bahasa asing yang terasa lebih akrab di telinga dibandingkan dengan padanan bahasa indonesianya. Namun, diharapkan adanya sosialisasi terhadap padanan bahasa Indonesia secara intensif agar identitas kosakata pada bahasa Indonesia tidak terkikis oleh kosakata bahasa asing. Kelak, diharapkan tidak lagi terdapat wacana bahwa kosakata bahasa asing lebih akrab di telinga para pengguna bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa Indonesia sendiri.

Siang ini kita akan mengikuti kegiatan debat antara Tim Afirmasi dari SMA Pembangunan jaya, Tim Oposisi dari SMK Nusantara, serta Tim Netral dari MA Al-Ikhlas.

Pagi ini kedua tim akan berdebat tentang “Bahasa Indonesia Tergantung pada Bahasa Asing” Sebelum melaksanakan debat, saya akan membacakan tata tertib debat sebagai berikut.

Saya tidak setuju jika kosakata bahasa asing yang masuk ke dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam interaksi antarbahasa. Kosakata bahasa asing masuk ke dalam bahasa Indonesia hanya digunakan sebagai persamaan kata yang bagi sebagian orang lebih mudah dipahahami. Namun, pada intinya dalam bahasa Indonesia itu sendiri, telah ada kosakata yang berkaitan dengan kosakata asing tersebut.

 

C.Pidato

Pidato adalah suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada orang banyak. Contoh pidato yaitu seperti pidato kenegaraan, pidato menyambut hari besar, pidato pembangkit semangat, pidato sambutan acara atau event, dan lain sebagainya.

Pidato yang baik dapat memberikan suatu kesan positif bagi orang-orang yang mendengar pidato tersebut. Kemampuan berpidato atau berbicara yang baik di depan publik / umum dapat membantu untuk mencapai jenjang karir yang baik.

Tujuan Pidato

Pidato umumnya melakukan satu atau beberapa hal berikut ini:

Mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti kemauan kita dengan suka rela.

Memberi suatu pemahaman atau informasi pada orang lain.

Membuat orang lain senang dengan pidato yang menghibur sehingga orang lain senang dan puas dengan ucapan yang kita sampaikan.

Jenis-Jenis / Macam-Macam / Sifat-Sifat Pidato

Berdasarkan pada sifat dari isi pidato, pidato dapat dibedakan menjadi :

Pidato Pembukaan, adalah pidato singkat yang dibawakan oleh pembaca acara atau mc.

Pidato pengarahan adalah pdato untuk mengarahkan pada suatu pertemuan.

Pidato Sambutan, yaitu merupakan pidato yang disampaikan pada suatu acara kegiatan atau peristiwa tertentu yang dapat dilakukan oleh beberaptu yang terbatas secara bergantian.

Pidato Peresmian, adalah pidato yang dilakukan oleh orang yang berpengaruh untuk meresmikan sesuatu.

Pidato Laporan, yakni pidato yang isinya adalah melaporkan suatu tugas atau kegiatan.

Pidato Pertanggungjawaban, adalah pidato yang berisi suatu laporan pertanggungjawaban.

 

Metode Pidato

Teknik atau metode dalam membawakan suatu pidatu di depan umum:

Metode menghapal, yaitu membuat suatu rencana pidato lalu menghapalkannya kata per kata.

Metode serta merta, yakni membawakan pidato tanpa persiapan dan hanya mengandalkan pengalaman dan wawasan. Biasanya dalam keadaan darurat tak terduga banyak menggunakan tehnik serta merta.

Metode naskah, yaitu berpidato dengan menggunakan naskah yang telah dibuat sebelumnya dan umumnya dipakai pada pidato-pidato resmi.

 

Persiapan Pidato

Sebelum memberikan pidato di depan umum, ada baiknya untuk melakukan persiapan berikut ini :

Wawasan pendengar pidato secara umum.

Mengetahui lama waktu atau durasi pidato yang akan dibawakan.

Menyusun kata-kata yang mudah dipahami dan dimengerti.

Mengetahui jenis pidato dan tema acara.

Menyiapkan bahan-bahan dan perlengkapan pidato, dsb.

Kerangka Susunan Pidato

Skema susunan suatu pidato yang baik :

Pembukaan dengan salam pembuka.

Pendahuluan yang sedikit menggambarkan isi

Isi atau materi pidato secara sistematis : maksud, tujuan, sasaran, rencana, langkah, dll.

Penutup (kesimpulan, harapan, pesan, salam penutup).

Contoh Pidato Siswa Kelas 2 pada siswa baru di kelas saat Masa Oreantasi Siswa ( MOS).

Salam              : Assalamu,alaikum wr. wb. Adik-adik yang saya cintai dan yang saya banggakan

Pendahuluan: Puji syukur kita panjatkan kehadhirat Allah Tuhan yang maha sempurna, atas karuniaNya kita bisa bertemu di ruang kelas VII  dengan sehat wal afiat. Amin

Isi                 :  Hari ini merupakan hari ke tiga adik-adik datang di SMP angkasa tercinta ini, kalian telah memenangkan kompetisi dalam seleksi Penerimaan Siswa Baru (PSB) dan telah menjadi bagian dari keluaraga besar SMP Angkasa.Dua hari sudah kaliyan mendapatkan berbagai arahan baik dari siswa maupun bapak ibu guru berkenaan dengan hal ikhwal SMP kita. Hari saatnya oreantasi di kelas, kaliyan akan menerima materi dari kakak-kakak kelas tentang tata tertib kelas, organisasi di kelas, dan yang tidak kalah menarik adalah kompetensi kelas. Kami berharap adik-adik senang mengikutinya dengan tujuan agar nantinya adik-adik mampu memahami dan melaksanakannya.

Penutup     : Demikian sambutan kami, akhir kata billahit taufik wal hidayah, wassalamu alaikum wr. wb.                                           

 

 

 

Bab V

NORMA-NORMA DALAM BERPIDATO, BERDEBAT, DAN BERTANYA

 

Norma Berpidato        

Pidato adalah komunikasi satu arah yang terdiri dari pembicara dan pendengar. Norma yang harus diperhatikan dalam berpidato diantaranya:

  • Penggunaan kata-kata yang santun
  • Tidak melecehkan pendengar
  • Menghargai Pluralisme pendengar dengan tidak menyinggung sara
  • Isi pidato tidak bersifat mengadu domba, menghasut, fitnah dan memaparkan isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
  • Tidak distruktif dan emosional

Norma Berdebat

Menurut Mulgrave, dalam  Tarigan ( 2015: 116) norma-norma yang harus dimiliki oleh semua pembicara dalam berdebat sebagai berikut:

  • Pengetahuan yang sempurna mengenai pokok pembicaraan
  • Kompetensi atau kemampuan menganalisis
  • Pengertian mengenai prinsip-prinsip argumentasi
  • Apresisasi terhadap kebenaran fakta-fakta
  • Kecakapan menemukan buah pikiran yang keliru dengan penalaran
  • Keterampilan dalam pembuktian kesalahan
  • Pertimbangan dalam persusasi
  • Keterarahan,kelancaran,dan kekuatan dalam penyampaian

Norma Bertanya

Menurut Powers, dalam Tarigan (2015: 117) dalam mengajukan pertanyaan hendaklah diperhatikan kaidah-kaidah berikut:

  • Mengetahui segala sesuatu mengenai proposisi yang akan didiskusikan sebelum kita mengajukan pertanyaan kepada pembicara
  • Bersungguh-sungguh mencari informasi
  • Jangan menguji pembicara
  • Rumusan pertanyaan singkat dan tepat
  • Tidak berbelit-belit yang menjueus kearah verbalisme saja
  • Pertanyaan bersih dari prasangka emosional
  • Pertanyaan bersifat wajar, dengan tidak menuduh
  • Pertanyaan harus mempunyai tujuan tertentu
  • Pertanyaan lebih bersiwat khusus, dan pertanyaan dijauhkan dari sikap mendemonstrasikan keterampilan sendiri.
  •  

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Andayani. 2015. Problemetika dan Aksioma dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia.Yogyakarta: Deepublish.

Arsyad, Azhar. 2016. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Alharbi, Heba Awadh . Improving Students English Speaking Proficiency in Saudi Public Scools: International Journal of intructions e-ISSN=1308-1470 January 2015 Vol.8.No.1

Akbar, Faheen . The Rule of Reading in Improving Speaking Skill in The Context of Teaching English as Forign Language:  International Journal Academic Home Page: http://www.eltsjournal.org

Cosar,Gulten  &Bedir, Hasan . Strategic-Based Instruction: A Mean of Improving Adult EFL Learners” Speaking Skills: International Journal of Language Academy.

Dalman. 2014. Keterampilan Membaca.Jakarta: Raja Grafindo

Jena, Baswajit.  Developing Speaking Skills Thrugh TBLT: International Journal of Research (UR) Vol.1. Issue-4, May 2014 ISSN 2348-684

Mart, Cagri Tugrul .  Developing Speaking Skills Trouhg Reading: International Journal of  English Lingustics. Vol.2. No.6; 2012

Oradee, Thanyalak . Developing Speaking Skills Using Three Comunicative Activities:  International Journal of Social Science and Humanity, Vol 2,N0.6, Nov. 2012

Tuan, Nguyen Hoang . Faktors Affecting Students” Speaking Performance At Le: Asean Journal of Education Research Vol.3.No 2.2015 ISSN 2311-6080

Tarigan, Henry Guntur . 2015. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Yang, Yingjie I.J. . The Implemantion of Speaking Fluency in Comunicative Language Teaching: An Observation of Adopting The 4/3/2 Activity in High Schools in China 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun