Azriel menoleh, diikuti sosok lain yang berdiri di sampingnya. Sosok itu tersenyum cerah, berkebalikan dengan Azriel yang terlihat dingin.
"Shania udah datang, tugas gue selesai. Sekarang bicara dan tuntaskan masalah kalian berdua," kata Azriel dingin. Kemudian masuk ke dalam rumah, meninggalkan Shania bersama sosok yang sangat ingin dihindari.
"Aku baru tahu, ternyata kamu marah karena gosip yang disebar anak-anak ya? Kalau Zuhri enggak cerita, mungkin kesalahpahaman kita akan berlanjut sampai hari kiyamat," ujarnya membuka percakapan.
Shania tak peduli darimana cowok buaya ini mendengar kabar itu. Dia semakin yakin bahwa anak jurusan olahraga tidak dapat dipercaya soal cinta.
"Shan, kamu harus percaya sama aku," pintanya dengan nada memelas.
Shania menepis tangan yang hendak menyentuh pundaknya. Dia tidak suka bersentuhan dengan lawan jenis.
"Aku enggak ada niat mempermainkan cewek-cewek di grub kita. Aku punya alasan kenapa deketin mereka," katanya sambil membetulkan posisi duduk. Tubuh atletisnya semakin mendekati Shania, membuat gadis itu risih dan bergeser beberapa inci.
"Aku dekat sama Rara karena ... dia ketua kelompok kita. Terus Karina? Ya ... karena satu kota dengan aku. Jadi, lebih mudah tukar info setelah lulus nanti. Kalau Puji ... karena dia sie perlengkapan, satu bidang dengan aku." jelasnya cukup panjang.
Shania masih bungkam. Otaknya sudah terlanjur menilai jelek tingkah lelaki di sampingnya. Lihat saja! Dia mendekati teman-temannya karena ada niat lain yang menguntungkan dirinya sendiri.
Lelaki itu melajutkan kalimatnya lagi karena tidak ada respon dari Shania. "Kalau kamu? Kamu beda, Shan. Dari awal kamu paling beda. Makanya aku mau deketin kamu."
Hati kecil Shania cukup tersentil mendengar kata 'beda' yang diulang berkali-kali.