"I-iya?"
Shania terus merutuki dirinya. Kenapa dia jadi segugup ini?
"Besok ada rapat sama perangkat desa. Gue tunggu di ruang tamu jam 1 siang."
Shania ingat. Besok jadwal rapat membahas rencana perbaikan saluran irigasi desa. Meskipun dekat dengan sungai, beberapa sawah tidak mendapat aliran air. Mahasiswa KKN memanfaatkan masalah tersebut menjadi program kerja kelompok. Rapat tersebut dihadiri oleh perangkat desa, perwakilan kelompok tani dan perwakilan mahasiswa.
Shania menggangguk sambil mengacungkan jempol. Bibirnya terangkat sedikit, membentuk bulan sabit yang tidak sempurna. Dari sudut matanya, Shania bisa melihat senyum tipis Intan yang penuh arti. Gadis itu pasti akan meledeknya habis-habisan setelah ini.
***
"Kamu duluan aja. Aku mampir ke rumah Pak Lurah dulu." Akhirnya Azriel menyudahi puasa bicaranya. Mereka berdua saling diam sepanjang perjalanan menuju posko KKN. Koordinator KKN ini memang terkenal irit bicara. Suaranya hanya keluar di waktu tertentu saja.
Shania tak menjawab, balasannya hanya berupa anggukan kecil yang belum tentu dilihat oleh Azriel. Gadis itu segera membuka pagar rumah kayu yang sudah dua minggu mereka huni.
Rumah ini adalah milik Mbok Iyem. Perempuan tua itu mengizinkan mahasiswa KKN tinggal secara gratis di rumahnya. Mbok Iyem yang tinggal sendirian memutuskan untuk tinggal di rumah adiknya sementara waktu.
 Sebelum menginjak lantai kayu Shania melepas alas kakinya. Kemudian melangkah masuk dan bergabung dengan empat rekan KKN-nya yang lain. Intan, Rara, Puji dan Karina duduk sambil mengobrol santai.
Shania duduk di samping Intan. Obrolan mereka berempat terhenti sebentar. Rara melempar plastik berisi pisang goreng kepada Shania, mempersilakannya untuk makan selagi hangat.