Shania menghela napas, kecewa berat dengan kondisi ini. Sudah hampir satu jam dia duduk sendiri di gubuk kecil pinggir sawah, menunggu Azriel datang menemuinya. Kemarin mereka berjanji untuk bertemu di sini, melihat matahari turun ke peraduan.
Sudah puluhan chat yang Shania kirimkan. Belasan panggilan juga sudah tersambung ke nomor Azriel. Akan tetapi, lelaki itu tak menjawabnya sama sekali. Chat-nya masih centang dua dan panggilannya diabaikan begitu saja.
***
Tok ... tok ... tok ...
Seseorang mengetuk pintu kamar, membuat Shania membuka mata lagi.
"Shania, keluar bentar. Gue mau ngomong."
Deg.
Suara Azriel terdengar sangat jelas. Lelaki itu meminta Shania menemuinya. Dia memaksakan diri untuk keluar kamar. Padahal matanya sudah ngantuk berat. Kegiatan hari ini membuatnya ingin segera berlayar di alam mimpi.
Shania tidak menemukan siapa pun di ruang tengah maupun ruang tamu. Matanya tertuju pada pintu depan yang terbuka lebar. Azriel pasti menunggunya di luar.
"Ada apa, Zriel?" tanya Shania pada sosok lelaki berkacamata yang duduk di kursi teras.
Gadis itu menatapnya dengan pandangan penuh kemarahan, merasa sangat kesal. Alasannya ada dua. Pertama, tidurnya jadi tertunda beberapa saat. Kedua, cowok itu membiarkannya menunggu lama di sawah tanpa memberi konfirmasi apapun.