Mohon tunggu...
Sri Arum Anjan Lestari
Sri Arum Anjan Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi Traveling

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Analisis Teori Daniel Goleman dalam Perkembangan Kecerdasan Emosi Anak Usia Dini

18 Januari 2025   05:02 Diperbarui: 18 Januari 2025   05:02 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan manusia dapat diartikan sebagai perubahan yang bersifat

kualitatif daripada fungsi fungsi karena perubahan tersebut dikarenakan adanya proses

pertumbuhan material yang memungkinkan adanya fungsi tersebut serta adanya

perubahan perubahan tingkah laku. Setiap segi biologis maupun psikologis ini akan

memberikan pengaruh sehingga menjadikan manusia tersebut berkembang sesuai

dengan pola nya masing masing. Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah Swt

yang memiliki rasa dan emosi yang menjadikannya dapat menjalani kehidupan secara

optimal. Manusia bukanlah manusia jika tanpa emosi, karena emosi menjadi bagian

yang tak terpisahkan dalam kehidupan (Hm, 2016).

Perkembangan merupakan ilmu kejiwaan atau proses mental manusia dari sisi

serangkaian perubahan bertahap yang terjadi sebagai akibat dari proses pematangan

dan pengalaman hidupnya. Menurut Al Juhari (2019, hal 6) Psikologi perkembangan

adalah suatu cabang dari psikologi yang membahas tentang gejala jiwa seseorang baik

menyangkut perkembangan atau kemunduran perilaku seseorang sejak masa konsepsi

hingga dewasa. Dengan demikian psikologi perkembangan juga dapat diartikan

sebagai suatu ilmu psikologi yang membahas tentang masalah masalah perkembangan

manusia mulai dari usia awal pembentukan sampai usia akhir.

Perasaan emosi merupakan perasaan yang bergejolak pada setiap diri individu

yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada ekspresi wajah, perasaan yang

akhirnya akan mengakibatkan aksi untuk melampiaskan emosi tersebut, seperti

menangis, tertawa, terharu, marah dan sebagainya ( Karisma, 2020). Kecerdasan emosi

merupakan penentu dari keberhasilan seseorang. Sosioemosional pada anak penting

dikembangkan karena anak memiliki masa emas perkembangan sosioemosional sesuai

tahap perkembangannya (Wahyuningsih, 2014).

Kecerdasan emosional merupakan kecakapan emosional yang meliputi

kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan memiliki daya tahan ketika

menghadapi rintangan, mampu mengendalikan impuls dan tidak cepat merasa puas,

mampu mengatur suasana hati dan mampu mengelola kecemasan agar tidak

mengganggu kemampuan berpikir, dan mampu berempati serta berharap. Menurut

Goleman (2000), kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan sendiri

dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan

mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Menurut Shapiro (2003), kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk merasakan

emosinya untuk mengeluarkan atau membangkitkan emosi, seperti emosi untuk

membantu berpikir, memahami emosi dan pengetahuan tentang emosi serta untuk merefleksikan emosi secara teratur seperti mengendalikan emosi dan perkembangan

intelektual.

Menurut Daniel Goleman dalam kostelnik, Soderman, & Whiren (2017) sebagai

penggagas Emotional Intelligence, menjelaskan bahwa dibutuhkan keterampilan yang

konkret dalam mengidentifikasi dan emosi sehingga siap untuk melakukan komunikasi

efektif dengan orang lain. Pada anak, apabila mereka mengalami kesulitan dalam

membuat koneksi yang sulit antara perasaan-perasaan dan pemikiran tentu akan

berdampak terhadap kurangnya kemampuannya anak untuk mengalami segala konflik

yang dihadapi dengan cara yang damai dan empati terhadap orang lain. Maka dari itu,

kemampuan anak usia dini dalam mengoperasionalkan kecerdasan /kemampuan

emosionalnya penting untuk dikembang dengan baik dan tepat dengan ini mereka akan

tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih ramah serta cenderung lebih

mudah dalam menjalin pertemanan dan menjadi sahabat bagi orang lain.

Menurut Gaddes, Johnson dan Myklebust, Njiokiktjien, penyebab utama

kesulitan belajar adalah fisiologis; psikologis dan psikiatris; sosiologis atau

lingkungan. Penyebab fisiologis adalah disfungsi neurologis yang dapat disebabkan

oleh faktor genetik, biokimiawi, kurang gizi, cedera yang terjadi pada periode prenatal

atau postnatal (indrirawati, 2013). Mengembangkan kemampuan emosional pada anak

usia dini tidak mudah dan sulit dipelajari karena anak-anak masih dalam masa

pertumbuhan dan berada pada rentang usia dini. Hurlock dalam Mulyani (2018)

menjelaskan sulitnya memahami emosi anak karena emosi bersifat subjektif dan hanya

dapat dicapai melalui pemeriksaan diri. Melakukan pemeriksaan disini, seperti:

mengenali kelemahan diri sendiri, terbuka terhadap kritik yang membangun, memiliki

keinginan kuat untuk memperbaiki dini, mengakui kesalahan dan selalu belajar dari

pengalaman untuk menjadi lebih baik. Selain itu, perkembangan emosi pada anak usia

dini berlangsung lebih terperinci bila dikaitkan dengan aspek-aspek perkembangan

lainnya (kognitif, seni, moral, dan agama, fisik motorik maupun sosial).

Anak usia dini adalah kelompok anak yang berusia antara 0 hingga 6 tahun. Pada

periode ini, anak berada dalam fase perkembangan yang sangat kritis dan rentan

terhadap pengaruh lingkungan sekitar. Dalam pengertian anak usia dini, terdapat

beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan

emosional. Perkembangan fisik pada anak usia dini meliputi pertumbuhan tubuh,

perkembangan motorik kasar dan halus, serta perkembangan indra. Pada usia ini, anak

akan mengalami pertumbuhan yang pesat, baik dalam ukuran tubuh maupun ototototnya. Mereka juga mulai mengembangkan kemampuan motorik kasar, seperti

berjalan, berlari, dan melompat. Selain itu, kemampuan motorik halus, seperti menggenggam benda kecil dan menggambar, juga mulai berkembang pada periode ini.

Oleh karena itu, dibutuhkan analisis tentang perkembangan kecerdasaan emosi pada

anak usia dini dengan menggunakan teori daniel Goleman.

3.TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teori kecerdasan emosi yang

dikembangkan oleh Daniel Goleman memiliki pengaruh signifikan terhadap

perkembangan kecerdasan emosi anak usia dini. Literatur yang dianalisis

mengungkapkan bahwa anak-anak yang dibimbing dalam pengembangan

kecerdasan emosinya cenderung menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam

mengenali, memahami, dan mengelola emosi mereka sendiri serta emosi orang lain.

Selain itu, penerapan teori Goleman dalam lingkungan pendidikan dan keluarga

terbukti meningkatkan keterampilan sosial, empati, dan kemampuan untuk

membangun hubungan yang positif. Anak-anak yang didukung dengan pendekatan

ini juga menunjukkan peningkatan dalam aspek-aspek penting seperti motivasi diri,

pengendalian impuls, dan ketahanan terhadap stres. Kesimpulannya, integrasi teori kecerdasan emosi Goleman dalam pendidikan anak usia dini berkontribusi positif

terhadap perkembangan emosi yang sehat dan seimbang, yang pada gilirannya

mendukung pertumbuhan sosial dan akademis anak secara keseluruhan.

Definisi mengenai kecerdasan sangatlah beragam, ada memiliki pandangan

bahwa kecerdasan adalah berupa faktor tunggal atau juga pernyataan yang

mengatakan kecerdasan adalah faktor multiple. Bahkan ada yang menganggap IQ

lebih penting dari El dalam capaian sukses seseorang, padahal dalam banyak

penelitian 80% kesuksesan seseorang ditentukan oleh El (Intelligence Quotient) adalah

kemampuan seseorang dalam melakukan penalaran dan pemecahan dengan

menggunakan unsur-unsur matematika serta logika. Dalam perspektif Daniel

Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan mengelola dan memahami

emosi dengan bijaksana. Ini melibatkan kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi,

empati, dan keterampilan sosial. Kecerdasan emosional membantu kita berinteraksi

dengan orang lain secara lebih baik dan mencapai kesejahteraan emosi.

Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan

emosinya pada porsi yang tepat, memilihlah kepuasan memilah kepuasan dan

mengatur suasana hati. Daniel Goleman (Emotional Intelligence) menyebutkan bahwa

kecerdasan emosi lebih berperan ketimbang IQ atau keahlian dalam menentukan

siapa yang akan jadi bintang dalam suatu pekerjaan. Hasil penelitian dan sumber yang

membahas tentang teori kecerdasan emosi menurut Daniel Goleman:

1. "Kecerdasan Emosional dalam Perspektif Daniel Goleman (Analisis Buku

Emotional Intelligence)": Penelitian ini menganalisis buku "Emotional

Intelligence" oleh Daniel Goleman. Dalam buku ini, Goleman

mengklasifikasikan kecerdasan emosional menjadi lima komponen penting:

kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan analisis isi.

Tujuannya adalah untuk memahami dan memajukan kecerdasan emosional

berdasarkan pandangan Goleman dalam bukunya. Kecerdasan emosional

memungkinkan kita mengenali emosi diri dan orang lain serta mengelola emosi

dengan baik dalam hubungan sosial1.

2. "Mengenal Konsep Daniel Goleman dan Pemikirannya dalam Kecerdasan

Emosi": Penelitian ini menggunakan pendekatan content analysis untuk

menggali konsep kecerdasan emosional yang digagas oleh Daniel Goleman.

Data diperoleh dari tulisan-tulisan yang membahas teori Goleman tentang

kecerdasan emosional. Hasil penelitian ini memberikan wawasan lebih lanjut tentang bagaimana Goleman memandang kecerdasan emosional dan

bagaimana konsep ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

Menurut Daniel Goleman dalam teori kecerdasan emosinya, menyebutkan

terdapat lima dasar kemampuan utama yang menggambar utama yang menggambar

kecerdasan emosi, yaitu sebagai berikut :

1. Kenali emosi anda

Mengenali emosi adalah kemampuan untuk mengenali emosi ketika itu terjadi.

Kemampuan ini adalah dasar dari kecerdasan emosional, dan para psikolog menyebut

persepsi diri sebagai metamood, atau persepsi emosi sendiri seperti tentang suasana

hati anak dan lain-lain.

a. Pengelolaan emosi: Keterampilan mengelola emosi adalah kemampuan

individu untuk mengelola emosi adalah kemampuan individu untuk

mengelola dan menyeimbangkan emosi sehingga dapat diekspresikan secara

tepat atau selaras

b. Motivasi diri: Prestasi harus dicapai dengan motivasi individu: keberlanjutan,

kepuasan diri, dorongan untuk mengendalikan, dan emosi motivasi positif:

antuasisme, gairah, optimisme, dan kepercayaan diri.

c. Mengenali emosi: Orang lain kemampuan mengenali emosi orang lain juga

dikenal sebagai empati.

2. Ciri-ciri kecerdasan Emosi Tinggi dan Rendah

Menurut Goleman (1995) mengemukakan karakteristik individu memiliki

kecerdasan emosi yang tinggi dan rendah sebagai berikut:

a. kecerdasan emosi tinggi, yaitu mampu mengendalikan perasaan marah, tidak

agresif dan memiliki kesabaran, memiliki akibat sebelum bertindak, berusaha

dan mempunyai daya tahan untuk mencapai tujuan hidupnya, menyadari

perasaan diri sendiri dan orang lain, dapat berempati pada orang lain dapat

mengendalikan mood atau perasaan negatif, memiliki konsep diri yang positif,

mudah menjalin persahabatan dengan orang lain , mahir dalam

berkomunikasi, dan dapat menyelesaikan konflik sosial dengan cara damai

b. Kecerdasan emosi rendah, yaitu bertindak mengikuti perasaan tanpa

memikirkan akibatnya, pemarah, bertindak agresif dan tidak sabar, memiliki

tujuan hidup dan cita-cita yang tidak jelas, mudah putus asa, kurang peka

terhadap diri sendiri dan orang lain, tidak dapat mengendalikan perasaan dan

mood yang negatif, tidak mampu menjalin persahabatan yang baik dengan orang lain, tidak mampu berkomunikasi dengan baik, dan menyelesaikan

konflik sosial dengan kekerasan.

3. Dasar Kecerdasan Emosional

Menurut Daniel Goleman dasar kecerdasan Emosional terdapat 5 dasar

kecerdasan emosional diantaranya;

a. Kesadaran Diri yaitu, mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat, dan

menggunakanya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri;

memiliki tolak ukur yang realitas atas kemampuan diri dan kepercayaan diri

yang kuat.

b. Pengaturan Diri yaitu, menangani emosi sedemikian sehingga berdampak

positif kepada pelaksanaan tugas; peka terhadap kata hati dan sanggup

menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran; mampu pulih

kembali dari tekanan emosi

c. Motivasi yaitu, menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakan

dan menuntun menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak

sangat efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.

d. Empati yaitu, merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami

perpektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan

menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.

e. Keterampilan Sosial yaitu, menangani emosi dengan baik ketika berhubungan

dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan social;

berinteraksi dengan lancar; menggunakan keterampilan-keterampilan ini

untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan

perselisihan, dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.

4. Tahapan Perkembangan Emosi Anak Usia Dini

1. Usia 0-6 Bulan

Bayi mampu memperlihatkan emosi seperti senyuman pada beberapa minggu

setelah kelahiran dan melakukan komunikasi nonverbal dengan orang tuanya

memperlihatkan ekspresi-ekspresi dan suara-suara yang merupakan awal dari

komunikasi emosional.

2. Usia 6-8 Bulan

Bayi mulai mengenal dan tertarik dengan orang-orang, benda-benda dan tempat

di sekelilinginya

Mulai menemukan cara baru untuk mengungkapkan perasaan, takut, kecewa,

dan rasa ingin tahunya. Pada usia delapan bulan bayi mulai merangkak kemana-mana, mampu mengenali orang-orang yang dijumpai dan takut pada orang asing

baginya.

3. Usia 9-12 Bulan

Bayi mulai memahami bahwa dia berbagi emosi dengan orang lain yang akan

memperkuat ikatan emosionalnya. Pemahaman.

4. Usia 1-3 Tahun

Anak mulai senang bertemu dengan anak-anak lainnya, mulai membangkang

serta pada masa ini mengembangkan emosi menjadi sarana yang penting dalam

mencegah anak-anak frustasi atau marah-marah.

Analisis hasil penelitian ini menunjukkan konsistensi dengan temuan-temuan

sebelumnya yang mendukung teori kecerdasan emosi Daniel Goleman dalam konteks

perkembangan anak usia dini. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa

anak-anak yang memiliki kecerdasan emosi yang baik lebih mampu mengatasi

tantangan emosional dan sosial, serta menunjukkan kinerja akademis yang lebih baik.

Berdasarkan teori Goleman, kecerdasan emosi terdiri dari lima komponen utama:

kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial. Analisis

dari berbagai literatur menunjukkan bahwa program pendidikan yang berfokus pada

pengembangan komponen-komponen ini pada anak usia dini efektif dalam

membantu anak-anak mengembangkan keterampilan emosional dan sosial yang

penting. Studi juga menunjukkan bahwa anak-anak yang menerima pendidikan

kecerdasan emosi cenderung memiliki hubungan yang lebih baik dengan teman

sebaya dan guru, lebih tahan terhadap stres, dan memiliki tingkat agresivitas yang

lebih rendah. Dengan demikian, hasil penelitian ini mendukung teori Goleman dan

memperkuat argumen bahwa pengembangan kecerdasan emosi sejak dini memiliki

dampak jangka panjang yang positif pada perkembangan keseluruhan anak.

Dari hasil penelitian sebelumnya telah menegaskan bahwa pengembangan

kecerdasan emosi pada anak usia dini tidak hanya berkontribusi pada kesejahteraan

emosional anak, tetapi juga pada aspek-aspek penting lainnya seperti perilaku sosial,

prestasi akademis, dan kemampuan untuk mengatasi stres. Berdasarkan teori

Goleman yang mencakup lima komponen utama kesadaran diri, pengaturan diri,

motivasi, empati, dan keterampilan sosial penelitian ini mengungkap bahwa

pendekatan pendidikan yang menekankan pengembangan komponen-komponen ini

menghasilkan anak-anak yang lebih resilien, berempati, dan mampu berinteraksi

secara efektif dalam berbagai situasi sosial.

Lebih lanjut, literatur yang dianalisis menunjukkan bahwa intervensi berbasis

teori kecerdasan emosi Goleman, seperti program pendidikan sosial-emosional di sekolah, pelatihan pengelolaan emosi, dan pembelajaran berbasis permainan, secara

signifikan meningkatkan kemampuan anak dalam mengenali dan mengelola emosi

mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak yang

memiliki keterampilan emosional yang baik menunjukkan kemampuan yang lebih

besar dalam memecahkan masalah, bekerja sama dengan teman sebaya, dan

mempertahankan fokus serta motivasi dalam kegiatan akademik. Temuan ini

menguatkan argumen bahwa penerapan teori Goleman dalam pendidikan anak usia

dini tidak hanya relevan tetapi juga esensial dalam membentuk individu yang

seimbang secara emosional dan sosial, serta siap menghadapi tantangan di masa

depan. Dengan demikian, integrasi teori kecerdasan emosi dalam kurikulum

pendidikan anak usia dini dapat dianggap sebagai investasi jangka panjang yang membawa manfaat multidimensional bagi perkembangan anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun