Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist. I believe my fingers...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Malu-Malu Kucing

2 Mei 2023   23:42 Diperbarui: 2 Mei 2023   23:48 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini aku datang ke kamar kos Ryo karena dia berjanji mengantarku pergi ke tempat bimbingan belajar. Rumah kosan bercat putih itu terlihat sangat sepi seperti tidak ada tanda kehidupan di dalamnya. Penuh keraguan aku mencoba mengetuk pintu masuk yang ternyata tidak terkunci. Aku berteriak memanggil nama Ryo tetapi tidak ada jawaban. Tiba-tiba kulihat seorang lelaki berperut gendut keluar dari sebuah kamar.

"Permisi Kak, saya ingin bertemu Ryo."

"Ryo di dalam kamarnya. Kamu masuk saja ke sana, yang pintunya ada gambar jangkar."

Lelaki itu menunjuk ke sebuah kamar yang terletak di bagian belakang. Sayup-sayup kudengar gelak tawa perempuan dan lelaki. Aku berjalan berjingkat-jingkat di atas dinginnya ubin lantai. Semakin dekat ke pintu kamar tujuanku, suara tawa itu semakin jelas terdengar. Aku berdiri terpaku di depan pintu yang tertutup gorden, rasanya seluruh sendiku kaku tidak dapat bergerak. Tiba-tiba seseorang menubrukku dari dalam kamar. Aku mengusap bahuku yang terasa sakit.

"Andrea, kamu bikin apa disini?"

Aku memandang wajah Ryo yang tampak sangat terkejut. Seorang perempuan muncul dari belakang Ryo dan melingkarkan kedua lengannya di pinggang pacarku itu.  

"Siapa perempuan itu?" tanyaku sedingin es.

"Tidak usah kamu pikirkan siapa dia. Itu hanya sepupuku yang baru datang dari kampung. Kamu mau apa ke sini?"

"Baru kali ini aku menahu  kalau kamu punya sepupu perempuan dari kampung."

Aku menutup muka dengan kedua belah tanganku. Kulihat perempuan yang dikatakan 'sepupu' oleh Ryo keasyikan memeluk erat pinggang lelaki yang kucintai. Tangannya mengusap mesra rambut lelaki itu. Bola mata hitam perempuan berambut ikal itu  terlihat sangat liar saat memandangku. Air mataku tumpah, hatiku langsung bergolak tidak karuan. Aku berlari meninggalkan kamar kos Ryo dan membiarkan mereka tertawa kencang di atas kesedihanku.

Sejak kejadian itu aku selalu menolak bertemu Ryo. Hatiku hancur berkeping-keping karena ulahnya yang mendua dan  sangat menyakitkan hatiku. Baru kusadari kebenaran informasi yang disampaikan Lilia  sahabatku tentang ulah Ryo. Dia mengecap Ryo sebagai 'lelaki mata keranjang' karena pacarnya tersebar di seantero kota. Di dalam balutan nestapa dan keterpurukanku karena ulah Ryo, aku kembali mengingat percakapanku dengan Lilia.

"Kamu hati-hati berkawan dengan Ryo. Pacarnya banyak sekali." Kata Lilia dengan tegas dan jelas.

"Benarkah?"

"Iya...tidak terhitung berapa banyak perempuan yang sudah menjadi korban, terbuai janji manisnya."

Aku tersenyum kecil mendengar penjelasan Lilia. Ryo pacarku itu memang berwajah tampan dan senyumnya sangat menawan. Wajahnya sungguh innocent dengan sepasang mata teduh menenteramkan.

"Kamu jangan membuat kabar hoax Lilia. Jangan-jangan kamu cemburu melihat hubunganku dengan Ryo?"

"Ya Tuhan, masa aku sejahat itu Andrea? Aku sayang kepada sahabatku sehingga aku wajib mengingatkan kamu supaya tidak terjebak mulut manisnya Ryo."

"Aku tidak percaya berita bohong itu Lilia."

"Ya sudahlah. Orang jatuh cinta memang sulit dinasehati."

"Ryo pacarku bukan tipikal cowok yang suka mempermainkan perempuan," jawabku keukeuh membela Ryo. Lilia mengangkat bahunya dengan kesal dan pergi meninggalkanku.

Aku masih penasaran jati diri 'sepupu' Ryo. Apakah dia benar sepupu atau 'sepupu' kagetan? Hatiku sudah terlalu panas dan sakit membayangkan betapa mesranya perempuan itu melekat seperti tokek di pinggang Ryo.  Aku sudah memutuskan tidak akan memberikan kesempatan kepada Ryo karena dia sudah ingkar padaku. Kok mereka becandanya di dalam kamar? Di rumah kos itu tersedia ruang tamu. Perempuan yang baik perilakunya tidak akan sembarang masuk ke dalam kamar lelaki. Kuakui tidak mudah melupakan kenangan manis bersama orang yang kita sayangi. Aku ingat Ryo pernah mengantarku saat pentas menari di acara malam inaugurasi. Rasanya bahagia dan senang sekali diantar oleh Ryo. Luwesnya Ryo bergaul membuat dia cepat diterima di kalangan teman kuliahku. Namun ada beberapa orang mengingatkan aku tentang perilaku buruk Ryo namun tidak kugubris. Sekarang nasi sudah menjadi bubur. Dengan susah payah aku bderusaha men-delete Ryo dari hidupku.

Beberapa bulan purnama telah berlalu. Seiring berjalannya waktu, aku mulai dekat dengan Adrian gegara telepon nyasar. Sebenarnya aku sudah lama kenal dengan Adrian karena ayahnya  adalah kolega ayahku di perusahaan multinasional. Aku masih ingat saat masih SD, Adrian adalah teman mengajiku di masjid. Aku kurang suka padanya karena dia suka iseng pada anak perempuan. Suatu sore nan gersang, ponselku berdering dari nomor yang tidak dikenal. Aku menerima telpon itu dengan ogah-ogahan.

"Halo..boleh saya bicara dengan Andrea?" kudengar suara renyah di seberang sana.

"Ini siapa?"

"Saya Adrian, temanmu."

"Adrian yang mana?"

"Pura-pura tidak kenal lagi. Aku temanmu Andrea,"

"Sumpah...ini Adrian yang mana?" otakku blank mengingat nama Adrian,

"Kamu ingat saat mengaji di masjid, siapa yang suka menarik kuncir rambutmu?"

Aku langsung teringat seorang anak lelaki bandel yang suka menggangguku saat masih bocil. Aku benci sekali dengan anak lelaki itu. Sekarang dia sudah berada di seberang, mengajakku bercerita via telepon.

"Kamu sudah ingat aku Andrea?"

"Iya, kamu Adrian yang bandel kan?"

Hening lama. Aku kembali sibuk dengan pikiranku sendiri.

"Andrea, kamu masih di sana?"

"Eh iya..."

"Kamu kok diam sih? Ini pulsa telponnya jalan terus loh. Kamu cerita dong, aku pengen dengar suaramu,"

"Aku cerita? Cerita tentang apa?"

"Apa saja yang kamu mau sampaikan kepadaku."

Aku tergagap. Ih...apa maunya ini orang.

"Mohon maaf aku masih ada kerjaan, ntar kita telpon-telponan lagi ya."

"Bener nih?"

"Iya...sudah dulu ya," aku segera mematikan ponselku.

Semakin bertambahnya hari, intensitas percakapanku dengan Adrian semakin meningkat. Suatu sore, Adrian berjanji menjemputku ke kampus setelah kuliahku selesai. Aku menjadi gelisah sepanjang hari, menyesal luar biasa kenapa juga aku mengiyakan permintaan Adrian. Akhirnya Adrian datang ke tempat yang telah kami sepakati. Dia mengenakan kemeja hitam dengan celana jeans. Aku akui dalam hatiku, sungguh tampan performanya saat itu.

"Halo Andrea, kamu sudah lama disini? Maaf ya, jalanan macet bikin aku terlambat."

"Tidak mengapa. Terima kasih sudah datang ke sini."

Aku memperhatikan Adrian dengan seksama. Cowok ini sudah mengalami metamorfosis total. Adrian sudah berubah menjadi lelaki berkarakter, sangat berbeda seperti saat dia masih bocil, identik dengan kumal dan kenakalan.

"Kamu kenapa Andrea?"

Aku tergagap, kebingungan dengan khalayanku yang wara wiri.

"Aku ingin mengajakmu makan malam sambil menikmati sunset. Only you and me."

"Secepat itu kita berkencan?"

Adrian terkekeh mendengar pertanyaanku.

"Ya ampun Andrea. Memangnya makan bareng harus dalam konteks berkencan? Aku lapar sekali dan kamu mau kutraktir makan di tempat favoritku. Mie pangsit dan nasi goreng cafe itu enak sekali." Adrian mengacungkan jempolnya. Aku menjadi malu mendengarnya. Betapa piciknya diriku ini Tuhan.

"Kamu mau kan dinner sama aku?"

Aku hanya mengangguk malu.

Caf pilihan Adrian sungguh romantis dan elegan. Tiba di situ, Adrian segera mengambil tempat di bagian yang menghadap laut lepas, sangat cocok untuk memandang keindahan sunset di kejauhan. Mataku membulat saat Adrian menyalakan sebatang rokok dan mengisapnya dengan santai. Kepulan asap putih membumbung tinggi ke atmosfer.

"Kamu kenapa Andrea?"

Aku menggeleng. Adrian tanggap melihat derai ketakutan dalam bola mataku, dia segera mematikan rokoknya.

"Hayo, kamu mau pesan apa?" Adrian menyodorkan daftar menu padaku. Aku kembali memandang Adrian, mirip anak ayam kehilangan induk.

"Aku ikut kamu saja,"

"Duh Andrea, kamu kok lemes banget sih?apakah kamu sakit?" Adrian segera meraba keningku. Tidak ada kelainan disana.

Aku menunduk malu.

"Mungkin makanan panas dan berkuah dapat mengembalikan semangatmu Andrea. Aku pesankan pangsit dan dimsum ya? Atau kamu mau makan apa sih? Maaf aku tidak menahu seleramu."

"Aku mau menu itu Adrian. Keknya enak dimakan sore-sore begini."

"Okay...aku pesan nasi goreng sea food untuk diriku. Sorry, aku lapar banget."

Pesanan kami datang dan Adrian makan dengan lahap. Aku memakan dimsumku lambat-lambat. Kuhirup kuah kaldu ayam bertabur kucai dan minyak wijen. Duh, makanan ini enak banget. Segera kutambahkan saos sambal dan perasan air jeruk nipis untuk menambah keindahan rasanya. Diam-diam aku memperhatikan cara makan Adrian. Cowok ini sungguh berbeda dengan Ryo yang jaim dan selalu menampilkan sisi baik yang terkesan dibuat-buat. Sangat berlainan dengan  Adrian yang menampilkan sifat jujur dan  apa adanya.

"Kamu lihat matahari itu Andrea. Dia terbit dan tenggelam dengan teratur. Matahari tidak pernah ingkar janji."

Aku tersentak mendengar penekanan suara Adrian pada kata ingkar janji. Kutundukkan kepalaku.

"Kamu kenapa sih Andrea? kamu ada masalah?"

Aku menggelengkan kepalaku. Masa aku harus curhat tentang masalah Ryo ke Adrian? mana tahan...

Adrian segera menjentikkan jarinya memanggil pelayan yang datang membawakan bill.

"Kamu mau nambah menu atau membungkus untuk makan di rumah?"

"Tidak, terima kasih jamuannya. Kamu baik sekali,"

"Benar tidak mau tambah lagi? Tidak menyesal?"

Adrian tertawa kencang melihat keluguanku.

Tanpa terasa sudah enam bulan purnama hubungan tidak jelasku berjalan bersama Adrian. Adrian selalu memberikan sinyal berbau cinta namun tidak pernah kutanggapi.

"Andrea, kamu tidak keberatan sebelum pulang ke rumah kita singgah menjemput ayahku di tempat mengajarnya?"

"Oh iya. Silahkan. Aku akan sangat senang bertemu dengan ayahmu. Ayahmu mengajar dimana?"

"Ayahku mengajar di sebuah akademi. Disitu juga aku melanjutkan studiku. Kamu serius mau bertemu dengan ayahku?atau kamu kuantar pulang dulu, jangan sampai rencanaku menjemput ayah mengganggu acaramu."

:Sebenarnya aku minder akan bertemu beliau. Rasanya gimana gitu...."

"Tenang saja, ayahku tidak akan menggigitmu. Dia bukan Drakula pemakan cewek,"

Mobil Avanza itu bergerak pelan memasuki sebuah kampus yang ditumbuhi banyak pohon bungur.  Adrian segera memarkir di bawah sebuah pohon. Dia segera membuka  pintu untukku. Adrian menggandeng tanganku saat berjalan menyusuri koridor. Rasanya malu tapi aku suka juga dengan perhatian Adrian.

"Aku akan ke sana menjemput ayahku," Adrian menunjuk ke suatu ruangan.

"Aku menunggu disini saja ya, lebih adem."

"Okay, terserah kamu. Aku ke sana dulu ya."

Kampus ini begitu dingin. Rasa gerahku karena macet di jalan mendadak hilang karena terpaan angin sejuk.

"Andrea, kamu bikin apa disini?" Suara bariton bernada terkejut itu menyentak lamunanku. Aku segera menoleh, kulihat Ryo memandangku penuh selidik.

"Kamu bikin apa disini Ryo?"

"Ini kan kampusku. Aku ada kuliah siang ini. Kamu mau apa disini?"

Wajahku menjadi pucat pasi. Berarti Ryo sekampus dengan Adrian? Waduh...bakal parah tuh.

"Kamu tahu Andrea, betapa sulitnya kamu kutemui. Bagaimana status hubungan kita selama ini?Aku cinta padamu Andrea."

"Tanyalah dirimu sendiri mau dibawa kemana rasa cintamu itu,"

"Maksudmu?"

"Pergilah kamu berleha-leha dengan semua perempuan yang kamu sukai." kujawab ketus pertanyaan Ryo supaya lega hatiku.

"Andrea, kamu tuh salah sangka. Aku tetap mencintaimu dengan tulus." kudengar suara Ryo begitu bermohon. Kuingat lagi insiden di kamar kos Ryo yang membuat diriku berkeringat dingin.

Tiba-tiba....

"Ryo, kamu darimana? Aku dari tadi menunggumu," terdengar sebuah suara cempreng manis manja. Entah darimana datangnya seorang perempuan bertubuh semampai segera menarik tangan Ryo.

"Apa-apaan sih," Ryo segera mengibaskan tangannya.

"Kamu kan janji mengajakku makan di caf siang ini," rengeknya dengan suara agak memekik.  Perempuan itu memandangku sambil melengos.

"Kamu syapa..." tanyanya dengan ketus padaku. Di kejauhan aku melihat Adrian dan ayahnya berjalan menghampiriku. Aku segera meninggalkan Ryo dan perempuan centil itu.

"Andrea, ini ayahku,"

Kusalami ayah Adrian yang tersenyum lebar.

"Apa kabar Nak?" ditepuknya bahuku dengan ramah. Aku merasakan hangat menjalar dalam pembuluh darahku.

"Inilah perempuan idaman yang tadi kuceritakan Yah. Perempuan yang membuat jantungku selalu berdebar tidak karuan.," Adrian menarik lembut tanganku untuk berdiri di sampingnya. Kulihat  Ryo berjalan di belakang Adrian sambil menggerutu diikuti oleh cewek centil yang mengomel panjang lebar.

"Permisi Pak," Ryo mengangguk hormat kepada ayahnya Adrian.

"Siapa itu?" tanyaku pada Adrian.

"Oh itu si Ryo, teman kuliahku. Kami seangkatan. Keknya dia tinggal di dekat rumahmu deh."

Aku terbelalak, Adrian seangkatan dengan Ryo. Waduh...

"Kenapa Andrea? Kamu kenal Ryo?"

Aku menggeleng kuat dan memandang punggung Ryo yang semakin menjauh. Tampaknya dia dongkol melihat kedekatanku dengan Adrian.

"Ayo kita pulang Nak, Ayah mau segera beristirahat di rumah."

Adrian segera mengambil tas ayahnya. Kami segera berjalan menuju ke mobil. Aku duduk di jok belakang. Sepanjang perjalanan aku hanya terdiam. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri yang bertemu Ryo tanpa sengaja. Kubiarkan Adrian mengobrol rame dengan ayahnya. Tanpa terasa kami telah tiba di rumah Adrian.

"Andrea mau singgah ke rumah Ayah?"

"Lain kali ya Om."

"Tampaknya Andrea lelah dan ingin segera pulang. Aku antar dia dulu."

Ayah Adrian segera menutup pintu dan melambaikan tangannya.

"Kamu kenapa Andrea?"

"Aku lelah, cuaca hari ini panas sekali."

"Mungkin kamu mau menikmati segelas dawet Banjarnegara? Aku bawa kamu ke kedai langgananku."

"Janganlah repot-repot Adrian. Kamu sudah terlalu banyak berkorban untuk aku."

"Aku begini karena aku mencintaimu Andrea."

Deg...jantungku seakan berhenti berdetak. Tiba-tiba Adrian menghentikan kendaraannya di tepi jalan.

"Ada apa Adrian?"

Adrian memandangku lama sekali.

"Aku mencintaimu Andrea." tatapan mata Adrian begitu lembut.

"Aku jatuh cinta padamu Andrea."

"Terus...kalo gitu kamu mau ngapain?"

"Tidak kenapa-kenapa, cuma mau bilang saja, aku jatuh cinta kepadamu. Aku tidak peduli dengan semua masa lalumu. maukah kamu membuka lembaran yang baru bersamaku?"

"Ohhh, aku belum siap Adrian."

"Siap tidak siap, kamu harus siap untuk kupacari."

"Ihhh...maksanya."

Adrian kembali menjalankan mobilnya.

"Okay pacarku, sekarang kita ke kedai dawet. Aku ingin segera  meneguk dawet segar untuk membasahi kerongkonganku. Bagaimana pacarku, sebentar lagi kupersembahkan segelas dawet cinta untukmu."

Aku tersenyum malu.

"Gimana pacarku, are you okay?"

Aku menepuk lengan Adrian dan kututup wajahku penuh malu. Andrian menggenggam erat jemari tangan kananku. Mobil itu melaju meninggalkan debu, bagaikan anak panah yang melesat menuju ke kehidupan cintaku yang baru bersama Adrian (srn).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun