Mohon tunggu...
siti muannifah14
siti muannifah14 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Revolusi Belajar: Efektivitas Contextual Teaching and Learning dalam Meningkatkan Keterampilan Siswa

29 Mei 2024   14:59 Diperbarui: 29 Mei 2024   15:09 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu sama lain. Tujuan, sumber, metode, model, dan evaluasi semuanya merupakan bagian dari pembelajaran. Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi guru dan siswa satu sama lain melalui sumber daya pendidikan, baik langsung maupun tidak langsung. Pengembangan kurikulum, desain pembelajaran, bahkan materi multimedia semuanya dimasukkan dalam model pembelajaran, yang menjelaskan lingkungan tempat pembelajaran berlangsung.

          Pada hakikatnya model pembelajaran adalah suatu cetak biru atau pola yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan seluruh kegiatan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran adalah kerangka menyeluruh perilaku belajar yang bertujuan untuk mencapai tujuan atau kompetensi pembelajaran. 

Suprijon mengartikan model pembelajaran sebagai segala sesuatu yang menggambarkan metodologi yang digunakan, seperti tujuan pembelajaran, lingkungan belajar, dan pengelolaan kelas. Menurut beberapa ahli, termasuk Joyce & Weil, model pembelajaran adalah suatu pola atau strategi terorganisir yang berfungsi sebagai pedoman dan digunakan untuk membuat kurikulum dan sumber daya.

        Udin mengartikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang menguraikan suatu proses metodis untuk menyusun suatu pengalaman pendidikan guna mencapai tujuan pembelajaran. Guru dan perancang pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran ini sebagai pedoman dalam mengatur dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Pengertian Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning

         Konteks yang berarti "hubungan, konteks, suasana, dan keadaan

konteks",merupakan akar kata dari kata kontekstual. Agar Contextual Teaching and

Learning (CTL) dapat berlangsung, pembelajaran yang dikaitkan dengan lingkungan

tertentu harus diidentifikasi.Kontekstual umumnya mengacu pada: menarik,

relevan,memiliki hubungan atau hubungan langsung, mengikuti konteks,

menyampaikan maksud, makna, dan kepentingan.

       Konsep pembelajaran berbasis kontekstual sendiri memotivasi pendidik untuk secara konsisten menghubungkan konten yang diajarkan dengan kehidupan nyata siswa. Selain itu, hal ini dapat memotivasi siswa untuk secara konsisten menghubungkan apa yang telah mereka pelajari dan bagaimana hal itu diterapkan pada suatu tugas. 

Tidak demikian halnya, menurut Nur F. M. dan Saputra yang dalam makalahnya "Penerapan Pendekatan CTL dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar" bahwa CTL adalah suatu konsep pembelajaran dimana siswa terlibat dengan suatu materi pelajaran dan menghubungkannya. dengan situasi dunia nyata serta mendorong anak-anak untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka sendiri.

        Selain itu, paradigma pembelajaran CTL melibatkan pengikatan materi pelajaran yang akan dipelajari dengan pengalaman anak sehari-hari. Menemukan makna atau inti pokok bahasan yang dipelajari dalam kehidupan nyata adalah tujuan satu-satunya. Dalam temuan seminar nasional bertajuk "Profil Model CTL di SMP" di Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Gunawan, Hariyono, dan Sapto menyatakan bahwa agar CTL efektif digunakan model Contextual Teaching Learning. pada dasarnya harus didasarkan pada konstruktivisme, yaitu filosofi yang membentuk siapa kita. Hal ini diklaim sebagai metode pengajaran yang dapat membantu siswa menemukan pengetahuan mereka sendiri dengan meminta mereka menerapkan konsep-konsep yang mereka pelajari ke dalam situasi dunia nyata. Tujuannya agar anak mampu menerapkan makna proses belajar dalam kehidupannya.

Karena pembelajaran kontekstual menumbuhkan kolaborasi kelompok, yang membuat siswa tetap terlibat dan guru tetap kreatif, dan karena kegiatan belajar menyenangkan, yang membuat anak tidak bosan, pembelajaran kontekstual sendiri mempunyai potensi untuk berinovasi dan meningkatkan proses kegiatan pembelajaran. agar siswa memperoleh pengalaman menerapkan kemampuan beradaptasi yang dapat mereka gunakan untuk menangani masalah yang akan mereka hadapi.

Selain itu, para ahli juga memberikan definisi lain tentang pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut: 

A. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual (CTL) didefinisikan oleh Elaine B. Johnson sebagai berikut:

     Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu pendekatan pendidikan yang menghubungkan mata pelajaran akademik dengan konteks kondisi pribadi, sosial, dan budaya siswa guna membantu siswa memahami makna dalam muatan akademik yang dipelajarinya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem yang dimaksud terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: menciptakan hubungan yang bermakna, melaksanakan pekerjaan yang bermakna, menyelesaikan pembelajaran yang disesuaikan dengan diri sendiri, melakukan kerja kelompok, mendorong pemikiran kritis dan kreatif, membantu individu dalam tumbuh dan berkembang, memenuhi target, dan memanfaatkan kecerdasan buatan.

b.Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual (CTL) didefinisikan sebagai berikut oleh National School to Work Office dan Office of Vocational and Adult Education dari Departemen Pendidikan AS:

       Pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah gagasan yang memfasilitasi proses menghubungkan konten akademis dengan pengalaman dunia nyata siswa sekaligus mendorong siswa untuk membuat hubungan antara apa yang telah mereka pelajari dan bagaimana mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Upaya siswa untuk menciptakan informasi dan kemampuan segar sendiri selama belajar adalah bagaimana mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilannya.

c. Pembelajaran Kontekstual (CTL) didefinisikan oleh Akhmad Sudrajat sebagai berikut: 

   Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu pendekatan pendidikan komprehensif yang berupaya menggugah peserta didik untuk memahami makna materi yang dipelajarinya dengan menempatkannya dalam konteks kehidupan sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan budaya). Dengan cara ini, siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat mereka terapkan (transfer) dengan leluasa dari satu masalah/konteks ke masalah/konteks lainnya.

d. DEPDIKNAS memberikan definisi Pembelajaran Kontekstual (CTL) sebagai berikut: 

    Pendidikan kontekstual, juga dikenal sebagai pengajaran dan pembelajaran kontekstual, adalah sebuah konsep yang memungkinkan pendidik menghubungkan apa yang diajarkan di kelas dengan skenario dunia nyata dan menginspirasi siswa untuk menarik hubungan antara apa yang telah mereka pelajari dan perencanaan sehari-hari.

C. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual (Pembelajaran Kontekstual)

       Muslich menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual memiliki

kualitas,berdasarkan pemahaman ini: 

Pembelajaran terjadi dalam konteks otentik apabila dilakukan dalam suasana alamiah atau dengan tujuan memperoleh kemampuan dalam situasi dunia nyata (learning in a real life setting). 

Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan proyek yang bermanfaat (pembelajaran bermakna). 

 Memberikan siswa pengalaman berharga adalah bagaimana pembelajaran dicapai (learning by doing). 

 Pembelajaran dicapai melalui percakapan, proyek kelompok, dan koreksi teman ke teman (belajar dalam kelompok).

 Pembelajaran memberikan kesempatan kepada orang-orang untuk berkolaborasi, membangun rasa kebersamaan, dan memperoleh pemahaman mendalam satu sama lain (belajar mengenal satu sama lain secara mendalam). 

Kerja sama diutamakan dan pembelajaran dilakukan secara aktif, kreatif, dan produktif (belajar bertanya, bertanya, bekerja sama).

Pembelajaran berlangsung dalam lingkungan yang nyaman (belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan). 

             Terkait sosialisasi yang dilakukan Kementerian Pendidikan Nasional, ciri-ciri 

pembelajaran berbasis kontekstual antara lain:

Kolaborasi

Saling mendukung

Bersenang-senang

Bukannya tidak menarik

Belajar dengan penuh semangat

Pendidikan terpadu 

Manfaatkan beberapa sumber

Siswa aktif.

Sementara Kunandar mengatakan, antara lain, ciri-ciri pembelajaran kontekstual: 

1) Semua pihak bekerja sama 

2) Tekankan pentingnya menyelesaikan kekhawatiran atau masalah 

3) Menghasilkan berbagai skenario kehidupan siswa. 

4) Saling menyemangati

 5) Bersenang-senang, jangan membosankan

6) Memperoleh ilmu dengan semangat 

7) Pembelajaran campuran 

8) Memanfaatkan berbagai sumber

9) Peserta didik yang terlibat 

10) Bersosialisasi dengan teman 

11) Siswa yang ingin tahu dan pendidik yang inovatif 

12) Hasil karya siswa, peta, foto, artikel, komedi, dan lain-lain semuanya dipajang di 

dinding dan ruang kelas. 

13) Laporan kepada orang tua lebih dari sekedar rapor:mereka adalah hasil siswa

         laporan hasil praktikum, tulisan siswa, dan lain sebagainya. Sekarang mari kita 

bicara tentang modelnya.Umpan balik, penggunaan berbagai instrumen untuk 

pendampingan, pembelajaran kelompok, model demokrasi, peningkatan pengetahuan 

siswa, dan evaluasi semuanya termasuk dalam pembelajaran kontekstual ini. 

Berdasarkan evaluasi nyata, pembelajaran diselenggarakan menurut waktu dan tempat 

yang tersedia, dan materi diberikan sedemikian rupa sehingga paling sesuai dengan

kebutuhan siswa.

D.Komponen Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) 

         Model Pembelajaran Kontekstual terdiri dari tujuh bagian: 

Kontruktivisme

       Konstruktivisme adalah teori pembelajaran yang didasarkan pada gagasan bahwa siswa mengembangkan pemahaman dan pengetahuan mereka tentang dunia tempat mereka tinggal dengan merefleksikan pengalaman mereka. Konstruktivisme sebagai ungkapan awalnya berasal dari Barlett (1932), Mark Baldwin, dan Jean Piaget, yang mengembangkan lebih lanjut gagasan tersebut. Gagasan Piaget dielaborasi lebih lanjut oleh Ernst Von Glasersfeld dan Giambattista Vico pada tahun 1710, sebelum diterima secara luas dengan Suyono dan Hariyanto mendefinisikan konstruktivisme sebagai "makna mengetahui berarti mengetahui cara membuat sesuatu". Dengan demikian, seseorang dikatakan mengetahui sesuatu apabila ia mampu mengartikulasikan komponen-komponen benda itu, yang merupakan produk proses mentalnya; dengan kata lain, dia mengetahui sesuatu karena dia menciptakannya di kepalanya. 

    Konstruktivisme adalah praktik menggunakan pengalaman untuk mengembangkan atau mengumpulkan informasi baru dalam struktur kognitif siswa. Konstruktivisme adalah filsafat yang berpendapat bahwa pengetahuan diciptakan tidak hanya oleh objek tetapi juga oleh kemampuan seseorang untuk mencatat setiap objek yang ditemuinya. Konstruktivisme berpendapat bahwa meskipun pengetahuan diciptakan secara internal oleh individu, pengetahuan tersebut berasal dari dunia luar. Dengan demikian, objek observasi dan kemampuan subjek dalam menafsirkan merupakan dua komponen utama pengetahuan. Akibatnya, pengetahuan bersifat dinamis, bukan statis, dan bergantung pada orang yang memahami dan menciptakannya

b.Inquiry (menemukan)

       Jika suatu proses pembelajaran berbasis inkuiri, berarti didasarkan pada pencarian dan penemuan dengan menggunakan proses berpikir yang metodis. Pengetahuan adalah hasil dari proses penemuan diri dan bukan kumpulan fakta yang dapat diingat kembali. Akibatnya, selama tahap perencanaan, instruktur menciptakan pelajaran yang memungkinkan siswa menemukan sendiri informasi yang perlu mereka pahami daripada memberikan sejumlah konten yang perlu dihafal. Intinya, belajar adalah proses mental organik yang terjadi dalam diri seseorang. memanfaatkan prosedur mental itu. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak tumbuh secara holistik---mental, emosional, kognitif, dan pribadi.

   Salah satu komponen utama kegiatan pembelajaran berorientasi kontekstual adalah penemuan (inkuiri). Pengetahuan dan kemampuan siswa diharapkan berasal dari eksplorasi mereka sendiri dan bukan dari hafalan informasi. Instruktur perlu membuat latihan yang menyinggung proses pembelajaran apa pun materi pelajaran yang mereka ajarkan.

Berikut langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan inkuiri: 

1) Nyatakan masalahnya (dalam bidang apa pun) 

2) Perhatikan atau catat observasi 

3) Memeriksa data dan mengkomunikasikan temuannya dalam bentuk tulisan, gambar, laporan, tabel, bagan, dan format lainnya. 

4) Membagikan atau memperlihatkan temuan karya kepada pembaca, teman sekelas, instruktur, atau khalayak lainnya.

   Sebagai bagian dari pendekatan Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual (CTL), siswa terlebih dahulu mengidentifikasi masalah spesifik yang ingin mereka atasi. Oleh karena itu, perlu memotivasi siswa untuk mengidentifikasi masalah. Jika permasalahan telah dipahami dengan batasan yang jelas, maka siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai rumusan masalah yang diajukan. Siswa akan dibimbing untuk melakukan observasi guna mengumpulkan data sesuai hipotesis. Siswa kemudian dibimbing untuk menguji hipotesis sebagai landasan untuk mengembangkan kesimpulan setelah bukti-bukti dikumpulkan. Seperti disebutkan sebelumnya, prinsip utama pengajaran dan pembelajaran kontekstual (CTL) adalah gagasan penemuan. Hal ini dimaksudkan bahwa dengan menempatkan anak melalui proses berpikir metodis tersebut di atas, mereka akan mengembangkan pola pikir ilmiah, masuk akal, dan logis yang semuanya merupakan prasyarat untuk mengembangkan kreativitas.

c.Questioning (bertanya) 

Seseorang tidak akan memperoleh ilmu tanpa bertanya terlebih dahulu. Menurut Contextual Teaching and Learning (CTL), bertanya merupakan pendekatan pembelajaran yang utama. Di kelas, mengajukan pertanyaan dipandang sebagai cara guru untuk mendukung, mengarahkan, dan mengevaluasi keterampilan berpikir kritis siswanya. Untuk menerapkan metode inkuiri bagi siswa yaitu, untuk mengungkap informasi, memvalidasi apa yang telah diketahui, dan menarik perhatian pada aspek-aspek yang belum ditemukan mengajukan pertanyaan merupakan langkah pertama yang penting.

Dalam program pendidikan yang produktif, proyek kelompok bermanfaat:

1) Mengumpulkan data

 2) Verifikasi pemahaman siswa

3) Menghasilkan jawaban siswa 

4) Menyadari betapa penasarannya siswa 

5) Mengasumsikan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. 

6) Mengarahkan perhatian siswa pada suatu tujuan yang dikehendaki pengajar 

7) Mendorong siswa untuk bertanya lebih banyak 

8) Mengulas materi bersama siswa    

Di dalam kelas, bertanya dapat digunakan untuk membina hubungan antara siswa yang satu dengan yang lain, serta antara siswa dengan peserta didik lainnya. Siswa terlibat dalam bertanya ketika mengamati, bekerja dalam kelompok, berdiskusi, menghadapi masalah, dan lain sebagainya.

d.Learning Community (masyarakat belajar) 

      Komunikasi dengan orang lain merupakan sumber utama dukungan bagi pengetahuan dan pemahaman anak, menurut psikolog Rusia eo Semenovich Vygotsky. Tidak mungkin menyelesaikan suatu masalah sendirian; bantuan dari orang lain diperlukan.Kerja sama yang didasarkan pada saling memberi dan menerima sangat penting untuk penyelesaian masalah. 

Dalam Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual (CTL), Konsep Komunitas Pembelajaran (LCC) mengusulkan bahwa tujuan pembelajaran dicapai melalui kerjasama interpersonal. Kerja sama semacam ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk, baik dalam lingkungan pembelajaran terstruktur maupun organik di dalam organisasi. 

Berbagi hasil dengan orang lain, teman, kelompok, dan pihak yang mempunyai pengetahuan untuk dibagikan kepada pihak yang kurang, serta individu yang telah berbagi pengalamannya dengan orang lain, dapat memberikan hasil pembelajaran. Inilah yang dimaksud dengan komunitas belajar.

     Elemen kunci dari sistem kontekstual untuk belajar mengajar (CTL) adalah kolaborasi. Para pengkritik pola pembelajaran kooperatif berpendapat bahwa ketika anak-anak berkolaborasi dalam kelompok kecil, Mereka akan selalu mengabaikan satu sama lain, mengambil tugas yang berbeda satu sama lain, bertindak tidak efisien, dan bertengkar satu sama lain. Sementara Para pendukung pola pembelajaran kooperatif berpendapat bahwa ada banyak keuntungan bekerja dalam kelompok kecil dan bahwa berbagai permasalahan ini dapat dengan mudah diatasi. 

Bekerja sama dapat membantu menghilangkan hambatan mental yang disebabkan oleh keterbatasan perspektif dan pengalaman. Dengan demikian, akan lebih mudah melihat kelebihan dan kekurangan seseorang serta mengembangkan apresiasi terhadapnya orang lain, mendengarkan secara reseptif, dan berupaya mencapai saling pengertian. Bersama-sama, para anggota kelompok akan mampu mengatasi banyak tantangan, bertindak secara bertanggung jawab dan mandiri, mengandalkan bakat individu masing-masing anggota, saling percaya, menyuarakan ide-ide mereka, dan menerima keputusan.

      Dalam melaksanakan pembelajaran yang berfokus pada komponen masyarakat belajar, guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

1) Secara umum, berbagi atau bekerja sama dengan orang lain akan membuahkan hasil pembelajaran. 

2) Berbagi terjadi ketika orang saling bertukar pengetahuan satu sama lain; 3) Berbagi terjadi ketika ada komunikasi dua arah atau multi arah.

4) Ketika semua orang berpartisipasi, komunitas belajar tercipta. 

Ini terdiri dari keahlian, pengalaman, dan kemampuan mereka yang bermanfaat bagi orang lain. 

5) Anggota komunitas belajar mempunyai potensi untuk dijadikan sumber belajar

   Menerapkan pendekatan komunitas pembelajaran mendalam adalah praktik yang muncul sebagai:

1) Pembentukan kelompok-kelompok kecil 

2) Munculnya pengelompokan yang cukup besar 

3) Memasukkan tenaga profesional ke dalam pembelajaran (atlet, tokoh, dokter, polisi, tukang kebun, akuntan, dan lain-lain). 

4) Membantu badan siswa yang sama 

5) Membantu kelas tersebut di atas secara berkelompok. 

6) Terlibat dalam pelayanan masyarakat.

e.Modelling (pemodelan)

   Mempelajari keterampilan atau informasi melalui pemodelan melibatkan identifikasi model yang dapat ditiru. Peluang disajikan oleh model ini. Sangat baik bagi pendidik untuk memberikan contoh tentang apa yang harus dicapai, dengan menggunakan jadi instruktur memberikan model pembelajaran.

    Beberapa guru memberikan contoh bagaimana melakukan sesuatu sebelum siswa melaksanakan tugas, misalnya bagaimana menemukan kata kunci dalam membaca. Pada pembelajaran ini guru mendemonstrasikan cara mencari kata kunci dalam bacaan dengan cara menelusuri bacaan secara cepat, menggunakan gerakan mata (scanning). Ketika guru mendemonstrasikan cara membaca cepat, siswa mengamati guru membaca dan membalik teks. 

Gerakan mata guru dalam menjiplak bacaan menjadi perhatian utama siswa. Dengan begitu siswa mengetahui seberapa efektif gerakan mata dalam pemindaian. Kata kunci yang ditemukan guru disampaikan kepada siswa, sebagai hasil kegiatan pembelajaran menemukan kata kunci dengan cepat. 

Secara sederhana kegiatan ini disebut modeling. Artinya ada model yang bisa ditiru dan diamati oleh siswa, sebelum mereka berlatih mencari kata kunci. Dalam hal ini guru menjadi model sebelum siswa berlatih menemukan istilah-istilah yang dapat mereka tiru dan tonton. Instruktur kemudian memberikan contoh.

       Guru bukanlah satu-satunya model dalam situasi ini. Siswa dapat terlibat dalam konstruksi model. Misalnya, seorang siswa dapat ditugaskan untuk mengajari teman sekelasnya cara mengucapkan sebuah kata. Jika seorang siswa kebetulan memenangkan lomba bahasa Inggris atau lomba membaca puisi, siswa tersebut dapat ditugaskan untuk menunjukkan kemampuannya. Siswa teladan diyakini dapat menjadi contoh bagi siswa lain, dan model menjadi tolak ukur kompetensi yang harus dipenuhi.

    Saat melaksanakan pembelajaran, guru perlu memperhatikan gagasan komponen pemodelan berikut:

1) Perolehan pengetahuan dan keterampilan terjadi secara bertahap, kecuali ada model atau contoh yang dapat diikuti. 

2) Para ahli atau individu yang berkompeten dapat memberikan model atau contoh secara langsung. 

3) Model atau contoh dapat berupa prosedur yang harus diikuti, produk kerja, atau model penampilan.

f.Reflection (repleksi) 

   Memikirkan kembali pengalaman sebelumnya atau mempertimbangkan apa yang baru saja Anda pelajari adalah dua cara untuk melakukan refleksi. 

Siswa menggunakan struktur yang telah mereka pelajari baru-baru ini untuk menghadapi informasi segar, yang merupakan perluasan atau revisi dari pemahaman sebelumnya.Reaksi terhadap pengalaman, usaha, atau informasi yang baru diperoleh disebut refleksi.

      Metode tersebut menghasilkan pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan siswa yang ada ditambah dengan konteks pembelajaran, yang kemudian ditingkatkan secara bertahap. Pendidik membantu siswa dalam menggambarkan hubungan antara apa yang telah mereka pelajari dan apa yang masih perlu mereka pelajari. Siswa kemudian akan memiliki sesuatu yang praktis untuk diambil dari apa yang baru saja mereka pelajari.

       Cara informasi tertanam dalam pikiran siswa sangatlah penting dalam hal ini. Siswa membuat jurnal pengetahuan dan perspektif mereka tentang konsep-konsep baru.

        Instruktur memberikan sedikit waktu kepada kelas untuk melakukan refleksi pada akhir perkuliahan. Realisasi ini diwujudkan sebagai:

          ringkasan yang jelas tentang pencapaian hari itu, entri buku harian atau catatan di buku siswa, serta observasi dan rekomendasi dari siswa pelajaran, percakapan.

g.Authentic Assessment (penilaian yang sebenarnya) 

     Saat ini, guru biasanya mengikuti pendekatan pembelajaran tradisional yang memberikan penekanan kuat pada pengembangan intelektual. Akibatnya, alat yang digunakan untuk evaluasi terbatas pada ujian dan pengembangan karakteristik intelektual. Ujian memberikan informasi tentang seberapa baik siswa memahami materi pelajaran. 

Dalam pembelajaran kontekstual, perkembangan seluruh aspek tidak hanya kemampuan intelektual---menentukan keberhasilan pembelajaran. Oleh karena itu, evaluasi keberhasilan mempertimbangkan baik proses pembelajaran melalui evaluasi autentik maupun unsur hasil pembelajaran seperti nilai ujian.

    Guru menggunakan penilaian nyata, juga dikenal sebagai penilaian otentik, untuk mengumpulkan data mengenai perkembangan akademik siswanya. Evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, serta apakah pengalaman pendidikannya berdampak positif terhadap pertumbuhan intelektual dan mentalnya. Proses pembelajaran dihubungkan dengan pelaksanaan penilaian autentik. Evaluasi ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran sedang berlangsung. Akibatnya, alih-alih hasil belajar, fokusnya adalah pada proses pembelajaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun