Melalui proses dialogis ini, tidak hanya auditor yang memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang kasus yang sedang diperiksa, tetapi juga wajib pajak dapat lebih memahami pentingnya kepatuhan pajak. Ini dapat berkontribusi pada peningkatan kesadaran perpajakan dalam masyarakat.Bidang audit pajak yang mengintegrasikan dialektika hermeneutis Hanacaraka dapat menciptakan lingkungan audit yang lebih transparan dan konstruktif, di mana pemahaman yang lebih dalam tentang konteks budaya dan sosial memungkinkan penilaian yang lebih akurat dan adil.
Contoh Dialetika Hermeneutis Hanacaraka dalam Prosedur Audit Pajak:
Dialetika hermeneutis dalam prosedur audit pajak dapat diuraikan melalui langkah-langkah yang mencakup pemahaman, interpretasi, dan analisis data perpajakan. Berikut adalah contoh yang menggambarkan konsep tersebut:
1. Pemahaman Awal
Auditor pajak harus memahami konteks hukum dan regulasi perpajakan yang berlaku. Hal ini mencakup pemahaman mengenai hukum pajak yang relevan, ketentuan perpajakan yang baru, serta kebijakan fiskal yang diterapkan oleh pemerintah.
2. Pengumpulan Data
Auditor mengumpulkan data dan dokumen terkait dari wajib pajak, seperti laporan keuangan, SPT (Surat Pemberitahuan) pajak, dan bukti transaksi lainnya. Ini merupakan langkah penting untuk mendapatkan gambaran yang utuh.
3. Interpretasi Data
Setelah data terkumpul, auditor melakukan interpretasi terhadap informasi yang ada. Proses ini melibatkan analisis terhadap keabsahan dokumen serta kecocokan antara laporan yang disampaikan dengan data sebenarnya.
4. Dialog dan Klarifikasi
Dalam dialetika hermeneutis, penting untuk membuka ruang dialog. Auditor dapat melakukan wawancara atau diskusi dengan pihak wajib pajak untuk mengklarifikasi informasi yang tidak jelas atau mencari pemahaman yang lebih dalam.