Regresi: dalam mungkin kembali pada perilaku yang lebih kekanak-kanakan sebagai cara untuk menghindari menghadapi situasi yang sulit.
Ego kita, seperti yang telah kita bahas sebelumnya, berfungsi sebagai mediator antara dorongan dasar dan tuntutan moral. Dalam konteks kritik, ego berperan sebagai perisai yang melindungi kita dari rasa sakit dan kegagalan. Namun, ego juga bisa menjadi pedang yang melukai diri sendiri dan orang lain jika tidak dikelola dengan baik.
Mekanisme Pertahanan Diri yang Lebih Dalam
Selain mekanisme pertahanan diri yang umum seperti penyangkalan dan proyeksi, ada beberapa mekanisme yang lebih kompleks yang mungkin muncul dalam menghadapi kritik:
Idealization dan Devaluation: Individu dengan ego yang rapuh mungkin cenderung mengidealkan orang lain atau situasi tertentu, lalu mendevaluasi mereka ketika harapannya tidak terpenuhi. Kritik dapat memicu siklus idealisasi dan devaluasi ini.
Acting Out: Beberapa orang mungkin merespons kritik dengan tindakan impulsif atau agresif sebagai cara untuk menghindari perasaan tidak nyaman.
Somatization: Emosi yang terkait dengan kritik, seperti marah atau kecewa, mungkin diubah menjadi gejala fisik seperti sakit kepala atau sakit perut.
lalu apakah faktor yang mempengaruhi respon ego? Ada beberapa diantaranya:Â
Tingkat perkembangan ego: Anak-anak cenderung memiliki ego yang lebih lemah dan lebih rentan terhadap kritik. Seiring bertambahnya usia, ego biasanya menjadi lebih kuat dan lebih mampu mengatasi stres.
Gaya pengasuhan: Gaya pengasuhan yang otoriter atau permisif dapat memengaruhi perkembangan ego anak dan cara mereka merespons kritik di masa dewasa.
Pengalaman masa lalu: Pengalaman traumatis atau pengalaman sering dikritik di masa lalu dapat membuat seseorang lebih sensitif terhadap kritik di masa depan.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!