Di tempat kerja kadangkala kita menemukan karakter " buruk" rekan kerja bisa sangat beragam dan seringkali menjadi sumber ketidaknyamanan serta penurunan produktivitas dalam lingkungan kerja. Bukan hanya itu karakter  tersebut dapat menyebabkan  hubungan antar rekan memburuk dan seringkali membuat stress. Ini bisa terjadi pada rekan yang terdampak sehingga bisa jadi karyawan itu tertekan di tempat kerja cenderung akan mencari pekerjaan. Berikut adalah beberapa karakter buruk yang umum ditemui, di antaranya:Â
Tukang Gosip: Orang yang senang menyebarkan rumor dan informasi tidak benar tentang rekan kerja lainnya. Hal ini dapat merusak hubungan antar rekan kerja dan menciptakan suasana yang tidak sehat.
Penghindar Tanggung Jawab: Individu yang selalu mencari cara untuk menghindari tugas atau tanggung jawab yang diberikan. Mereka seringkali menyalahkan orang lain atau mencari alasan untuk tidak menyelesaikan pekerjaan.
-
Pemarah dan Mudah Tersinggung: Orang yang memiliki emosi yang tidak stabil dan sering melampiaskannya pada rekan kerja. Sikap ini dapat menciptakan ketegangan dan membuat orang lain merasa tidak nyaman.
Egois dan Sombong: Individu yang selalu mementingkan diri sendiri dan meremehkan kemampuan orang lain. Mereka seringkali sulit untuk bekerja sama dalam tim.
Pemalas dan Tidak Produktif: Orang yang tidak memiliki motivasi untuk bekerja dan seringkali membuang-buang waktu saat jam kerja.
Negatif dan Pesimis: Individu yang selalu melihat sisi buruk dari segala sesuatu dan sulit untuk diajak bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama.
Penjilat: Orang yang selalu berusaha menyenangkan atasan dengan cara apapun, bahkan jika itu berarti merugikan rekan kerja lainnya.
Pembuat Onar: Individu yang suka mengganggu konsentrasi orang lain dan menciptakan kekacauan di tempat kerja.
Nah karakter buruk lainnya yang patut kita waspadai adalah bullying.Â
Mengapa Bullying Terjadi di Tempat Kerja?
Ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya bullying di tempat kerja, seperti:
Perbedaan status atau kekuasaan: Atasan yang menyalahgunakan wewenangnya, senior yang mengintimidasi junior, atau rekan kerja yang merasa lebih superior.
Konflik pribadi: Perselisihan pribadi yang berlanjut ke lingkungan kerja.
Stres kerja: Tekanan kerja yang tinggi dapat memicu perilaku agresif.
Kurangnya dukungan dari manajemen: Jika manajemen tidak mengambil tindakan tegas terhadap perilaku bullying, maka perilaku tersebut cenderung berulang.
Dampak Bullying di Tempat Kerja
Bullying dapat menimbulkan dampak yang sangat serius bagi korban, baik secara fisik maupun psikologis. Beberapa dampak yang mungkin terjadi, antara lain:
Stress dan kecemasan: Korban sering mengalami stres, kecemasan, dan depresi.
Gangguan tidur: Sulit tidur atau mengalami mimpi buruk.
Masalah kesehatan fisik: Sakit kepala, sakit perut, gangguan pencernaan, dan penurunan sistem kekebalan tubuh.
Penurunan produktivitas: Konsentrasi terganggu, motivasi menurun, dan kinerja kerja menjadi tidak optimal.
Kerusakan reputasi: Korban seringkali merasa malu dan sulit untuk mempertahankan reputasi di tempat kerja.
Penting Memahami Definisi Bullying di Tempat Kerja? Dengan memahami definisi yang jelas, kita dapat:
Mengenali: Lebih mudah mengenali tindakan bullying ketika terjadi.
Mencegah: Mengambil langkah-langkah pencegahan yang efektif.
Melindungi Korban: Memberikan bantuan yang tepat kepada korban.
Menciptakan Lingkungan Kerja yang Sehat: Membangun tempat kerja yang bebas dari intimidasi dan diskriminasi
Bullying di tempat kerja adalah masalah serius yang dapat berdampak buruk pada individu dan organisasi. Dengan memahami definisi dan karakteristik bullying, kita dapat bekerja sama untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan produktif bagi semua karyawan.
Bullying di tempat kerja, atau sering disebut mobbing, merupakan bentuk perilaku agresif yang berulang dan disengaja yang dilakukan oleh satu orang atau sekelompok orang terhadap individu lain di lingkungan kerja. Tindakan ini bertujuan untuk menyakiti, mengintimidasi, atau membuat korban merasa terisolasi dan tidak nyaman.
Beberapa definisi menurut ahli, di antaranya:
Einarsen et al. (2011): Bullying di tempat kerja adalah tindakan negatif berulang yang dilakukan pada satu atau lebih pekerja.
Etienne (2014): Bullying di tempat kerja adalah pelecehan berulang yang membuat korban menderita secara fisik dan psikis.
Nah, apa sajakah karakteristik umum bullying di tempat kerja? Berikut karakteristiknya:
Berulang: Tindakan bullying tidak terjadi sekali, tetapi berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu.
Disengaja: Pelaku bullying memiliki niat untuk menyakiti atau mengintimidasi korban.
Ketidakseimbangan Kekuasaan: Pelaku biasanya memiliki posisi yang lebih tinggi atau pengaruh yang lebih besar daripada korban.
Dampak Negatif: Bullying dapat menyebabkan dampak fisik, psikologis, dan sosial yang serius pada korban.
Di tempat kerja kita mungkin pernah melihat bentuk bentuk bullying, di antaranya:Â
Verbal: Mencaci maki, menghina, menyebarkan gosip, atau membuat komentar yang merendahkan.
Fisik: Menyerang secara fisik, merusak barang milik korban, atau membatasi ruang gerak korban.
Sosial: Mengucilkan, mengabaikan, atau menyebarkan rumor tentang korban.
Psikologis: Mengancam, mengintimidasi, atau menciptakan suasana kerja yang tidak nyaman.
Psikologis: Mengisolasi, mengabaikan, atau memberikan tugas yang tidak masuk akal.
Sabotage: Merusak pekerjaan orang lain atau menghalangi mereka untuk mencapai tujuan.
Cyberbullying: Menggunakan teknologi untuk mengintimidasi atau melecehkan, seperti mengirim email atau pesan yang mengancam.
Contoh Kasus Bullying dengan Lelucon Menyakitkan
Lelucon Berbasis Fisik:
Seorang karyawan bertubuh gemuk terus-menerus dijadikan bahan lelucon tentang makanan dan berat badan. Rekan kerjanya seringkali menjulukinya dengan nama hewan atau benda yang diasosiasikan dengan kegemukan.
Seorang karyawan dengan disabilitas fisik seringkali menjadi sasaran lelucon tentang keterbatasannya. Rekan kerjanya menirukan cara berjalannya atau membuat lelucon tentang peralatan bantu yang ia gunakan.
Lelucon Berbasis Ras, Etnis, atau Agama:
Seorang karyawan dari etnis minoritas seringkali menjadi sasaran lelucon tentang budaya atau asal usulnya. Rekan kerjanya mungkin membuat stereotipe yang negatif atau meniru aksennya.
Seorang karyawan beragama minoritas seringkali dijadikan bahan lelucon tentang keyakinannya. Rekan kerjanya mungkin membuat komentar yang menghina atau meremehkan agamanya.
Lelucon Berbasis Gender:
Seorang karyawan perempuan seringkali menjadi sasaran lelucon tentang penampilan fisiknya atau kemampuannya dalam bekerja. Rekan kerjanya mungkin membuat komentar yang merendahkan atau seksis.
Seorang karyawan laki-laki yang dianggap kurang maskulin seringkali menjadi sasaran lelucon tentang orientasi seksualnya atau kemampuannya dalam melakukan tugas-tugas yang dianggap "maskulin".
Lelucon Berbasis Latar Belakang Sosial Ekonomi:
Seorang karyawan yang berasal dari keluarga kurang mampu seringkali menjadi sasaran lelucon tentang pakaian atau barang-barang yang ia miliki. Rekan kerjanya mungkin membuat komentar yang merendahkan atau mengejek.
Lelucon yang menyakitkan di tempat kerja seringkali dianggap sebagai bagian dari budaya kerja yang "kasar". Namun, di balik lelucon tersebut, seringkali tersembunyi tindakan bullying yang dapat berdampak buruk pada psikologis korban.Â
Mengapa lelucon ini merupakan bentuk bullying? Lelucon-lelucon di atas, meskipun seringkali dianggap sebagai candaan belaka, sebenarnya merupakan bentuk bullying karena membuat korban merasa tidak nyaman, menciptakan lingkungan kerja yang tidak aman, mempengaruhi produktivitas, merusak hubungan antar karyawan.Lelucon yang menyakitkan adalah salah satu bentuk bullying verbal. Bullying verbal ini dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan penurunan rasa percaya diri. Tujuan pelaku seringkali untuk mendominasi, mengontrol, atau membuat korban merasa kecil.
Nah manakala di tempat kerjamu ada pembully atau pelaku bullying sebenarnya kita perlu menghadapinya dengan lebih seksama. Hal ini karena umumnya pelaku bullying juga memiliki persoalannya sendiri, termasuk faktor psikologis.Â
Pemahaman terhadap faktor psikologis yang mendorong seseorang melakukan bullying dapat membantu kita mencegah dan mengatasi masalah ini. Beberapa faktor yang sering dikaitkan dengan perilaku bullying antara lain:
Rendah Diri: Ironisnya, banyak pelaku bullying memiliki rasa percaya diri yang rendah. Mereka mungkin mencoba menutupi ketidakamanan diri dengan mengintimidasi orang lain.
Masalah Kontrol Impuls: Pelaku bullying mungkin kesulitan mengendalikan emosi dan impulsif dalam bertindak.
Masalah Pengalaman Dianiaya di Masa Lalu: Ironisnya, beberapa pelaku bullying pernah menjadi korban bullying di masa lalu. Beberapa juga karena mereka melihat orang terdekat atau orang yang disayanginya pernah mengalaminya. Ia kemudian mengulangi perilaku tersebut pada orang lain sebagai bentuk pembalasan atau untuk menghindari menjadi korban lagi.
Masalah di Rumah: Orang yang mengalami kekerasan atau pengabaian di rumah mungkin cenderung mengulangi perilaku tersebut pada orang lain.
Masalah Ingin Diterima: Beberapa orang melakukan bullying untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan dari kelompok teman sebaya.
Masalah Ingin Mendominasi: Beberapa orang merasa perlu menguasai situasi dan orang lain di sekitarnya. Bullying menjadi cara mereka untuk menunjukkan kekuasaan.
Kurangnya Empati: Pelaku bullying seringkali kesulitan memahami perasaan orang lain. Mereka mungkin tidak menyadari dampak negatif dari tindakan mereka.
Dengan memahami faktor-faktor ini, kita dapat:
Mencegah Bullying: Dengan mengenali tanda-tanda awal perilaku bullying, kita dapat melakukan intervensi sebelum situasi semakin buruk.
Memberikan Bantuan: Pelaku bullying juga membutuhkan bantuan. Dengan memahami akar masalahnya, kita dapat menawarkan dukungan yang tepat.
Membangun Lingkungan yang Lebih Baik: Memahami faktor psikologis pelaku bullying dapat membantu kita menciptakan lingkungan yang lebih suportif dan inklusif, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya bullying.
Penting menjadi perhatian bahwa meski memahami faktor psikologis pelaku bullying penting, hal ini tidak membenarkan tindakan mereka. Bullying adalah tindakan yang salah dan harus dihentikan.
Selain beberapa faktor pendorong pelaku bullying, faktor lain yang serupa adalah apa yang disebut trauma kesepian.Â
Trauma kesepian memang bisa menjadi salah satu faktor yang berkontribusi pada perilaku bullying. Ini mungkin terdengar kontraintuitif, namun ada beberapa mekanisme psikologis yang bisa menjelaskan hubungan antara keduanya.
Bagaimana Trauma Kesepian Bisa Menimbulkan Perilaku Bullying? Beberapa hal penjelasannya.Â
Mekanisme Pertahanan Diri:
Proyeksi: Seseorang yang merasa kesepian dan tidak diterima mungkin memproyeksikan perasaan negatif ini pada orang lain. Dengan cara ini, mereka merasa lebih baik karena merasa orang lain lebih buruk daripada dirinya.
Agresi: Kesepian yang berkepanjangan bisa memicu perasaan marah dan frustrasi yang terpendam. Untuk melepaskan emosi negatif ini, seseorang mungkin bertindak agresif dengan membully orang lain.
Pencarian Perhatian:
Bullying bisa menjadi cara yang disfungsional untuk mendapatkan perhatian. Anak yang merasa kesepian mungkin mencari perhatian dengan cara yang negatif, seperti mengganggu atau mengintimidasi teman sebayanya.
Kurangnya Empati:
Trauma kesepian bisa membuat seseorang kesulitan untuk merasakan empati terhadap orang lain. Akibatnya, mereka mungkin tidak menyadari dampak negatif dari tindakan bullying mereka.
Faktor-faktor Lain yang Perlu Dipertimbangkan:
Model Perilaku: Jika seseorang tumbuh dalam lingkungan di mana kekerasan atau bullying adalah hal yang biasa, mereka mungkin meniru perilaku tersebut.
Tekanan Sosial: Tekanan untuk diterima dalam kelompok teman sebaya juga bisa mendorong seseorang untuk melakukan bullying.
Kondisi Psikologis Lain: Gangguan kecemasan sosial, depresi, atau gangguan perilaku lainnya juga bisa menjadi faktor yang berkontribusi.
Seringkali, kita mendengar alasan-alasan mengapa pelaku bullying melakukan tindakan tersebut, seperti masalah di rumah, rendah diri, atau keinginan untuk diterima. Ini adalah faktor-faktor yang perlu diperhatikan, namun tidak serta merta membenarkan tindakan bullying mereka.
Mengapa kita perlu berhati-hati dalam mengasihani pelaku bullying?
Membenarkan Tindakan: Mengasihani pelaku bullying secara berlebihan dapat memberikan kesan bahwa tindakan mereka dapat dimaafkan. Padahal, bullying adalah tindakan yang menyakitkan dan tidak dapat dibenarkan.
Mengabaikan Korban: Fokus yang berlebihan pada pelaku bullying dapat mengalihkan perhatian dari korban yang mengalami penderitaan.
Mendorong Siklus Bullying: Jika pelaku bullying tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka, mereka mungkin akan terus mengulangi perilaku tersebut.
Perlu diperhatikan bahwa tidak semua pelaku bullying mengalami trauma kesepian: Ada banyak faktor lain yang bisa memicu perilaku bullying, yaitu bullying adalah pilihan artinya meskipun ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku bullying, pada akhirnya, pelaku bullying memilih untuk menyakiti orang lain. Oleh karena itu perlu pendekatan yang komprehensif: untuk mengatasi masalah bullying, diperlukan pendekatan yang komprehensif, termasuk memberikan dukungan kepada korban, membantu pelaku mengatasi masalah yang mendasarinya, serta menciptakan lingkungan yang lebih suportif.
Apa yang Bisa Kita Lakukan pada persoalan bullying ibu? Ada beberapa upaya yang bisa kita lakukan.Â
Mencegah Bullying:
Pendidikan: Memberikan pendidikan tentang bullying sejak dini.
Membangun Lingkungan yang Positif: Menciptakan lingkungan yang inklusif dan saling menghormati.
Memberikan Dukungan: Memberikan dukungan kepada korban bullying dan membantu mereka merasa aman dan percaya diri.
Membantu Pelaku Bullying:
Terapi: Mengarahkan pelaku bullying ke terapi untuk mengatasi masalah yang mendasarinya.
Pengembangan Keterampilan Sosial: Membantu pelaku bullying mengembangkan keterampilan sosial yang positif.
Lalu, apa yang harus kita lakukan?
Fokus pada Korban: Prioritaskan memberikan dukungan dan bantuan kepada korban bullying.
Mencegah Terulangnya Bullying: Ambil langkah-langkah untuk mencegah bullying terjadi kembali, baik di lingkungan sekolah, tempat kerja, maupun komunitas.
Memberikan Bantuan kepada Pelaku: Jika memungkinkan, tawarkan bantuan kepada pelaku bullying untuk mengatasi masalah yang mendasarinya. Namun, ini harus dilakukan dengan hati-hati dan dengan melibatkan profesional.
Seperti penjelasan sebelumnya bahwa bullying adalah pilihan sehingga pelaku bullying harus bertanggung jawab atas tindakan mereka dan menghadapi konsekuensinya. Sehingga setiap individu memiliki peran dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari bullying. Jadi, alih-alih hanya mengasihani pelaku bullying, kita perlu:
Mengerti akar masalahnya.
Mencegah terjadinya bullying.
Membantu korban dan pelaku.
Membangun lingkungan yang lebih baik.
Dengan pendekatan yang komprehensif, kita dapat mengurangi kejadian bullying dan menciptakan masyarakat yang lebih aman dan inklusif.
Apa yang Harus Dilakukan Jika Mengalami Bullying?
Langkah-Langkah Menghadapi Pelaku Bullying.Â
Dokumentasikan:
Catat detail: Catat setiap kejadian, termasuk tanggal, waktu, siapa yang terlibat, apa yang dikatakan, dan bagaimana kamu merasa.
Simpan bukti: Jika ada pesan teks, email, atau rekaman suara, simpan sebagai bukti.
Komunikasikan dengan Pelaku:
Cobalah untuk berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan rekan kerja tersebut. Sampaikan secara jelas bahwa perilakunya membuat Anda merasa tidak nyaman.
Pilih waktu dan tempat yang tepat: Cari momen ketika suasana sedang tenang dan kalian berdua bisa berbicara secara pribadi.
Sampaikan perasaanmu dengan tegas tapi sopan: Misalnya, "Saya merasa tidak nyaman ketika kamu membuat lelucon seperti itu. Itu membuat saya merasa direndahkan."
Tetap tenang: Hindari emosi yang meledak-ledak.
Laporkan ke Atasan atau HRD:
Jika komunikasi langsung tidak berhasil, laporkan masalah tersebut kepada atasan Anda.
Jelaskan situasi: Sampaikan secara detail apa yang terjadi dan bagaimana hal itu memengaruhi kamu.
Minta tindakan: Mintalah atasan atau HRD untuk mengambil tindakan yang sesuai.
Cari Dukungan:
Bicarakan masalah ini dengan rekan kerja lain yang terpercaya atau dengan seorang mentor.
Bicara dengan teman atau keluarga: Berbagi perasaan dengan orang terdekat dapat memberikan dukungan emosional.
Cari konselor: Jika kamu merasa kesulitan mengatasi masalah ini sendiri, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan konselor.
Jaga Diri:
Prioritaskan kesehatan mental: Lakukan aktivitas yang dapat mengurangi stres, seperti olahraga, meditasi, atau hobi.
Bangun jaringan dukungan: Bergabung dengan komunitas atau kelompok yang memiliki minat yang sama.
Beberapa hal tambahan yang perlu diperhatikanÂ
Jika situasi tidak membaik, cobalah untuk membatasi interaksi dengan rekan kerja tersebut.
Jangan biarkan dirimu terisolasi: Teruslah berinteraksi dengan orang-orang yang positif dan mendukung.
Percaya pada diri sendiri: Ingatlah bahwa kamu berhak diperlakukan dengan hormat.
Pelajari teknik asertif: Latih diri untuk menyampaikan pendapat dengan tegas namun sopan.
Mengapa korban bullying tidak perlu terisolasi?Â
Sangat tepat untuk menyinggung pentingnya menghindari isolasi saat mengalami bullying di tempat kerja. Isolasi justru akan memperburuk situasi dan memberikan ruang bagi pelaku bullying untuk terus bertindak.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa kita harus menghindari isolasi saat menghadapi bullying:
Perkuat Dukungan: Ketika kita mengisolasi diri, kita kehilangan kesempatan untuk mendapatkan dukungan dari orang lain. Dukungan dari teman, keluarga, atau rekan kerja yang suportif bisa menjadi kekuatan besar untuk menghadapi situasi sulit.
Memperkuat Rasa Percaya Diri: Berinteraksi dengan orang-orang yang positif dan mendukung dapat membantu kita membangun kembali rasa percaya diri yang mungkin terkikis akibat bullying.
Mendapatkan Perspektif yang Berbeda: Berbicara dengan orang lain dapat memberikan perspektif yang berbeda tentang situasi yang kita hadapi. Kadang, orang lain dapat melihat solusi yang belum kita pikirkan sebelumnya.
Mencegah Depresi dan Kecemasan: Isolasi dapat memperburuk gejala depresi dan kecemasan yang seringkali menyertai pengalaman bullying. Berinteraksi dengan orang lain dapat membantu kita merasa lebih baik secara emosional.
Membangun Jaringan Dukungan: Membangun jaringan dukungan yang kuat akan sangat berguna jika kita perlu mengambil tindakan lebih lanjut, seperti melaporkan kejadian bullying ke pihak yang berwenang.
Apa yang bisa kita lakukan untuk menghindari isolasi?
Cari teman yang bisa dipercaya: Bicarakan dengan teman dekat atau keluarga tentang apa yang Anda alami.
Bergabung dengan komunitas: Cari komunitas atau kelompok yang memiliki minat yang sama dengan Anda.
Manfaatkan sumber daya yang ada: Banyak perusahaan memiliki program konseling karyawan yang dapat membantu Anda mengatasi masalah yang sedang dihadapi.
Ikuti kegiatan sosial: Libatkan diri dalam kegiatan sosial untuk bertemu orang-orang baru dan memperluas jaringan pertemanan.
Intinya, menjaga hubungan sosial yang sehat adalah salah satu cara terbaik untuk mengatasi dampak negatif dari bullying. Dengan dukungan dari orang lain, kita dapat lebih kuat dan mampu menghadapi situasi sulit.
Mengapa Teknik Asertif Penting?
Teknik asertif penting dengan beberapa alasan berikut, diantaranya:Â
Menghormati diri sendiri: Dengan menggunakan teknik asertif, kamu menunjukkan pada diri sendiri dan orang lain bahwa kamu berharga dan layak diperlakukan dengan baik.
Menyampaikan pesan dengan jelas: Teknik ini memungkinkanmu menyampaikan pesan secara efektif tanpa menimbulkan kesalahpahaman.
Meminimalkan konflik: Dengan cara yang tepat, teknik asertif dapat membantu meredakan konflik dan memperbaiki hubungaPencegahan Bullying di Tempat Kerja
Contoh Teknik Asertif dalam Menghadapi Bullying:
"Sandwich Method":
Awali dengan pujian: "Saya menghargai kontribusi Anda dalam proyek ini."
Sampaikan pesan utama: "Namun, saya merasa tidak nyaman ketika Anda mengatakan (sebutkan kalimat yang menyakitkan). Itu membuat saya merasa (jelaskan perasaan Anda)."
Akhiri dengan harapan: "Saya berharap kita bisa bekerja sama dengan lebih baik di masa depan."
"Disk Rekord":
Ulangi pesanmu secara konsisten dengan kata-kata yang berbeda. Misalnya, jika rekan kerjamu terus membuat lelucon tentang penampilanmu, kamu bisa menjawab, "Saya sudah beberapa kali mengatakan bahwa saya tidak nyaman dengan komentar tentang penampilan saya."
"Pertanyaan terbuka":
Ajukan pertanyaan yang mendorong rekan kerja untuk berpikir tentang dampak perilakunya. Misalnya, "Bagaimana menurut Anda jika saya yang menerima perlakuan seperti itu?"
"Fogging":
Setuju sebagian dengan pernyataan mereka, tetapi tetap tegaskan batasmu. Misalnya, jika rekan kerjamu mengatakan, "Kamu terlalu sensitif," kamu bisa menjawab, "Mungkin ada benarnya juga, tapi saya juga punya hak untuk merasa tidak nyaman dengan perkataan Anda."
Tips Tambahan untuk teknis asertif:Â
Latihlah diri: Latihlah teknik asertif ini dengan teman atau keluarga sebelum menerapkannya di tempat kerja.
Perhatikan bahasa tubuh: Jaga kontak mata, bicaralah dengan suara yang tegas namun sopan, dan pertahankan postur tubuh yang tegak.
Tetap tenang: Hindari emosi yang meledak-ledak.
Fokus pada perilaku, bukan pada orangnya: Kritiklah perilaku yang tidak kamu sukai, bukan pribadi rekan kerjamu.
Contoh Dialog:
Rekan kerja: "Kamu itu terlalu lambat kerjanya, sih!"
Kamu (dengan teknik asertif): "Saya mengerti Anda merasa pekerjaan saya lambat. Namun, saya berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan tugas tepat waktu. Apakah ada bagian tertentu yang menurut Anda perlu saya perbaiki?"
Perlu diperhatikan bahwa teknik asertif ini membutuhkan keberanian dan latihan. Jangan menyerah jika pada awalnya tidak berhasil. Teruslah berusaha untuk mempertahankan hakmu dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat.
Selain secara perorangan, ada beberapa yang dilakukan dalam organisasi tempat kerja yang bisa dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan bullying di tempat kerja, di antaranya:Â
Meningkatkan kesadaran tentang bullying di tempat kerja.
Membuat kebijakan anti-bullying atau pencegahan dan penanganan bullying. Kebijakan ini harus jelas dan tegas, serta memberikan sanksi yang jelas bagi pelaku bullying.
Melakukan pelatihan bagi karyawan untuk mengenali dan melaporkan tindakan bullying.
Membuka saluran pengaduan: Menyediakan saluran yang aman bagi karyawan untuk melaporkan kejadian bullying.Memberikan dukungan kepada korban bullying.
Melakukan investigasi yang menyeluruh terhadap setiap laporan bullying.
Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H