Mohon tunggu...
Siti Khoirnafiya
Siti Khoirnafiya Mohon Tunggu... Lainnya - Pamong budaya

Antropolog, menyukai kajian tentang bidang kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan Masyarakat Adat, Ulasan Memperingati Ultah Masyarakat Adat Dunia

12 Agustus 2024   13:54 Diperbarui: 12 Agustus 2024   13:54 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tulisan Tania Li dalam "Articulating Indigenous Identity in Indonesia: Resource Politics and the Tribal Slot,"  sangatlah menarik. Karyanya dapat menjadi refleksi kita pada momen penting peringatan  Hari Masyarakat Adat Dunia yang kita lewati tanggal 9 Agustus 2024. 

Tesis utama dari Li pada tulisan itu adalah bahwa konstruksi identitas "pribumi" di Indonesia sangat dipengaruhi oleh politik sumber daya dan kepentingan negara. Li kemudian menganalisisnya dengan konteks historis bagaimana sebuah rezim dapat mendefinisikan dan mengelola identitas pribumi untuk tujuan pembangunan dan sentralisasi kekuasaan. Dalam analisis konseptualnya, Li mengkritik penggunaan kategori "pribumi" yang seringkali homogen dan mengabaikan keragaman internal kelompok masyarakat adat. Padahal hal ini berimplikasi  bagaimana kategorisasi "pribumi" dapat berdampak pada hak-hak masyarakat adat dan akses mereka terhadap sumber daya alam.

Tania Li dalam tulisannya itu memang tidak melakukan perbandingan eksplisit yang mendalam antara konstruksi identitas "pribumi" di Indonesia dengan negara lain. Fokus utama Li adalah pada konteks Indonesia, khususnya bagaimana politik sumber daya dan kepentingan negara membentuk dan mempengaruhi identitas masyarakat adat. Namun, melalui analisis mendalam terhadap kasus Indonesia, Li secara implisit menyumbang pada pemahaman yang lebih luas tentang konstruksi identitas "pribumi" di berbagai belahan dunia. Beberapa poin penting yang dapat kita tarik untuk melakukan perbandingannya bahwa negara Indonesia memainkan peran sentral dalam membentuk dan mengelola identitas "pribumi". Pola ini dapat ditemukan di banyak negara lain, di mana negara sering kali menggunakan kategori "pribumi" untuk tujuan administratif, pembangunan, atau bahkan untuk membenarkan kebijakan yang merugikan masyarakat adat. Konstruksi identitas "pribumi" di banyak negara seringkali dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama, seperti politik negara, kepentingan ekonomi, dan diskursus dominan. Namun, cara konstruksi identitas tersebut berlangsung dapat sangat berbeda tergantung pada sejarah, budaya, dan konteks politik masing-masing negara. Li juga menekankan bahwa identitas "pribumi" bukanlah sesuatu yang statis, melainkan hasil dari proses historis yang panjang dan kompleks. Hal ini juga berlaku untuk negara lain, di mana identitas masyarakat adat terus berubah dan berevolusi sebagai respons terhadap perubahan sosial, politik, dan ekonomi. Apa yang dimaksudkan oleh Li adalah esensialisme perlu dipertanyakan. Hal ini karena pandangan yang menganggap identitas "pribumi" sebagai sesuatu yang homogen dan esensial memperoleh kritik dalam studi tentang masyarakat adat di negara lain. Li mengingatkan bahwa konstruksi identitas "pribumi" adalah proses yang sangat lokal, dan generalisasi yang terlalu luas dapat menyesatkan.Ia menekankan keragaman internal kelompok masyarakat adat dan bagaimana identitas mereka terus berubah dan berevolusi dalam konteks sejarah dan sosial yang dinamis. Li menggunakan berbagai sumber data, seperti wawancara, arsip, dan analisis diskursus, untuk mendukung argumennya. Data-data ini memberikan gambaran yang lebih kaya dan nuansa tentang kompleksitas isu yang dibahas termasuk soal keberagaman identitas. 

Kekuatan Argumen Li terletak pada analisisnya yang mendalam tentang identitas pribumi dan konstruksinya yaitu identitas "pribumi" di Indonesia bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari proses historis dan politik yang kompleks. Ia menunjukkan bagaimana negara, melalui kebijakan dan diskursus, secara aktif membentuk dan mengelola identitas ini untuk kepentingan tertentu. Li berhasil menghubungkan erat antara konstruksi identitas "pribumi" dengan perebutan sumber daya alam. Ia menunjukkan bagaimana kategorisasi "pribumi" seringkali digunakan untuk membenarkan eksploitasi sumber daya oleh kelompok yang lebih kuat.

Dengan analisisnya mendalam, Tania Li memberikan kontribusi signifikan dalam memahami bagaimana identitas "pribumi" di Indonesia terbentuk dan dikonstruksi oleh berbagai kekuatan, termasuk negara, kolonialisme, dan masyarakat adat sendiri. Berikut beberapa aspek baru yang diungkap Li:

  • Dinamika Identitas "Pribumi": Li menunjukkan bahwa identitas "pribumi" bukanlah sesuatu yang statis dan homogen, melainkan hasil dari proses historis dan politik yang kompleks. Ia mengkritik pandangan yang menganggap identitas "pribumi" sebagai sesuatu yang esensial dan tidak berubah. Karya Li memberikan pemahaman yang lebih komprehensif dan kritis tentang identitas "pribumi" di Indonesia. Analisisnya membantu kita untuk memahami bagaimana identitas "pribumi" telah dibentuk dan digunakan oleh berbagai kekuatan, dan bagaimana masyarakat adat menanggapi dan menegosiasikan identitas mereka. Dengan adanya dinamika identitas maka Li mengkritik beberapa perspektif antropologis sebelumnya yang telah mengabaikan keragaman dan kompleksitas budaya masyarakat adat. Ia juga mengkritik pandangan yang menganggap masyarakat adat sebagai "primitif" dan "tertinggal". Li menggunakan pendekatan historis yang menyeluruh untuk menganalisis konstruksi identitas "pribumi" di Indonesia. Hal ini membedakannya dengan banyak peneliti lain yang fokus pada aspek-aspek kontemporer identitas "pribumi".

  • Peranan Politik Sumber Daya: Li menekankan pentingnya peranan politik  sumber daya dalam konstruksi identitas "pribumi". Ia menunjukkan bagaimana negara dan perusahaan multinasional menggunakan konsep "pribumi" untuk membenarkan eksploitasi sumber daya alam di wilayah adat. Li memberikan perhatian yang lebih besar pada peranan politik sumber daya dalam konstruksi identitas "pribumi". Hal ini memberikan perspektif baru dalam memahami dinamika identitas di Indonesia.

  • Agensi Masyarakat Adat: Li mengakui bahwa masyarakat adat bukan hanya objek yang pasif dalam proses konstruksi identitas, tetapi juga memiliki agennya sendiri dalam mendefinisikan dan menegosiasikan identitas mereka. Dengan adanya pengakuannya tentang agensi masyarakat adat dalam mendefinisikan dan menegosiasikan identitas mereka. Hal ini membedakannya dengan banyak peneliti lain yang menganggap masyarakat adat sebagai objek pasif dalam proses konstruksi identitas.Respons masyarakat adat terhadap konstruksi identitas yang dilakukan oleh negara adalah sebuah proses yang dinamis dan kompleks. Mereka tidak hanya menjadi objek dari proses konstruksi identitas, tetapi juga aktor aktif yang berusaha untuk membentuk dan mengontrol narasi tentang diri mereka sendiri.

Poin di atas dapat dijelaskan dengan tema-tema di bawah ini 

Dinamika Identitas "Pribumi":

1. Definisi dan Klasifikasi "Pribumi"?

Tania Li, meskipun beliau fokus pada kasus Indonesia, pemahaman tentang bagaimana negara lain mendefinisikan dan mengklasifikasikan "pribumi" dapat membantu kita melihat kesamaan dan perbedaan dalam konstruksi identitas "pribumi" di berbagai belahan dunia. Definisi dan klasifikasi "pribumi" sangat bervariasi di antara negara-negara berbeda. Variasi ini dipengaruhi oleh sejarah kolonial, politik domestik, dan pemahaman tentang identitas budaya serta etnis.

Beberapa pola umum dalam mendefinisikan dan mengklasifikasikan "pribumi" di negara lain dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu kriteria hukum, bahasa, cara hidup, dan pengakuan negara.

Contoh dari beberapa negara: Amerika Serikat: Konsep "Native American" atau "American Indian" digunakan untuk merujuk pada penduduk asli Amerika. Definisi ini seringkali didasarkan pada keturunan, hubungan dengan suku tertentu, dan pengakuan federal. Kanada: Istilah "First Nations" digunakan untuk merujuk pada kelompok-kelompok asli Kanada. Kriteria untuk menjadi anggota First Nations bervariasi antar suku, tetapi umumnya melibatkan keturunan, hubungan dengan tanah, dan pengakuan pemerintah. Australia: Istilah "Aboriginal and Torres Strait Islander" digunakan untuk merujuk pada penduduk asli Australia. Definisi ini didasarkan pada keturunan dari penduduk asli yang tinggal di Australia sebelum kedatangan orang Eropa. Selandia Baru: Istilah "Māori" digunakan untuk merujuk pada penduduk asli Selandia Baru. Definisi ini didasarkan pada keturunan dari orang-orang Polinesia yang pertama kali menetap di Selandia Baru.

2. Pemahaman Identitas, Politik, dan Pembangunan di Indonesia

Karya Tania Li, "Articulating Indigenous Identity in Indonesia: Resource Politics and the Tribal Slot," memberikan kontribusi yang signifikan pada pemahaman kita tentang identitas, politik, dan pembangunan di Indonesia. Berikut beberapa poin penting:

  • Identitas:
    • Li menunjukkan bagaimana identitas "pribumi" di Indonesia bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari proses historis dan politik yang kompleks.

    • Li mengkritik pandangan yang menganggap identitas "pribumi" sebagai sesuatu yang homogen dan esensial.

    • Li menunjukkan bagaimana konstruksi identitas "pribumi" oleh negara sering kali digunakan untuk membenarkan eksploitasi sumber daya alam di wilayah adat.

  • Politik:
    • Li menunjukkan bagaimana politik sumber daya memainkan peran sentral dalam konstruksi identitas "pribumi" di Indonesia.

    • Li menganalisis bagaimana kebijakan dan diskursus negara secara aktif membentuk dan mengelola identitas "pribumi" untuk kepentingan tertentu.

    • Li menunjukkan bagaimana masyarakat adat di Indonesia merespons konstruksi identitas yang dilakukan oleh negara melalui berbagai strategi, seperti penolakan, negosiasi, dan pembentukan identitas alternatif.

  • Pembangunan:
    • Li menunjukkan bagaimana paradigma pembangunan yang dominan di Indonesia sering kali mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat adat.

    • Li menunjukkan bagaimana konstruksi identitas "pribumi" oleh negara sering kali digunakan untuk meminggirkan masyarakat adat dari proses pembangunan.

    • Li mengkritik model pembangunan yang berfokus pada eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat adat dan lingkungan.

Karya Li memberikan pemahaman yang kritis dan mendalam tentang bagaimana identitas, politik, dan pembangunan di Indonesia saling terkait. Li menunjukkan bahwa konstruksi identitas "pribumi" oleh negara memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan masyarakat adat dan proses pembangunan di Indonesia.

3. Identitas "Pribumi" di Indonesia Dibentuk oleh Proses Historis dan Politik

Dalam bukunya "Articulating Indigenous Identity in Indonesia: Resource Politics and the Tribal Slot," Tania Li menunjukkan bahwa identitas "pribumi" di Indonesia bukanlah sesuatu yang alami dan statis, melainkan hasil dari proses historis dan politik yang kompleks. Li mengkritik pandangan yang menganggap identitas "pribumi" sebagai sesuatu yang homogen dan esensial. Ia menunjukkan bahwa konstruksi identitas "pribumi" oleh negara dan kolonialisme telah membentuk bagaimana masyarakat adat di Indonesia memahami diri mereka sendiri dan bagaimana mereka dipersepsikan oleh orang lain.

Berikut beberapa poin penting yang dibahas Li dalam bukunya:

  • Kolonialisme dan Kategorisasi: Kolonialisme Belanda dan Jepang memainkan peran penting dalam menciptakan kategori "pribumi" di Indonesia. Kolonialisasi ini memaksakan sistem klasifikasi etnis dan budaya yang baru, yang meminggirkan dan mengkategorikan masyarakat adat.

  • Kebijakan Negara: Kebijakan negara setelah kemerdekaan, seperti konsep "suku" dan "masyarakat terasing," juga berperan dalam membentuk identitas "pribumi" di Indonesia. Kebijakan ini sering kali mengabaikan keragaman dan kompleksitas budaya masyarakat adat, dan hanya fokus pada aspek-aspek tertentu seperti bahasa dan tradisi.

  • Politik Sumber Daya: Politik sumber daya, seperti eksploitasi sumber daya alam di wilayah adat, juga berkontribusi dalam konstruksi identitas "pribumi". Konstruksi identitas "pribumi" oleh negara sering kali digunakan untuk membenarkan eksploitasi sumber daya alam di wilayah adat, dengan menggambarkan masyarakat adat sebagai "primitif" dan "tidak mampu mengelola sumber daya".

Li menunjukkan bahwa identitas "pribumi" di Indonesia bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari proses historis dan politik yang kompleks. Konstruksi identitas "pribumi" oleh negara dan kolonialisme telah membentuk bagaimana masyarakat adat di Indonesia memahami diri mereka sendiri dan bagaimana mereka dipersepsikan oleh orang lain.

4. Definisi dan Pengelolaan Identitas Pribumi Era Orde Baru

Tania Li dalam bukunya "Articulating Indigenous Identity in Indonesia: Resource Politics and the Tribal Slot" menjelaskan bagaimana rezim ini mendefinisikan dan mengelola identitas pribumi untuk tujuan pembangunan dan sentralisasi kekuasaan. Berikut beberapa poin penting yang dibahas Li:

Definisi Pribumi:

  • Konsep "Suku": Rezim ini menggunakan konsep "suku" untuk mengkategorikan masyarakat adat. Kategorisasi ini didasarkan pada etnis, bahasa, dan tradisi, dan mengabaikan keragaman dan kompleksitas budaya masyarakat adat.

  • "Masyarakat Terasing": Masyarakat adat yang dianggap "tertinggal" dan "primitif" dikategorikan sebagai "masyarakat terasing". Kategorisasi ini digunakan untuk membenarkan intervensi negara dalam kehidupan masyarakat adat.

Pengelolaan Identitas:

  • Kebijakan Asimilasi: Rezim ini menerapkan kebijakan asimilasi untuk memaksakan homogenisasi budaya di Indonesia. Masyarakat adat dipaksa untuk meninggalkan tradisi dan budaya mereka dan beradaptasi dengan budaya dominan.

  • Transmigrasi: Program transmigrasi memindahkan masyarakat adat dari tanah mereka ke wilayah lain untuk membuka lahan baru dan memperluas kontrol negara.

  • Eksploitasi Sumber Daya: Rezim ini mengeksploitasi sumber daya alam di wilayah adat tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat adat dan lingkungan.

Tujuan Pengelolaan Identitas:

  • Pembangunan: Rezim ini menggunakan konstruksi identitas pribumi untuk membenarkan proyek pembangunan yang seringkali merugikan masyarakat adat dan lingkungan.

  • Sentralisasi Kekuasaan: Rezim ini menggunakan kontrol atas identitas pribumi untuk memperkuat sentralisasi kekuasaan dan mengendalikan masyarakat adat.

Dampak Pengelolaan Identitas:

  • Marginalisasi dan Stigma: Masyarakat adat termarjinalkan dan di-stigmatisasi akibat konstruksi identitas pribumi oleh rezim ini. Hal ini dapat menghambat upaya mereka untuk mendapatkan pengakuan atas hak-hak dan identitas mereka.

  • Kehilangan Hak dan Kontrol: Kebijakan negara yang tidak mengakui hak-hak masyarakat adat dapat menyebabkan mereka kehilangan akses dan kontrol atas tanah, sumber daya alam, dan budaya mereka.

  • Konflik dan Ketidakpercayaan: Kebijakan dan diskursus negara yang tidak inklusif dapat memicu konflik dan rasa ketidakpercayaan antara masyarakat adat dan pemerintah.

Pengelolaan identitas pribumi oleh rezim ini memiliki dampak negatif yang signifikan bagi masyarakat adat. Penting bagi pemerintah Indonesia untuk mengakui keragaman dan kompleksitas budaya masyarakat adat, dan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak kepada mereka.

5. Konstruksi Identitas "Pribumi" dan Marginalisasi Masyarakat Adat dalam Proses Pembangunan

Karya Tania Li dalam bukunya "Articulating Indigenous Identity in Indonesia: Resource Politics and the Tribal Slot" menunjukkan bagaimana konstruksi identitas "pribumi" oleh negara sering kali digunakan untuk meminggirkan masyarakat adat dari proses pembangunan. Berikut beberapa poin penting yang dibahas Li:

  • Ketidakjelasan Definisi: Negara sering kali menggunakan definisi "pribumi" yang tidak jelas dan sempit. Definisi ini hanya fokus pada aspek-aspek tertentu seperti bahasa dan tradisi, dan mengabaikan keragaman dan kompleksitas budaya masyarakat adat. Hal ini dapat membuat masyarakat adat merasa tidak diakui dan dipahami oleh negara.

  • Diskriminasi Kebijakan: Kebijakan pembangunan yang dibuat oleh negara sering kali tidak mempertimbangkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat adat. Masyarakat adat seringkali dipaksa untuk pindah dari tanah mereka untuk pembangunan infrastruktur atau eksploitasi sumber daya alam.

  • Kurangnya Partisipasi: Masyarakat adat seringkali tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait pembangunan yang berdampak pada mereka. Hal ini dapat menyebabkan rasa frustasi dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah.

  • Perampasan Hak: Konstruksi identitas "pribumi" oleh negara terkadang digunakan untuk membenarkan perampasan hak-hak masyarakat adat, seperti hak atas tanah, sumber daya alam, dan budaya.

Dampak Marginalisasi:

Marginalisasi masyarakat adat dalam proses pembangunan dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, termasuk:

  • Kemiskinan: Masyarakat adat seringkali kehilangan akses terhadap sumber daya alam yang menjadi sumber penghidupan mereka. Hal ini dapat menyebabkan kemiskinan dan ketergantungan pada bantuan pemerintah.

  • Konflik: Ketidakadilan dalam proses pembangunan dapat memicu konflik antara masyarakat adat dan pemerintah, serta perusahaan multinasional.

  • Kerusakan Lingkungan: Eksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan pengetahuan dan praktik tradisional masyarakat adat dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah.

Konstruksi identitas "pribumi" oleh negara yang tidak inklusif dan marginalisasi masyarakat adat dalam proses pembangunan merupakan sebuah masalah yang serius. Padahal pemerintah perlu mengakui hak-hak masyarakat adat dan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak kepada mereka.

Politik Sumber Daya dalam Konstruksi Identitas "Pribumi" 

Li mengungkapkan bahwa politik sumber daya memiliki peran yang sangat sentral dalam konstruksi identitas "pribumi" di berbagai negara. Ini karena sumber daya alam seringkali menjadi titik temu antara kepentingan negara, perusahaan multinasional, dan masyarakat adat. Beberapa cara politik sumber daya yang oleh Li memengaruhi konstruksi identitas "pribumi", di antaranya: 

  • Pembenaran Eksploitasi: Identitas "pribumi" seringkali dikonstruksi sebagai "primitif", "tidak beradab", atau "tidak mampu mengelola sumber daya". Konstruksi ini digunakan untuk membenarkan eksploitasi sumber daya alam di wilayah adat.

  • Pembatasan Hak Akses: Dengan mendefinisikan ulang batas-batas wilayah adat atau mengklasifikasikan masyarakat adat sebagai "non-warga negara", negara dapat membatasi hak akses masyarakat adat terhadap sumber daya alam di wilayah mereka.

  • Pembentukan Kategori: Negara seringkali menciptakan kategori-kategori baru untuk masyarakat adat, seperti "masyarakat terasing", "kelompok minoritas", atau "penduduk asli". Kategorisasi ini dapat memengaruhi status hukum dan hak-hak masyarakat adat dalam mengakses dan mengelola sumber daya alam.

  • Konflik dan Pertentangan: Perebutan sumber daya antara negara, perusahaan, dan masyarakat adat seringkali memicu konflik dan kekerasan. Konflik ini dapat memperkuat identitas "pribumi" sebagai kelompok yang termarjinalkan dan tertindas.

  • Instrumen Politik: Identitas "pribumi" dapat digunakan sebagai instrumen politik untuk membelah masyarakat atau mengalihkan perhatian dari masalah sosial lainnya.

Untuk menjelaskan argumentasinya itu. Tania Li memberikan beberapa kasus pada beberapa negara, misalnya pada Amerika Serikat: Konflik antara suku-suku asli Amerika dengan pemerintah AS terkait hak atas tanah dan sumber daya alam telah berlangsung selama berabad-abad. Konstruksi identitas "Indian" seringkali digunakan untuk membenarkan kebijakan asimilasi dan pemindahan paksa suku-suku asli. Kanada: Konflik antara First Nations dengan pemerintah Kanada terkait hak atas tanah, sumber daya alam, dan pengelolaan sumber daya perikanan telah menjadi isu sentral dalam politik Kanada. Australia: Konflik antara masyarakat adat Australia dengan pemerintah Australia terkait hak atas tanah, sumber daya mineral, dan hak-hak budaya telah berlangsung sejak kolonialisasi.

Dalam konteks karya Tania Li, beliau secara khusus meneliti bagaimana politik sumber daya di Indonesia, terutama minyak dan gas bumi, telah membentuk dan mempengaruhi identitas "pribumi". Li menunjukkan bagaimana konstruksi identitas "pribumi" sebagai kelompok yang "terbelakang" dan "tidak mampu mengelola sumber daya" telah digunakan untuk membenarkan eksploitasi sumber daya alam di wilayah adat.

Politik sumber daya memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk dan mempengaruhi identitas "pribumi" di berbagai negara. Pemahaman tentang hubungan antara politik sumber daya dan konstruksi identitas ini sangat penting untuk memahami dinamika konflik dan perjuangan masyarakat adat di seluruh dunia.

Agensi  Masyarakat Adat

1. Respons Masyarakat Adat terhadap Konstruksi Identitas yang Dilakukan Negara

Dalam bukunya, Tania Li memberikan gambaran mendalam tentang bagaimana masyarakat adat di Indonesia merespons konstruksi identitas yang dilakukan oleh negara. Namun, penting untuk diingat bahwa respons masyarakat adat di berbagai negara dapat bervariasi tergantung pada konteks sejarah, budaya, dan politik masing-masing negara. Beberapa pola umum respons masyarakat adat:

  • Penolakan dan perlawanan:

    • Demonstrasi dan protes: Masyarakat adat seringkali melakukan demonstrasi, protes, dan aksi unjuk rasa untuk menolak konstruksi identitas yang merugikan dan menuntut pengakuan atas hak-hak mereka.

    • Pengembangan organisasi: Mereka membentuk organisasi masyarakat adat untuk menyuarakan aspirasi dan memperjuangkan hak-hak mereka secara kolektif.

    • Pemanfaatan hukum: Masyarakat adat juga sering kali menggunakan jalur hukum untuk mengajukan tuntutan dan menggugat kebijakan negara yang merugikan.

  • Negosiasi dan adaptasi:

    • Dialog dengan negara: Masyarakat adat berusaha untuk berdialog dengan negara untuk mencari solusi bersama dan mencapai kesepakatan.

    • Adaptasi strategi: Mereka dapat mengadopsi strategi baru untuk bertahan dan berkembang dalam konteks yang berubah. Misalnya, dengan menggabungkan praktik tradisional dengan pengetahuan modern.

  • Pembentukan identitas alternatif:

    • Penguatan identitas lokal: Masyarakat adat berusaha untuk memperkuat identitas lokal mereka sebagai bentuk perlawanan terhadap konstruksi identitas yang dilakukan negara.

    • Penciptaan narasi baru: Mereka menciptakan narasi baru tentang sejarah dan identitas mereka untuk menantang narasi dominan yang dibangun oleh negara.

Faktor-faktor yang mempengaruhi respons masyarakat adat:

  • Kekuatan politik: Seberapa kuat pengaruh dan kekuasaan politik masyarakat adat dalam mempengaruhi kebijakan negara.

  • Dukungan internasional: Dukungan dari organisasi internasional dan masyarakat sipil global dapat memperkuat posisi tawar masyarakat adat.

  • Akses terhadap sumber daya: Ketersediaan sumber daya ekonomi, informasi, dan teknologi dapat mempengaruhi kemampuan masyarakat adat untuk melakukan perlawanan.

  • Konteks sejarah dan budaya: Sejarah perjuangan dan pengalaman kolektif masyarakat adat dapat membentuk cara mereka merespons konstruksi identitas.

Kembali ke karya Tania Li, beliau menunjukkan bahwa masyarakat adat di Indonesia telah mengembangkan berbagai strategi untuk merespons konstruksi identitas yang dilakukan oleh negara. Mulai dari penolakan terhadap kategorisasi "pribumi" yang merendahkan, hingga upaya untuk membangun narasi alternatif tentang identitas dan sejarah mereka.

Contoh lain dari negara lain: Amerika Serikat: Suku-suku asli Amerika telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan budaya dan tanah mereka, termasuk melalui pendidikan, seni, dan aktivisme politik. Kanada: First Nations telah melakukan perjuangan panjang untuk mendapatkan pengakuan atas hak-hak mereka, termasuk melalui perjanjian dengan pemerintah dan pembentukan pemerintahan sendiri.

Tania Li dalam "Articulating Indigenous Identity in Indonesia: Resource Politics and the Tribal Slot" memberikan kontribusi penting dalam memahami bagaimana masyarakat adat bukan hanya objek pasif dalam proses konstruksi identitas, tetapi juga memiliki agensi. Ini berarti mereka memiliki kemampuan untuk bertindak, membuat pilihan, dan mempengaruhi lingkungan sosial mereka.

Li menunjukkan bahwa masyarakat adat tidak hanya merespon secara pasif terhadap kebijakan negara dan tekanan eksternal, tetapi juga mengembangkan strategi untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak mereka. Beberapa bentuk agensi yang diidentifikasi oleh Li termasuk:

  • Negosiasi dan Adaptasi: Masyarakat adat seringkali terlibat dalam negosiasi dengan negara dan perusahaan untuk melindungi hak-hak mereka. Mereka juga mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan sosial dan ekonomi tanpa sepenuhnya kehilangan identitas mereka.

  • Pembentukan Identitas Alternatif: Masyarakat adat dapat menciptakan narasi dan identitas alternatif yang berbeda dari yang dikonstruksi oleh negara. Ini memungkinkan mereka untuk mempertahankan otonomi budaya dan politik.

  • Mobilisasi dan Aktivisme: Dalam beberapa kasus, masyarakat adat terlibat dalam gerakan sosial dan politik untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Ini menunjukkan kemampuan mereka untuk bertindak kolektif dan mempengaruhi perubahan sosial.

Dengan mengakui agensi masyarakat adat, Li memberikan perspektif yang lebih kompleks dan nuanced tentang dinamika antara masyarakat adat dan negara. Hal ini juga membuka ruang untuk memahami bagaimana masyarakat adat dapat menjadi aktor utama dalam pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.

2. Strategi Masyarakat Adat untuk Mempertahankan Identitas dan Hak-Hak Mereka

Tania Li dalam "Articulating Indigenous Identity in Indonesia: Resource Politics and the Tribal Slot" menunjukkan beberapa strategi yang digunakan oleh masyarakat adat untuk mempertahankan identitas dan hak-hak mereka, termasuk:

Penguatan Identitas:

  • Revitalisasi Budaya: Masyarakat adat berupaya untuk melestarikan dan revitalisasi tradisi, bahasa, dan ritual mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti pendidikan, festival budaya, dan media.

  • Pembentukan Organisasi: Masyarakat adat membentuk organisasi dan komunitas untuk memperkuat solidaritas dan saling mendukung. Organisasi ini dapat berfungsi sebagai platform untuk advokasi dan negosiasi dengan pihak eksternal.

Advokasi dan Perlawanan:

  • Demonstrasi dan Protes: Masyarakat adat sering kali melakukan demonstrasi dan protes untuk menolak kebijakan yang merugikan mereka dan menuntut pengakuan atas hak-hak mereka.

  • Negosiasi dan Mediasi: Masyarakat adat terlibat dalam negosiasi dengan pemerintah, perusahaan, dan aktor lainnya untuk mencapai kesepakatan yang adil dan melindungi hak-hak mereka.

  • Strategi Hukum: Masyarakat adat menggunakan jalur hukum untuk memperjuangkan hak-hak mereka, seperti mengajukan gugatan dan banding ke pengadilan.

Membangun Jaringan dan Solidaritas:

  • Jaringan Nasional dan Internasional: Masyarakat adat di Indonesia menjalin hubungan dengan masyarakat adat di negara lain untuk bertukar informasi dan strategi.

  • Kerja Sama dengan NGO dan Lembaga Penelitian: Masyarakat adat berkolaborasi dengan NGO dan lembaga penelitian untuk mendapatkan dukungan dalam advokasi dan dokumentasi hak-hak mereka.

Membangun Kapasitas dan Keterampilan:

  • Pendidikan dan Pelatihan: Masyarakat adat berupaya untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan mereka untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak kepada mereka.

  • Pengembangan Ekonomi: Masyarakat adat mengembangkan usaha ekonomi mandiri untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi mereka.

3. Strategi Advokasi Masyarakat Adat 

Tania Li dalam bukunya memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana masyarakat adat di Indonesia merespon konstruksi identitas yang dilakukan negara. Namun, untuk melihat gambaran yang lebih luas, kita perlu membandingkan strategi advokasi yang digunakan oleh masyarakat adat di berbagai negara.

Persamaan Strategi Advokasi:

  • Penguatan Identitas: Di mana pun mereka berada, masyarakat adat selalu berupaya untuk memperkuat identitas kelompoknya. Ini dilakukan melalui berbagai cara, seperti revitalisasi bahasa, upacara adat, dan penciptaan narasi sejarah sendiri.

  • Advokasi Hukum: Banyak masyarakat adat menggunakan jalur hukum untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Ini termasuk mengajukan gugatan, lobi kepada pemerintah, dan partisipasi dalam pembuatan kebijakan.

  • Jaringan Internasional: Masyarakat adat di berbagai negara seringkali membangun jaringan internasional untuk berbagi informasi, pengalaman, dan sumber daya. Jaringan ini memungkinkan mereka untuk bersolidaritas dan memperkuat advokasi mereka di tingkat global.

  • Aliansi dengan kelompok lain: Masyarakat adat sering kali menjalin aliansi dengan kelompok masyarakat sipil lainnya, seperti organisasi lingkungan hidup, kelompok hak asasi manusia, dan serikat pekerja.

Perbedaan Strategi Advokasi:

  • Konteks Historis: Sejarah kolonial dan hubungan dengan negara sangat mempengaruhi strategi advokasi. Misalnya, masyarakat adat di negara-negara bekas koloni seringkali memiliki pengalaman yang berbeda dengan masyarakat adat di negara-negara yang tidak pernah dijajah.

  • Kekuatan Politik: Kekuatan politik masing-masing kelompok adat sangat bervariasi. Beberapa kelompok memiliki pengaruh yang signifikan dalam politik nasional, sementara yang lain lebih termarjinalkan.

  • Sumber Daya: Akses terhadap sumber daya seperti keuangan, teknologi, dan pendidikan juga mempengaruhi strategi advokasi.

  • Kebijakan Negara: Kebijakan negara terhadap masyarakat adat sangat bervariasi. Beberapa negara memiliki kebijakan yang lebih inklusif dan mendukung hak-hak masyarakat adat, sementara yang lain lebih represif.

Contoh Strategi Advokasi yang Berbeda:

  • Amerika Serikat: Masyarakat adat di Amerika Serikat telah menggunakan berbagai strategi, termasuk protes, pendudukan tanah, dan litigasi. Mereka juga telah berhasil mendapatkan pengakuan federal atas hak-hak mereka, meskipun masih banyak tantangan yang dihadapi.

  • Kanada: First Nations di Kanada telah menggunakan pendekatan yang lebih inklusif, seperti negosiasi perjanjian dengan pemerintah dan pembentukan pemerintahan sendiri.

  • Australia: Masyarakat adat Australia telah fokus pada rekonsiliasi dengan pemerintah dan masyarakat non-adat. Mereka telah berhasil mencapai beberapa kemajuan dalam hal pengakuan atas hak-hak mereka, tetapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Strategi:

  • Tingkat kesadaran: Seberapa besar kesadaran masyarakat adat tentang hak-hak mereka dan bagaimana cara memperjuangkannya.

  • Dukungan dari kelompok lain: Dukungan dari kelompok masyarakat sipil lainnya, pemerintah, dan masyarakat internasional.

  • Kepemimpinan: Kepemimpinan yang kuat dan visioner dalam komunitas adat.

Strategi advokasi yang digunakan oleh masyarakat adat di berbagai negara sangat beragam dan dipengaruhi oleh konteks sejarah, politik, dan sosial yang unik. Meskipun ada perbedaan yang signifikan, ada juga kesamaan dalam upaya mereka untuk memperkuat identitas, melindungi hak-hak mereka, dan membangun masa depan yang lebih baik.

4. Tantangan Strategi Masyarakat Adat untuk Identitas 

Li dalam "Articulating Indigenous Identity in Indonesia: Resource Politics and the Tribal Slot" mengakui bahwa strategi-strategi yang digunakan oleh masyarakat adat untuk mempertahankan identitas dan hak-hak mereka tidak selalu berhasil.

Meskipun masyarakat adat telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan identitas dan hak-hak mereka, mereka masih menghadapi berbagai tantangan, seperti:

  • Diskriminasi dan Marginalisasi: Masyarakat adat sering kali mengalami diskriminasi dan marginalisasi dari pemerintah dan masyarakat dominan. Hal ini dapat menghambat upaya mereka untuk mendapatkan pengakuan atas hak-hak dan identitas mereka.

  • Eksploitasi Sumber Daya: Eksploitasi sumber daya alam di wilayah adat tanpa persetujuan dan partisipasi masyarakat adat dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan hilangnya akses terhadap sumber daya alam yang penting bagi kehidupan mereka.

  • Perubahan Iklim: Perubahan iklim berdampak besar terhadap masyarakat adat, terutama yang tinggal di wilayah pesisir dan dataran rendah. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan lahan, sumber daya alam, dan tempat tinggal.

  • Kurangnya Dukungan Politik: Sering kali masyarakat adat tidak mendapatkan dukungan politik yang memadai dari pemerintah untuk mewujudkan hak-hak dan aspirasinya.

    5. Solusi untuk Mengatasi Tantangan Masyarakat Adat

Meskipun Li tidak secara eksplisit membahas solusi untuk mengatasi tantangan yang dihadapi masyarakat adat dalam "Articulating Indigenous Identity in Indonesia: Resource Politics and the Tribal Slot", beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan berdasarkan diskusi dalam buku tersebut dan konteks global saat ini adalah:

Pengakuan Hak-Hak Masyarakat Adat:

  • Pengesahan Undang-Undang: Mendorong pengesahan undang-undang yang mengakui hak-hak masyarakat adat atas tanah, budaya, dan sumber daya alam.

  • Ratifikasi Konvensi ILO 169: Mendorong ratifikasi Konvensi ILO 169 tentang Hak-Hak Masyarakat Adat dan Suku Bangsa.

Partisipasi dan Konsultasi:

  • Melibatkan Masyarakat Adat: Melibatkan masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak kepada mereka.

  • Konsultasi yang Bermakna: Melakukan konsultasi yang bermakna dengan masyarakat adat sebelum mengambil kebijakan yang terkait dengan wilayah dan sumber daya mereka.

Pemberdayaan Masyarakat Adat:

  • Meningkatkan Akses Pendidikan: Meningkatkan akses pendidikan dan pelatihan untuk masyarakat adat.

  • Pengembangan Ekonomi: Mendukung pengembangan ekonomi mandiri untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat.

Penegakan Hukum dan Perlindungan:

  • Penegakan Hukum: Menegakkan hukum yang melindungi hak-hak masyarakat adat dan mencegah eksploitasi sumber daya alam di wilayah adat.

  • Perlindungan Lingkungan: Melindungi lingkungan dan sumber daya alam di wilayah adat.

Penting untuk dicatat bahwa solusi-solusi ini perlu disesuaikan dengan konteks lokal dan kebutuhan spesifik masyarakat adat di setiap wilayah.

Sebuah Refleksi: 

Meskipun Li memberikan analisis yang mendalam tentang beberapa kasus studi, ada kemungkinan bahwa generalisasi kesimpulannya terlalu luas. Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat apakah temuannya berlaku untuk semua kelompok masyarakat adat di Indonesia. Pandangan Li yang terlalu kritis terhadap konsep "pribumi" sehingga mengabaikan pentingnya identitas kolektif bagi masyarakat adat. Konsep "pribumi" mungkin masih relevan bagi banyak kelompok masyarakat adat sebagai cara untuk mengartikulasikan hak-hak mereka. Faktanya, selain politik sumber daya, faktor-faktor lain seperti agama, etnisitas, dan sejarah lokal juga dapat memainkan peran penting dalam membentuk identitas masyarakat adat. Selain itu, bukan hanya negara sebagai aktor nya, tetapi ada aktor non-negara seperti LSM, organisasi masyarakat sipil, dan perusahaan swasta juga dapat mempengaruhi konstruksi identitas masyarakat adat. Hal ini juga dikaitkan dengan heterogenitas internal bahwa tidak semua kelompok masyarakat adat memiliki pengalaman yang sama dalam menghadapi proses konstruksi identitas. Ada variasi yang signifikan dalam cara mereka merespons dan beradaptasi dengan perubahan sosial dan politik. Sementara itu, saat ini konteks sosial dan politik di Indonesia telah berubah secara signifikan sejak penelitian Li dilakukan. Perlu dipertimbangkan apakah temuannya masih relevan dalam konteks saat ini, di mana gerakan masyarakat adat semakin kuat dan kesadaran akan hak-hak mereka semakin meningkat. Sementara itu isu tentang agensi masyarakat adat dalam merespons konstruksi identitas yang dilakukan negara, Padahal perlu juga ditonjolkan kondisi peran aktif masyarakat adat dalam membentuk identitas mereka sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun