Fahmi menatap Kia penuh rasa cemas. Kia pun berkata tegas, "Ayo kabur!"
      Tanpa peduli polisi yang menggedor kaca jendela mobil, Fahmi segera menyalakan mobil. Ia memutar kemudinya begitu cepat. Mobil pun berjalan zigzag dengan kecepatan tinggi. Tapi, mobil polisi yang tepat berada di belakang mobil mereka, tak mau menyerah.
      Jalanan tol yang lengang hanya berisi 2 mobil yang saling kejar-kejaran bagaikan Tom dan Jerry. Bunyi sirine meraung-meraung. Memecahkan keheningan malam. Langit segelap tinta diterangi pendaran lampu sorot mobil polisi.
      Dengan cekatan, Fahmi memutar kemudinya. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Diam-diam Kia merasa senang. Ia sengaja membuka setengah kaca mobilnya sehingga angin malam yang sejuk, menampar wajahnya yang terasa panas oleh gairah bertualang. Kapan lagi ia merasakan adrenalin yang melaju cepat seperti ini? Ia merasa berada di film action Hollywood. Tak semua orang mengalami pengalaman unik seperti dirinya, berada di mobil yang dikemudikan seorang intel yang mahir menyetir mobil, dan dikejar mobil polisi.
      Fahmi mengutuk dirinya dalam hati. Mengapa ia begitu ceroboh hingga melibatkan kekasihnya dalam adegan action? Cinta mematikan segala instingnya. Ia melirik kaca spion mobil dan berkata, "Aduh, mereka masih saja terus mengejar kita."
      Kia pun ikut menoleh. "Heran! Memangnya kita penjahat?"
      "Mungkin kita disangka pengedar narkoba."
Kia mengangkat bahu. "Padahal tak ada bukti."
Fahmi mendesah. "Kita tampak mencurigakan. Ini semua salahku. Seharusnya, aku tak menepikan mobil di tepi jalan tol. Tadi sih rest area sudah tutup."
     Â
DOR! DOR! DOR!