Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

just ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tolong, Jangan Tangkap Dia!

19 Oktober 2024   23:08 Diperbarui: 19 Oktober 2024   23:18 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            "Aman tidak?" tanya Kia penuh kekhawatiran. Ia celingukan memperhatikan sekeliling mereka. Hanya mobil Kijang ini yang berhenti di tepi jalan tol.

            "Aman. Jalan tol ini jarang dilalui mobil. Tak perlu cemas," bisik Fahmi. Ia menunduk dan mengecup lembut bibir mungil yang selalu menghantui mimpinya. Sebagai intel, ia selalu merasa cemas. Apakah ia akan tewas dalam tugas rahasia hari ini ataukah esok? Apakah ia akan bisa menemui sang pujaan hati?

            Fahmi tak pernah merasa nyaman untuk menghabiskan waktu di mana pun. Kapan pun. Rasa nyaman begitu mewah bagi dirinya. Selagi memeluk Kia pun, ia selalu khawatir akan adanya serangan penjahat. Sarafnya selalu tegang. Bahkan, ia hanya berani menyantap satai kambing di kedai yang terpencil dan temaram. Ia cemas musuh-musuhnya akan mengenali dirinya jika ia berada di tempat terang. Bayang-bayang kegelapan ialah sahabat sejatinya.

            Ya, Tuhan. Aku sangat mencintainya hingga jantung ini terasa remuk mendambakan dirinya. Aku tak tahan membayangkan diriku tewas dalam tugas dan harus merelakan dirinya bersanding bersama pria lain. Terdorong perasaannya, Fahmi mencium kening Kia. Kedua pelupuk matanya. Pipinya. Bahkan, pucuk hidung Kia hingga Kia terkikik.

            "Mengapa mencium hidungku segala? Hidungku pesek, ya?" ucap Kia untuk menyembunyikan rasa jengahnya. Tatapan mata Fahmi yang dalam, membuat dirinya salah tingkah.

            "Kau sempurna. Aku lebih suka hidung mungil seperti milikmu. Tak nyaman rasanya mencium gadis berhidung mancung. Nanti bertumbukan dengan hidungku," canda Fahmi yang langsung disambut cubitan manja di pinggangnya. Aaaw!

Fahmi pun kembali mencium bibir Kia. Rasa manis bibir itu begitu memikat dan menggodanya untuk memperdalam ciuman.

            Mereka berdua lupa akan segalanya. Hanya ada cinta yang menyelimuti. Sudah tiga bulan kedua sejoli tersebut tak bertemu. Rasa rindu pun membuncah segunung.

           

TOK! TOK! TOK!

            "Hey, apa yang kalian berdua lakukan? Turunkan kaca jendela ini," perintah seorang polisi berwajah sangar. Ia berdiri tepat di depan kaca jendela yang memisahkan dirinya dengan Fahmi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun