"Aku senang membayangkan kau dengan perut sebesar tambur mengejar-ngejarku. Kau berjalan dengan kikuk dan berkata seperti ini. Fahmi, tolonglah. Fahmi, nikahi aku..."
      "Terus saja menggodaku," gerutu Kia.
      Fahmi menghentikan mobil di tepi jalan tol. Ia pun memundurkan kursi joknya dan berkata, "Aku serius. Aku akan membunuh setiap pria yang kau cintai."
      "Kau mengorbankan karirmu dan berdiam di bui."
      "Setelah membunuh, aku akan bunuh diri dan menjadi hantu yang terus-menerus berpegangan pada kaki kananmu."
      "Mengapa harus kaki kanan?"
      Kedua alis Fahmi terangkat. "Kau kan cerdas. Masa tak bisa menebak?"
      Kia menggelengkan kepala. "Aku sedang malas berpikir."
      "Bisa saja kau berdalih," ujar Fahmi sembari menjentik ujung hidung Kia.
Gadis itu berusaha mengelak, tapi sia-sia. "Sakit!"
"Jika kaki kiri, kau tentu akan sulit melangkah. Aku tak mau kau jatuh, Sayang. Aku hanya ingin selalu bersamamu," ucap Fahmi dengan nada sehalus beledu. Ia menatap pupil cokelat yang sangat dicintainya tersebut. Pupil itu begitu gelap hingga ia merasa tenggelam ke dalam pusarannya. Dengan lembut ia menarik gadis tersebut ke dalam pelukannya.