Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

just ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Ujang Tuna

23 Juni 2024   21:53 Diperbarui: 23 Juni 2024   22:29 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Neng Evie, aku sadar aku tak bisa dibandingkan dengan pemuda kota yang memiliki karir cemerlang dan harta melimpah. Aku hanya petani singkong. Ini kebun singkong yang kugarap. Walaupun aku bukan orang kaya raya, tapi aku mampu mencukupi kebutuhan hidupmu dari hasil berkebun."


Kalimat Ujang Tuna bagaikan sambaran petir. "Kau petani singkong?" Tanyaku lemah. Aku merasa tunas cintaku kandas seketika.


Ujang Tuna mengangguk antusias. Ia menarik tanganku agar naik ke undakan batu. "Lihatlah bentangan tanaman singkong ini. Dari batas pohon mangga tersebut hingga pagar bambu di sebelah sana merupakan lahan yang kugarap. Aku menanam tanaman singkong mentega yang rasanya sangat enak dan empuk."


Aku sulit sekali mencerna perkataan Ujang Tuna. Napasku terasa sesak. Dengan susah payah aku bertanya, "Mengapa harus singkong? Mengapa Kak Tuna tak menanam pohon kopi yang sesuai untuk ditanam di lereng gunung?"


"Ah, kau cukup tahu tentang pertanian, ya? Tanaman kopi memang bagus untuk mencegah erosi. Tapi aku memang petani singkong. Aku sudah memiliki pangsa pasar tersendiri. Mungkin suatu saat aku akan merambah ke perkebunan kopi yang memerlukan lebih banyak modal. Tapi untuk saat ini, fokusku ialah singkong."


Aku bergeming. Singkong?


Tanpa menyadari wajahku yang semakin lama semakin pucat, Ujang Tuna menjelaskan usaha singkongnya dengan riang. Ia terperanjat ketika aku merunduk dan memuntahkan segala isi perutku.


***
"Ah, Mama. Aku tak ingin dijodohkan dengannya," ujarku dengan mimik sesendu awan kumulonimbus. Aku kembali menggelung diriku ke sudut tempat tidur.


"Mengapa? Ujang Tuna pemuda yang sopan, baik, dan tampan. Walaupun polos, ia cukup terpelajar. Ia lulusan jurusan pertanian. Bahkan, ia membawakan Mama sebungkus besar singkong mentega yang baru saja ia panen. Mama lihat kau juga menyukai Ujang Tuna."


Aku merengut. "Aku tak suka singkong."


Mama berkacak pinggang. "Lalu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun