Mendengar keluhanku, Mama langsung menjitak dahiku. "Jangan berdebat! Nak Tuna sudah menunggumu sejak tadi di ruang tamu. Kau sendiri yang berjanji untuk jogging dengan dirinya pagi ini."
Diiringi tatapan Mama yang setajam stiletto, aku pun segera mengganti gaun katun Tweety-ku yang agak belel dengan hoodie hitam BTS dan celana panjang training merah muda. Setelah mengoleskan tabir surya ke wajahku, aku pun siap menghadapi sinar matahari pagi yang cukup garang akibat perubahan iklim.
Ujang Tuna duduk termenung di sudut ruang tamu. Ia tampak sedang menghipnotis Ochi, ikan mas kokiku yang super chubby. Mereka saling menatap dengan intens seolah-olah dunia hanya milik mereka berdua.
"Kak Tuna sedang telepati dengan kerabat, ya?" Godaku sembari terkekeh.
"Hush, Evie. Jangan berkata yang tak sopan!" Hardik Mama.
"Tak apa-apa, Ma. Neng Evie memang senang bercanda," ujar Ujang Tuna dengan ramah.
Aku melirik Mama dengan penuh kemenangan.
 "Kak Tuna-nya juga tak tersinggung."
Ujang Tuna tersenyum sabar. Ia tak bisa menyembunyikan binar-binar sayang di kedua bola matanya ketika menatapku hingga aku tersipu malu.
Mama mendengus. "Nak Tuna, jangan terlalu memanjakan Evie! Sekarang saja ia selalu bertingkah semaunya."
"Mama kok lebih sayang Kak Tuna dibandingkan aku? Siapa yang anak kandung Mama?" Tanyaku terkejut. Mendengar reaksiku yang berlebihan, baik Ujang Tuna maupun Mama tertawa.
***
Dengan napas agak tersengal, aku menaiki lereng Gunung Halimun Salak yang terjal. Aku memang jarang berolahraga di alam terbuka.