Mohon tunggu...
Sinar RahayuPutri
Sinar RahayuPutri Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Menulis dan membaca untuk mengenal dunia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setelah Wisuda

6 November 2021   20:20 Diperbarui: 6 November 2021   20:23 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Gini bu. Tadi siang aku dapat undangan dari teman-teman kuliahku dulu. Katanya lusa nanti mau ngadain reuni di villa sekitar Lembang. Jadi.... Apa boleh aku minta. Eh, maksudku pinjam uang ibu untuk ikut reuni lusa nanti?" 

Ibu masih terdiam. Kudengar ia sedikit menghela napas. Aku tidak berharap banyak dari ibu, tapi aku benar-benar ingin sedikit menyegarkan pikiran sambil bertemu teman-teman semasa kuliah dulu. 

"Kamu itu belum diterima kerja, sok-sok-an mau minjem uang ibu. Sekarang saja ibu masih pusing mikirin biaya sekolah adik kamu yang sebentar lagi mau masuk SMA. Kalo memang gak ada uang lebih baik kamu diam dirumah, atau bantu ibu jualan dipasar."

"Tapi aku juga lagi usaha bu, supaya bisa kerja, gak minta uang lagi sama ibu bapak. Lagian aku juga pengen sesekali ketemu teman-teman diluar sana" 

"Kamu ini ya. Ibu sekolahin kamu tinggi-tinggi supaya punya ilmu, adab, sopan santun. Tapi sekarang kamu berani ngomong teriak-teriak di depan ibumu sendiri"

"Aku udah coba ngomong baik-baik sama ibu. Tapi jawaban ibu malah nyakitin aku. Seolah aku ini beban untuk ibu. Padahal selama ini aku berusaha cari kerja kesana kesini juga demi bapak sama ibu. Tapi selalu aja ibu ngeluh kalo aku itu gak bisa ngapa-ngapain dan Cuma jadi beban"

PLAKK.

Sebuah tamparan keras mendarat di pipiku. Seketika otakku rasanya berhenti berpikir, dan dadaku rasanya sangat sesak. Perih dan panas di pipi kanan ku seolah menghilang seiring rasa sakit yang lebih menusuk didalam hati. Karena untuk pertama kalinya dalam hidup sejak aku dilahirkan sampai sekarang, ibu memukul. Tangannya yang dulu sangat hangat memeluk ketika aku merasa sedih kini dengan sangat ringannya menampar wajahku.

Butiran hangat mulai terasa di ujung mata, tapi sekuat tenaga aku menahan supaya tidak mengalir keluar. Ku tatap ibu perlahan, wajahnya pun terlihat memerah dan dadanya naik turun seolah sedang mengatur napas dan emosi. 

"Aku benci ibu" Hanya itu kalimat yang keluar dari mulutku. Tanpa peduli tangan yang masih kotor berlumur sambal, aku langsung berlari kedalam kamar. Untungnya aku selalu membawa botol air minum sehingga tidak perlu repot bolak balik kamar dan dapur hanya untuk minum. 

Pintu kamar ku kunci rapat, dan aku langsung meringkuk dibalik selimut. Air mata yang sedari tadi ku tahan langsung mengalir membanjiri pipi dan bantal. Rasa panas dan perih masih ku rasakan dipipi. Tapi hatiku jauh lebih perih. Tidak pernah ku bayangkan ibu akan memukul ku. ibu yang selalu bersikap lembut seketika berubah menjadi monster yang menakutkan bagiku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun