Dengan demikian, pada dasarnya Islam mengutamakan agar penunaian hak itu segera dilakukan, tidak ditunda-tunda, sebab menyang- kut hak sesama manusia. Penundaan penunaian hak sesama manusia sering mengakibatkan perampasan terhadap hak tersebut, termasuk hak para ahli waris terhadap harta warisan. Lebih-lebih jika di antara ahli waris ada yang masih dikategorikan sebagai anak yatim.
Tegasnya mempercepat pembagian harta warisan lebih baik daripada menunda-nunda sebab sepeninggal pewaris setelah hak yang menyangkut penyelenggaraan jenazah, pelunasan hutang dan pelaksanaan wasiat diselesaikan, semuanya telah menjadi hak para ahli waris yang ketentuannya telah diatur dalam Alquran dan sunah Rasul.
KESIMPULAN DARI SAYA
    Hukum kewarisan adat merupakan aturan-aturan turun temurun yang dipegang oleh masyarakat adat sebagai pedoman dalam pembagian harta peninggalan orang yang meninggal. Hukum kewarisan adat berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya, dan aturan-aturan ini sering kali didasarkan pada tradisi dan budaya yang berlaku di masyarakat adat tersebut.
    Dalam hukum kewarisan adat, pembagian harta peninggalan biasanya dilakukan secara adil dan merata antara ahli waris yang memiliki hak untuk menerima warisan. Ahli waris dapat meliputi anak, suami atau istri, orang tua, dan saudara kandung atau sedarah. Namun, dalam beberapa kasus, ada beberapa orang yang dianggap lebih berhak menerima warisan daripada yang lainnya.
      Meskipun hukum kewarisan adat masih banyak dipegang oleh masyarakat adat, pemerintah di beberapa negara mulai mengakui keberadaan hukum adat ini dan mencoba mengintegrasikannya ke dalam sistem hukum nasional. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa pembagian harta peninggalan dilakukan secara adil dan merata serta untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H