Sebelum pulang, mereka melipir dulu ke depan minimarket tempat awal mereka kumpul. Setelah di-cek en ricek, nggak ada orang sama sekali. Yaudah pada akhirnya mereka memutuskan pulang ke pondokan dengan kondisi udah keroncongan.
Mereka melewati jalanan yang sama seperti saat mereka berangkat. Kalau pas berangkat, masih bisa melihat kendaraan lain walaupun Cuma satu-dua tiap beberapa menit. Tapi kali ini, nggak ada sama sekali. Mana mau jam sepuluh, lagi.
Habis maghrib aja jalanan udah senyap, apa lagi makin malam coba. Kalau kata orang, semakin kita takut, semakin panca indra kita sensitif sama semua hal. Nah, itu yang dua manusia itu rasakan. Jaket tebal yang mereka pakai, berasa kayak nggak guna sama sekali. Hawa dinginnya makin nembus kulit, eh, sampe tulang deng.
"Zak, bisa minggir bentar, nggak?" tanya Bimo tiba-tiba.
Zaki berusaha memutar kepala, tapi nggak bisa karena dia juga harus fokus nyetir. Mana lampu motornya remang-remang, lagi. "Ah.. Gila lo, Mo!"
"Serius, Zak. Ini bahaya kalo nggak berhenti."
"Nggak. Nggak ada berhenti-berhentian. Lo nyadar nggak sekeliling kita isinya apa? Hutan-hutan, anjir."
"Ini beneran nggak tahan, sumpah."
"Mau ngapain?"
"Kencing."
"Ah elah! Ada-ada aja lo. Nggak pokoknya."