Mohon tunggu...
Samuel Luhut Pardamean S
Samuel Luhut Pardamean S Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

" Cintailah apa yang anda Cintai, karna Cinta itu Kebenaran" - Samuel LPS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Putihnya Lelaki Sawo

1 Oktober 2024   21:38 Diperbarui: 1 Oktober 2024   22:43 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Si putih


 Hening dan cukup damai rasanya, kutatap, tersenyum kecil penuh bangga. Langkahku terhenti seketika, disaat terdengar lagu yang kudengar dari headsetku. Itu lagu 'Nissa Sabyan -- Allah Karim' lagunya benar-benar menyentuh kalbuku. Angin berhembus dari segala penjuru, begitu sangat segar mengusir keluh kesah yang coba disembunyikan, kulihat kearah lembah dimana hitam berjuang untuk gadis yang dikasihinya.


"Hmmm.. Keren sih," kata Mereka yang lain tersenyum-senyum membayangkan tentang si hitam.


"Haa..." Akupun tertawa kecil.


"Ah siaal, harusnya kan backsoundnya lagu horor." Kataku, karena niatku sebelumnya yang ingin menakut-nakuti mereka yang lain sembari menceritakan tentang sihitam. Kaki ku masih melangkah melewati jalan yang naik turun, berliku layaknya jalanan di tengah pegunungan dengan pepohonan.


"Sebenarnya ada sebuah cerita yang gak kalah menarik dari sihitam" kataku,


"Semut juga? Atau mahkluk apa nih?" tanya mereka yang lain cukup penasaran.


"Mau cerita yang seperti apa?" jawabku terhadap mereka yang lain.


"Ya, romantis boleh." Kata mereka yang lain.


"Judulnya SiPutih, bukan semut kali ini. Kalau yang ini manusia" jawabku membuka cerita terhadap mereka.


  Sambil menapaki jalan ini selangkah demi selangkah kuceritakan, mereka yang lain dan sekitarnya yang dapat mendengarkan kusaat itu menaruh perhatian sambil melakukan kegiatannya masing-masing.


-Begini ceritanya      -


"Dahulu kala jauh sebelum jalanan yang kujalani dibuat sebagus sekarang ini saat ku melintas" Menunjukkan jalanan diaspal rapih, sambil berjalan kaki ku lanjut ceritakan. "Ada seorang gadis yang sangatlah cantik, matanya biru terang menyala. Begitu tajam caranya melihat sesuatu dan gak kalah tajam mancungnya hidungnya, gak Cuma parasnya yang cantik, perilakunya juga. Ya itu alami, bagus prilakunya pasti tercermin dari wajahnya, mau jelek sekali pun orangnya pasti enak dilihat." Kataku menceritakan tentang si putih yang pernah ada di wilayah karang Kates, Malang, Jawa timur.


"Emang iya yaa? Bener juga sih, kalau prilakunya gak beres pasti diliat juga gak enak." Jawab mereka yang lain.


"Aku suka memanggil namanya si Putih, dulu waktu kecil dia suka main dijurang. Manis banget deh senyumnya." Kataku menceritakan tentang putih yang dulu suka main dilembah kecil dibelakang rumah ku saat kecil, sebenarnya kamu terhubung namun nyata, tempat itu sering kami katakan jurang. Tempat yang terkadang suka berubah-ubah fisik nya, terkadang sangat dalam dan terjal, bahkan gelap dan sangat menakutkan. Itu sebuah kenangan yang tak pernah mau kami lupakan, banyak hal-hal indah yang pernah terjadi ditempat itu.


  Kami bersama-sama mengenang tempat yang dahulu kala, mungkin saat ini sudah tidak ada. Tempat itu dahulu kala terhubung masa dan waktu, di daerah kota Depok, Jawa barat. Lebih tepatnya dibelakang Polsek Sukmajaya.


Kakiku terus menyusuri jalanan yang kujalani, tampak dari kejauhan bukit seperti gunung. Kutatap dan tersenyumlah aku karena penoramanya yang luar biasa.
"Disana, dibalik gunung itu." Kataku menunjukan gunung yang indah, sedangkan jalanan ini menuju kearah gunung itu juga, namun tak membelah nya.


 Putih seorang gadis cantik keturunan eropa, Ayah eropa dan ibunya juga eropa. Sekitar tahun 1800an mereka tinggal di daerah perbatasan malang dan Blitar, namun putih tidak lahir di Indonesia. Ia lahir di tanah kelahiran orang tuanya, Spanyol. Rambut nya lurus dan indah, begitu lebat kadang agak ikal juga. Hitam dan pekat menyala. Keluarganya tinggal di Indonesia karena urusan militer, ya ayahnya seorang tentara yang bijak dan sangat berkuasa. Mereka pindah ke Indonesia ketika usia putih masih 1 tahun, ia memiliki kakak laki-laki yang tangguh dan sangat tampan. Jarak usia mereka 6 tahun, putih memiliki sahabat orang eropa yang tinggal di Indonesia. 

Usia yang berbeda bulan saja, anak dari teman ayahnya yang sama-sama tentara. Mereka selalu bermain bersama-sama berempat, kedua orang lainnya ialah orang Indonesia, keturunan bangsawan asli Indonesia. Mereka berempat sangatlah cantik, kalau kata orang yang melihat mereka Itu seperti Dewi-Dewi surga yang selalu membuat hati orang senang.


 Banyak Pria keturunan eropa juga yang menyukai putih, namun bagi putih mereka hanya sekedar teman karna anak dari teman ayahnya. Tidak lebih. Sejak kecil kesukaan putih ialah sinden, menyanyi teknik orang Jawa kuno dan amat merdu. Tidak ada yang tak merinding jikalau mendengar ia bernyanyi, benar-benar menghayati makna lagu yang dibawakannya. 

Ia suka menyanyikan lagu kidung pujian syukur terhadap hyang Widi Gusti Allah, ia sangat menyukai kultur setempat. Bahkan ia sangat fasih berbahasa Jawa, bahasa indonesia juga ia kuasai dengan baik, apalagi bahasa spanyol dan inggris. 

Ya itu diajarkan juga ke teman-temannya, jadi terkadang saat mereka saat mereka berkumpul mereka suka bercakap-cakap dengan empat bahasa. Padahal mereka masih kecil dan usia mereka saat ini masih delapan tahun. Satu hal yang lebih membingungkan ialah mereka tidak hanya menguasai empat bahasa, terkadang mereka sering menggunakan bahasa Batak. Sedangkan diantara mereka tidak ada satu pun orang Batak, entah darimana mereka belajar bahasa itu.


  Pagi yang sangat cerah, burung-burung bernyanyi merdu seirama senandung empat sekawan yang sedang berjalan-jalan menyusuri jalan setapak melewati perbukitan. Kira-kira pukul 10.00 pagi entah kenapa mereka tak sekolah, padahal usia mereka sudah menginjak delapan tahun. Padahal dimasa ku kecil tahun 90an belum ada masa bolos sekolah, tidak seperti tahun 2000an yang sudah menjadi ciri khas terkadang. 

Mereka selain suka bernyanyi juga termasuk anak yang gemar berolah raga, kehidupan mereka sangat kaya. Namun mereka suka jalan kaki, seperti aku saat ini jalan kaki seakan jalan-jalan. Salah satu dari antara mereka berinisiatif berenang di sungai, sungai yang besar, indah dan bersih. Ditahun 2024 saat ini sungai itu sudah dibangun sebuah bendungan Karang Kates, adanya PLTU disana.


  Saat mereka sedang asyik berenang dan menyelam semua baik-baik saja, sudah hampir 30 menit mereka ada didalam air. Saat itu seakan kami terhubung waktu dan masa dengan masa kecil ku, dulu kami suka duduk tenang bersama, atau sekarang bisa disebut yoga. Diantara mereka ada yang naik ke batu yang besar, duduk manis sambil bersenandung ala sinden yang begitu profesional. Suaranya menarik para hewan disekitar tempat mereka bermain, mereka cukup antusias seakan terhanyut lantunan nada yang dinyanyikan gadis kecil itu.


  Tiba-tiba disaat suasana yang begitu ceria terjadi semua nya berubah sesaat, terdengar gemuruh yang cukup menggelagar dilangit. Awan gelap menutupi sang mentari pagi itu, seakan hampir gelap menjelang malam. Burung-burung terbang tak kaharuan menandakan ada yang tak beres terjadi, tak jauh dari tempat itu ada seorang anak lelaki keturunan Indonesia berkulit sawo yang agak gelap karna panas-panasan. 

Ia sedang mencari kayu bakar, lelaki itu tampan dan manis senyumnya. Ia memiliki senyum pipi menambah manisnya parasnya, rambutnya tebal dengan mata hitam yang tajam. Hidung nya tidak pesek dan cukup mancung, wajahnya tampan layaknya seperti bangsawan Jawa. Ia hidup sederhana, keluarga mereka hanya berjualan dan berkebun. Saat suasana berubah cukup mencekam, lelaki sawo itu merasa tidak enak perasaannya. Entah mengapa ia berjalan mendekati SiPutih, padahal ia tidak tahu ada orang yang sedang berenang disana. 

Suasana nya cukup sepi, namun agak beda.
  Terdengar suara seperti bisik-bisik yang berantakan, banyak nya suara orang tak jelas membaca mantera. Terasa sampai membuat mereka cukup merinding, itu suara daripada kelompok yang terbuang sedang mencoba mencelakai empat sekawan yang asik mandi-mandi disana. 

Walau mereka berenang, keempat gadis cantik itu masih menggunakan busana menutupi bagian tubuhnya. Tibalah lelaki sawo itu di pinggir sungai itu dekat batu besar, dilihatnya selendang yang indah diletakan diatas batu. Ia mengamati sekitar, lalu ia melirik kearah SiPutih dan terpana. Mereka saling tatap menatap agak kejauhan, rasanya agak beda yang mereka rasakan. Belum pernah mereka rasakan tatapan yang menggetarkan seperti itu, lelaki sawo itu tergetarkan dan senyum kecil sambil menundukkan kepalanya menyapa si putih. 

Mukanya yang basah cukup memerah sesaat saat melihat sapaan lelaki sawo yang begitu manis, si putih juga merasakan getaran lain sambil mengapung-apung diatas air. Sedang sibuk mereka merasa hal yang unik itu, seakan mereka saling mengenal. Tiba-tiba kaki SiPutih tertarik jauh kedalam air, tempat mereka berenang itu cukup dalam. 

Mungkin lebih dari 4 meter kedalamannya, ia mencoba benerang naik keatas permukaan. Namun sesuatu yang menariknya makin kuat menarik nya kedalam, tangannya mengisyaratkan meminta pertolongan. Dengan sigap lelaki sawo itu melempar kayu bakar yang dibawanya kepinggir sungai dekat batu, ia pun langsung berenang hendak menolong SiPutih. Teman lainnya juga sibuk menolong SiPutih, namun apa daya tarikan nya begitu kuat melepas genggaman pertolongan temannya itu.


  Tanpa menarik nafas cadangan lelaki sawo itu menyelam mencoba menolong SiPutih, dilihatnya agak lain. Suasana itu cukup mistik, itu bagian daripada guna-guna kelompok yang terbuang. Terlihat olehnya seakan sebuah tali mengikat kaki SiPutih, ditarik sosok mahkluk yang hitam seperti bayangan, perwujudan yang tak jelas dari kelompok yang terbuang. 

Lelaki sawo itu meraih SiPutih, mencoba menaikan SiPutih keatas permukaan. SiPutih sudah kehabisan nafas, dia sudah tak mampu menahan. Dengan usaha yang keras dicoba lelaki sawo menaikannya, namun makin kuat tarikan itu kedalam air. Ditendang mahluk seperti bayangan itu oleh mereka berkali-kali, namun mahkluk itu seakan bukan dalam air jadi tak harus menahan nafas, karena hanya terhubung nyata dan memiliki misi mencelakai SiPutih agar mati.


  Disaat kejadian itu terjadi, entah kenapa tiba-tiba terhubung denganku dimasa waktu SMP tahun 2004an. Aku yang sedang asik berenang dikolam renang dengan kedalaman 2 meteran, melihat apa yang terjadi. Seakan aku turun tenggalam, dengan cepat kucoba membantu mereka. Kejadian itu sangat ajaib, bahkan aku seakan tenggelam dalam air bertahun-tahun lamanya, padahal hanya beberapa menit. 

Mahkluk seperti bayangan itu menarik kepalaku mencoba menghabisiku juga, kutendang mahkluk itu menjauh. Kulihat SiPutih sudah kehabisan nafas, kukatakan dengan isyarat tubuh kepada lelaki itu memberikan nafas dari mulutnya ke SiPutih agar bisa bertahan. Lelaki sawo itu melakukannya, beberapa detik SiPutih masih bisa menahan nafasnya karena dapat hembusan nafas dari lelaki sawo itu. 

Sedangkan aku mencoba melepaskankan tali yang mengikat kaki SiPutih, tali itu seakan ghaib dan terikat ketubuh mahkluk seperti bayangan. Sedangkan mahkluk seperti bayangan itu berlari seperti menuruni anak tangga, berlari dan tak ada air ditempatnya padahal ditempat kami dikedalaman air. Kulepaskan tali itu dan berhasil dengan susah payah, bagaiman tidak aku sudah kehabisan nafas. Kudorong kaki mereka hingga mereka naik keatas permukaan, mereka selamat dan kuisyaratkan aku baik-baik saja. Aku masih di dalam kedalaman air, suasananya makin gelap. Mahkluk itu menarik kakiku dan mamaksaku tenggelam, kepala ku didorongnya.


  Seketika suasana hening, aku masih dalam air. Jantungku yang tadinya berdetak kencang, sekarang makin pelan dan seakan tak mampu lagi.


"Terjadilah kehendakMu Tuhan." Kataku dalam hati, pikir ku aku takkan selamat. Semuanya sangat gelap, mataku sangat perih dan tubuhku melemas. Terdengar suara SiPutih dan lelaki sawo menanyakan dengan cemas keberadaanku, namun kujawab dengan suara batinku. 

"Naikalah, aku akan naik. Jangan takut, aku tidak apa-apa."
Padahal aku tidak tahu aku seakan ada dimana, namun ini nyata. Aku sudah benar-benar kehabisan nafas, hanya kegelapan dan ruang hampa dikedalaman air yang nyata saat itu padaku. Tiba-tiba muncul lagi mahkluk seperti bayangan itu tertawa menertawaiku, dengan kekuatan seadanya kucoba menghampirinya padahal aku sudah sangat lemas. 

Kulihat keatas namun permukaan air tak terlihat, aku seakan pindah dikedalaman yang sangat dalam dan menakutkan. Kudapatkan mahkluk seperti bayangan itu, kucekik ia dan kucoba bawa ia agar nyata juga ditempat aku berada. Tangannya memukul-mukul diriku mencoba melepaskan diri, dengan senyum jahat kutatap mahkluk itu tak bisa melepaskan diri. Bagiku saat itu, biar sama-sama mati kita. 

Muzizat dan pertolongan Tuhan benar nyata, kini mahkluk seperti bayangan itu nyata dikedalaman yang sangat dalam itu. Kupukul wajahnya dengan kuat, kutendang dadanya agar menjauh dariku. Mahkluk itu mencoba pergi dari kedalaman air dengan kekuatan sihir nya, terdengar suara mantera-mantera kelompok yang terbuang dengan panik. Mahkluk seperti bayangan itu tenggelam mencoba menyelamatkan diri bersama kelompok yang terbuang itu, karena air itu kini benar nyata bagi mereka.


  Kucoba berenang keatas sekuat tenaga, dalam hatiku berdoa meminta pertolongan Tuhan. Keajaiban terjadi, terlihat permukaan air dan aku memiliki tenaga untuk berenang setelah lemas sekali habis nafas. Mahkluk seperti bayangan itu meraih kaki ku, kutendang dengan kekuatan yang lebih keras mengenai wajahnya. Mahkluk seperti bayangan itu tenggelam dikedalaman yang sangat dalam tanpa terlihat permukaan airnya, sedangkan aku berenang melesat keatas permukaan. Kutarik nafas tak sampai sedetik ditarik lagi kakiku, kuisyaratkan dengan tanganku. 

Sebuah tangan mengulur kepadaku dan kuraih. Aku selamat, kini aku hanya dikolam renang. Aku meminggir ketepi kolam, kearah guru olahraga ku yang cantik dan masih muda. Saat itu SiPutih mencoba mencari ku, kami seakan terhubung dan kuisyaratkan dengan ibu jariku. Namun aku tak tahu, sepertinya ia tidak melihat ku, sedangkan guruku melihatku agak aneh. 

Siapa yang ia ajak bicara tanya nya dalan hati menatapku, kulihat mata guruku yang cantik itu. Tubuhnya molek dan putih, kugoda saja guru bercanda dengan isyarat sambil melihat buah dadanya yang terpampang kedapaku. Guruku yang cantik itu tersenyum marah agak mengambak kepadaku karna candaanku yang kurang sopan pada umumnya, menciptakan air dan berkata; "Awas kau ya". Aku langsung kabur hanya menjauh sambil tersenyum genit kepadanya.


  Semenjak saat itu hubungan antara lelaki sawo dan SiPutih makin erat, mereka sering ketemu dan menjadi sahabat yang tak terpisahkan. Mereka berdua sama-sama menyukai, melengkapi pribadi lepas pribadi. Bahkan ketiga teman SiPutih seakan menjadi adik perempuan dari lelaki sawo itu, meskipun lelaki sawo itu berasal keluarga yang sederhana, ia tak pernah sekalipun sidiremehkan. Mereka semua seperti keluarga yang sangat harmonis.


 Mereka juga tidak takut untuk kembali berenang ditempat itu, beberapa kali mereka datang kesana. Saat ini mereka telah menginjak usia dewasa, 22  tahun genap usia lelaki sawo itu. Sedangkan SiPutih sudah 19 tahun, lelaki sawo memang lebih tua tiga tahun dari SiPutih, terkadang layak seperti sosok kakak yang begitu mesra, kadang juga seperti teman saling melengkapi. 

Namun hubungan mereka tak hanya sampai disitu, mereka yakin satu sama lain. Lelaki sawo bahkan kini sudah menguasai seluruh bahasa yang dikuasai oleh SiPutih, banyak pelajaran ilmu pengetahuan yang mereka pelajari berasam, mereka orang cerdas.


  Sesekali mereka mencoba menemui ku agar terhubung antar masa dan waktu, apalah daya mereka dicoba terus menerus belum juga ketemu, mereka percaya kelak Tuhan akan mempertemukan kami.


  Setelah dewasa tubuh lelaki sawo itu tumbuh sangat besar dan perkasa, dia juga ikut bersama Ayah dan kakak laki-laki SiPutih. Selayaknya tentara mereka memiliki kemampuan diatas rata-rata, sebuah prinsip mereka ialah setia dan taat kepada Tuhan. Ayah dan kakak laki-laki SiPutih merestui hubungan lelaki sawo dengan SiPutih, sedangkan kakak lelaki SiPutih menjalin hubungan mesra dengan teman kecil SiPutih, salah satu dari empat sekawan. 

Salah satu dari empat sekawan SiPutih, dengan rambut hitam lebat, berkulit putih merona dan bermata cokelat. Gadis bermata cokelat itu keturunan asli Indonesia, berdarah Jawa dan wajahnya sangatlah ayu. Bahkan bagi SiPutih ia sosok kakak perempuan, namun gadis bermata cokelat itu selalu menganggap SiPutih adalah sahabat karibnya.


  Suatu ketika kakak lelaki SiPutih memiliki tugas penting dari negaranya, ia harus pulang kembali tanah kelahirannya. Ia sudah memiliki anak yang cantik bermata biru dan wajahnya blasteran mirip sekali ibunya yang orang Jawa, rasanya cukup berat meninggalkan Indonesia bagi kakak laki- laki SiPutih putih. Perasaannya cukup berat, ia berpamitan terhadap lelaki sawo itu, dipeluknya dengan erat.


  "Jaga dia, Tuhan menyertaimu" kata kakak laki-laki SiPutih kepada lelaki sawo.


   Lelaki sawo itu tersenyum sambil mengangguk, hati-hati dijalan. Akhirnya pergilah kakak laki-laki SiPutih kembali kespanyol. Setelah kembalinya kakak laki-laki ke spanyol suasana saat itu agak berbeda, terkadang mereka mengenang masa dimana mereka sudah akrab.


  Tidak pernah ada yang ingin memisahkan hubungan antara lelaki sawo dan SiPutih, hubungan mereka makin erat tak terpisahkan. Lelaki sawo itu pun mempersunting SiPutih, mereka bahagia dan dikaruniai anak laki-laki yang tampan. Wajah anaknya begitu barat namun sangat mirip seperti ayahnya yang seorang Jawa tulen, kulit nya putih seperti ibunya si putih. Matanya hitam pekat seperti mata ayahnya, senyumnya sangat manis semanis ayahnya.


  Tragedi yang pernah terjadi saat waktu kecil itu masih sangat diingat oleh mereka, bahkan mereka yang ada disana masih cukup merasa ada sesuatu. Mereka jelas tahu keberadaan ku saat itu, entah bagaimana aku bisa terhubung masa dan waktu saat itu. Pastinya itu kehendak Tuhan, bagiku aku hanyalah manusia biasa. Bukan pahlawan ataupun tokoh masyarakat, aku


 "Masih kah kau ingat tempat itu?" kata SiPutih terhadap sahabatnya sekawan itu.


"Ya itu sangat gelap, namun sudah beberapa tahun kita kembali menyelam disana, tak bisa kita temukan tempat itu." Kata sahabat SiPutih.


"Kita semua sudah punya anak, namun hingga kini belum kita dapatkan kabarnya." Lanjut SiPutih.


"Itu benar, semoga Tuhan menyertai nya. Aku merindukannya, aku ingin duduk kembali seperti waktu kita kecil" kata sahabat SiPutih mengusap air matanya.


"Kau tahu, ia kakak terbaikku. Andai kita bisa tahu dimana ia saat ini." Kata SiPutih yang juga menangis turut merindukannya,


"Aku punya firasat ia akan datang kelak ditempat itu." Kata SiPutih penuh keyakinan.


"Benarkah? Maaf hatiku agak hampa kehilangan kabar tentangnya, semoga yang kau rasakan itu benar putih." Jawab sahabat SiPutih tersenyum mendapat sedikit harapan.


"Kunantikan ia, sampai kapan pun. Tidak ada kebahagiaan bagiku tanpa mengetahui kabarnya, ia begitu bermakna bagiku. Maaf jikalau aku tak sopan, maafkan aku Tuhan." Kata SiPutih sambil seakan berdoa memohon kepada Tuhan.


  Sejak saat itu mereka suka datang ketempat itu sambil menaburkan bunga, membakar Bakaran yang wangi dan berdoa kepada Tuhan. Hingga bertahun-tahun lamanya selalu dilakukan, sampai-sampai seperti sebuah adat istiadat yang telah mereka lakukan. Namun belum juga ada kabar dari sosok yang dinantikan oleh SiPutih, SiPutih selalu memikirkannya. 

Hal itu cukup membuat kesehatan SiPutih agak kurang stabil, namun terkadang ia mendengar suara hatinya. Seakan suara sosok yang dinantikannya itu bicara dalam hatinya untuk mengurus dirinya dengan baik, saat suara dihatinya muncul ia membaik dan kembali lebih sehat. Hal itu seperti terulang-ulang, sakit dan sembuh. 

Namun saat sakit pun ia menyempatkan diri ketempat itu, menyambur bunga, membakar Bakaran dan berdoa. Sesekali ia bernyanyi dengan ciri khas sindennya, saat sakit pun tak pernah ditunjukkannya kepada orang-orang, ia menyembunyikan itu sendiri dan tetap melakukan kegiatannya sehari-hari. Hal yang membuat ia selalu semangat hidup ialah suaminya dan anaknya. Ia tak pernah mau mengecewakan sosok yang dinantikannya itu, ia selalu mengurus keluarganya dengan baik.


  Sudah 10 tahun usia anaknya, anaknya hanya satu. Laki-laki yang manis dan tangguh, selalu menjaga ibunya dengan baik. Saat menabur bunga, anak laki-lakinya pasti ikut turut menemani ibunya. Si Putih juga suka menceritakan tentang sosok yang dinantikan nya itu kepada anaknya, terkadang mereka datang cukup ramai namun terkadang ia sendirian, sendirian jikalau yang lain sedang sibuk.


  Suasana sore itu begitu hening, sepi dan teramat sunyi. Cukup berbeda, tak terdengar suara hewan sedikit pun. SiPutih tersenyum kecil menaburkan bunga diatas air yang tenang itu, waktu itu kira-kira pukul 03.15 sore. Melangkah lah ia menuju batu besar tempat biasa ia duduk, dibakarnya wewangian penuh harapan kepada Tuhan semesta alam. Berdoalah ia berharap mendapat sebuah kabar dari sosok yang sangat dinantikannya bertahun-tahun, sambil meneteskan air mata ditadahkannya wajahnya kearah langit. 

Peluhnya menetes keatas batu, muzizat Tuhan terjadi begitu dahsyat. Terdengar sebuah lantunan musik yang sedang kudengarkan, sebuah lagu dari "Mariah Carey -- My All". Suara itu jelas didengarnya, terkejutlah ia penuh kebanggaan merasakan kehadiran sosok yang sangat dinantikannya. Ia menangis penuh haru, namun ia tak melihat sosok yang dinantikankannya itu. Dicarinya keseluruhan arah, penuh harap dapat melihat sosok yang dinantikannya itu.


   Ditatapnya keatas langit dan berkatalah ia kepada Tuhan seakan berdoa; "Terimakasih Tuhan, aku merasakannya. Terjadilah Kehendakmu," SiPutih memohon kepada Tuhan.


   Seakan sebuah sinar dan cukup hangat menyinari tubuhnya, membuat ia kembali lebih bersemangat. Padahal saat itu ia sedang sakit dan menyembunyikan hal itu dari suaminya, namun suaminya tahu bahwa kesehatannya sedang menurun. Geramlah kumpulan dari kelompok yang terbuang mengetahui sebuah sinar ajaib itu turun kepada siputih penuh dengan kesyirikan, bertahun-tahun diupayakannya agar terhubung nyata kemasa sinar itu menyinari SiPutih.


 "Asuaaasssaaaa... Hasssuuaaaaa" terdengar seperti bisik-bisik mantera kelompok yang terbuang.


Dipengaruhilah pikiran SiPutih, seakan-akan siputih sedang berpikir. Diaji-ajinya terus SiPutih agar mengikuti arahan-arahan dari para mulut-mulut busuk kelompok yang terbuang, dicobanya menggerak-gerakkan tubuh SiPutih agar ada dibawah pengaruh sihir mereka. Dicobanya berdialog tanpa wujud dan juga seakan SiPutih menjawab, dibuatnya seakan-akan kata hati putih berkata-kata Dengan Mereka.


"Bukankah ini salah mu?" kata kelompok yang terbuang penuh mantera sihir tanpa wujud.


"E...e" dibuatnya seakan-akan siputih menjawab dan berpikir, padahal itu perbuatan kelompok yang terbuang juga.


  Melangkah lah SiPutih keair, kepalanya dibuat begitu pusing dengan segala sihir-sihir kelompok yang terbuang. Ia coba dirasuki dengan ratusan mahkluk-mahkluk sesat suruhan kelompok yang terbuang, menggerak-gerakkan kakinya agar masuk kedalam air yang dalam. Dibuatnya seakan bersalah. Air sudah sampai kepahanya, matanya cukup kosong, ia menangis cukup sedih. 

Namun diingatnya sosok yang dinantikannya itu, kakinya terhenti dan menatap keatas langit. "Biar kunantikan ia Tuhan." Kata SiPutih yang sedang dicobai oleh sihir-sihir kelompok yang terbuang. Tubuhnya melemas, ia pun terjatuh diair itu. Secara cepat diwaktu yang bersamaan datang lelaki sawo atau suaminya menolongnya bersama anaknya yang manis, ia sudah punya firasat buruk mengenai isteri nya.


  Dibawanya pulang si putih, badannya sangatlah panas. Nafasnya begitu tipis dan ia masih terpingsan. Sedangkan mahkluk-mahkluk sesat itu menggerogoti tubuh yang sangat lemah itu dari dalam, kelompok yang terbuang mencoba menghabisi nyawanya dengan jutaan sihir-sihir mereka. Tak berapa lama kemudian tersadarlah SiPutih, dilihatnya ia sudah dikamarnya bersama keluarganya dan ada juga sahabat-sahabatnya.


"Mama," seru anak yang manis itu kepada putih.


"Nak, mama baik-baik saja" kata SiPutih memeluk anak kandungnya itu.


"Sayang, maafkan aku. Aku mencintaimu" kata siputih kepada suaminya, suaminya memeganggnya dan meninggal dunialah si putih.


  Saat itu terjadi sebuah gempa disekitar itu, bahkan gempa itu terasa sampai spanyol dan dirasakan oleh kakak laki-laki SiPutih. Ia merasa ada yang tidak beres, gempa itu sangat ajaib. Seakan ghaib namun benar-benar nyata.


 Keheningan terjadi, semuanya berduka atas meninggal dunia nya sosok putih yang sangat dikenal dan begitu Harum perbuatannya disekitarnya. Segalanya berkabung atas meninggalnya seorang puteri cantik kebanggaan itu, namanya pun tersohor sampai ke gunung Kawi dan gunung Arjuna, siapa yang tak mengenalnya. Perbuatan-perbuatannya selalu diingat dan dikenang, ia meninggal dunia diusia nya yang masih muda, anaknya pun masih kecil baru saja berumur 10 tahun. \

Kesedihan itu tak bisa dipungkiri, sosok yang tak pernah mau membagi keluh kesahnya pada siapapun, kecuali sosok yang dinantikannya mengatakan kepadanya untuk jujur padanya, barulah ia menangis dan jujur akan semua yang dipendamnya.


   Ia dimakamkan tak jauh dari tempat tinggalnya, usianya yang baru menginjak 34 tahun, terlihat sangat muda dan sangat cantik. Apalagi siapa yang tak mengenal suaranya yang begitu merdu, melengking melantunkan lagu-lagu dengan nada sinden, alangkah beruntungnya orang yang pernah mendengarnya secara langsung. Dijamin jiwa dan raga begitu segar penuh ketenangan, tidak ada yang akan menyangka kematian SiPutih secepat itu.


  Dimalam-malam selanjutnya setelah kematian SiPutih, teman-teman baiknya meratapi, penuh kehilangan dan kepasrahan. Bulan yang begitu terang bersinar seakan menemani sekawanan orang yang sedang meratap, angin yang dingin menambah sedih nya luka yang dirasa. Mereka mencoba tabah selalu tegar, mereka berpikir mungkin itu jalan dari Tuhan. Sudah tiga hari usia kematian SiPutih, terlihat Lexi begitu murung melihat kearah luar rumah, entah apa yang dipikirkan Lexi saat itu.
  "Lexii, Lex.. Lexiii.." panggil lelaki sawo, memanggil Lexi. Namun Lexi sama sekali tak menghiraukan panggilan tuannya, ia hanya duduk terpaku seakan ada yang ditunggunya.


  "Tak apa papah," kata anak laki-laki manis itu kepada ayahnya membahasa Lexi yang terlihat murung.


  "Baiklah, mari kita istirahat anakku" jawab lelaki sawo itu ke anak yang manis itu, lalu mereka pergi tidur.


   Saat itu sudah pukul 10.00 malam, mereka sedang terlelap agak letih. Mungkin mereka lelah dalam pikiran mereka, namun Lexi terus berjaga duduk diam seakan patung. Malam itu agak beda, lebih dingin dari seperti biasanya, rembulan yang cerah tertutup awan yang begitu gelap. Lelaki sawo itu sudah terlelap dan tidak ada lagi yang melakukan aktifitas selain tidur, tiba-tiba terdengar kegaduhan yang mengejutkan orang-orang hingga terbangun. Suara anjing yang begitu keras menggong-gong terdengar seakan memberitakan kabar.


 "Huuusssh... Tidurlah, apa yang kau ributkan, ini sudah begitu larut malam jangan kau gonggongi. Sebaiknya kau diam!" seru lelaki sawo itu.
 Namun anjing yang ribut itu berlari mengejar sesuatu dan pergi.


   Pagi kini cukup beda rasanya, rasanya tak seperti biasa dahulu lagi. Biasanya mereka mendengar senandung lantunan SiPutih yang sudah sibuk didapur sejak pagi buta, namun kini berbeda tak lagi didengarnya. Itu cukup merindukan.


   "Lexii, Lexxxx..." seru lelaki sawo yang sibuk mencari keberadaan Lexi, namun Lexi tak kunjung juga ditemukan. Seluruh sudut rumah dan juga pekarangan.
  "Semalam kudengar banyak anjing yang menggong-gong dan melolong, kini Lexi tak terlihat. Adakah yang melihat Lexi?" tanya lelaki sawo itu kepada ayah SiPutih.
   "Ya aku juga mendengar kegaduhan semalam, namun aku tak tahu apa yang terjadi. Adakah yang dikejar oleh Lexi hingga ia tak terlihat?" jawab mertua lelaki sawo itu cukup kebingungan.


  "Baikalah pak, akan kucari dia" kata lelaki sawo itu lalu pergi mencari Lexi, dipanggil-pangilnya nama Lexi cukup cemas. Tak biasanya ia pergi tak pulang jikalau dipanggil, lelaki itu mencari terus sampai cukup jauh. Sampailah ia didekat sungai yang dahulu kala, tempat mereka biasa menabur bunga menantikan sosok yang dinantikannya itu. Keluarlah air mata lelaki sawo itu teringat kenangan-kenangan manis yang pernah terjadi disana. Terdiam sejenak dan menghela nafas, "tak mungkin" kata lelaki sawo itu dalam hatinya. Saat ia ingin berbalik arah dilihatnya Lexi terpaku duduk diatas batu, terkejutlah sangat ia. Dihampirinya lah si Lexi dan didekapnya erat.


  "Aku tahu kau juga merasa kehilangan, kenapa kau bisa sampai disini." Kata lelaki sawo itu cukup sedih penuh heran, baru pertama kali Lexi datang ketempat itu. Biasanya Lexi tidak pernah ikut, hal ini cukup membuat perasaan lelaki sawo itu agak aneh.
  "Mari kita pulang" kata lelaki sawo itu kepada Lexi.


Lexi taat kepada lelaki sawo itu dan mengikuti nya pulang kerumah, tak jauh melangkah perhatian Lexi terpaku terhadap sosok yang lewat. Diputar balik Lexi arah jalannya dan mengejar sosok yang ia lihat itu, sendangkan lelaki sawo itu mengejar Lexi penuh penasaran. Seketika terdiam ia tak berkutik, ia melihat sesuatu yang teramat dicintainya didunia ini. 

Air matanya keluar dan menangis, tak ada kata-kata yang diucapkan lelaki itu dan hanya merinding terhardik tak percaya apa yang ia temui. Sosok itu melihatnya dan tersenyum kecil begitu manis, ia ada diatas air yang tenang tak jauh jaraknya daripada lelaki sawo itu. Kemudian ia berbalik arah dan pergi menghilang.


  "Aku faham, terjadilah Kehendakmu Tuhan." Kata lelaki sawo itu seakan berdoa. Lalu ia menggendong Lexi dan kembali pulang, saat dirumah diceritakannya hal itu kepada keluarganya. Keluarganya menghela nafas dan mengerti, sesaat mereka tersenyum kecil.


  "Itu keputusannya, Kita jangan mengecewakan siPutih" kata keluarga itu penuh tekad.


Semenjak saat itu sosok yang dilihat lelaki sawo itu terkadang sering dilihat oleh warga yang ada disekitar itu, ia terlihat seakan menunggu sesuatu. Rambutnya panjang dan terkadang ia juga suka tersenyum tanpa kata-kata jikalau ada yang melihatnya, bahkan orang luar daerah itu juga pernah melihatnya saat melintas. Ia tak terlihat hanya diwaktu malam dan gelap saja, pagi hari, siang, maupun sore. 

Ia terlihat tak hanya menunggu sesuatu disana, terkadang ia juga suka menabur bunga dan duduk-duduk sambil bersenandung. Suaranya begitu bagus dan melengking, siapapun yang mendengar dan melihatnya pasti merinding. Ia tak suka menggangu orang lain, namun jikalau ada yang berniat melakukan hal negatif disekitar ia berada pastilah langsung celaka, tak cukup sedikit orang jahat yang ingin melakukan hal negatif kabur sangat ketakutan olehnya. Ia menjadi sosok yang terkenang diwilayah itu, seperti sebuah identik tempat itu menambah kemistikan tempat itu.


  Lelaki sawo, keluarga SiPutih dan juga kerabat masih suka datang kesungai itu menabur bunga dan berdoa disana, melanjutkan apa yang menjadi kebiasaan SiPutih sewaktu SiPutih hidup. Terkadang sosok itu suka muncul dan mereka seakan saling menyapa satu sama lain, mereka sama-sama menabur bunga. Namun sosok itu Ghaib yang nyata, ia terlihat bercahaya dan hawanya cukup dingin. Lexi pun suka datang ketempat itu, bahkan seakan bercanda bersama sosok itu.


  Anak laki-laki yang manis, anak dari SiPutih sudah berumur 25 tahun. Ia gagah seperti ayah kandungnya, namun saat itu Lexi sudah meninggal dunia. Lexi ditemukan sudah meninggal karena usia nya yang sudah tua diatas batu dekat mereka suka menabur bunga, semua nya pasrah dengan ikhlas. Bagi mereka Lexi ialah bagian keluarga mereka, Lexi merupakan seekor anjing ras milik SiPutih. Sejak baru lepas menyusui, Lexi diurus penuh manja oleh SiPutih. Begitu akrab dan hangat, Lexi itu betina. Matanya kelabu dan sangat manis.


  "Aku harus pergi, aku pamit." Anak yang manis itu berpamitan kepada sosok ghaib yang sering dijumpai Lexi, sampai lexipun tiada dihadapan sosok itu. Sosok itu tersenyum dan menghilang setelah anak yang manis itu berpamitan. Anak yang manis itu ingin pergi ketempat yang sangat jauh dari rumahnya, ia menyempatkan diri berpamitan. 

Saat itu aku seakan melihat hal itu nyata, sebelum sosok itu berbalik arah ia melihatku seakan mengenaliku. Anak yang manis itu merasakan kehadiranku, gemuruh terdengar dilangit saat itu. Diwaktu yang bersamaan terdengar lagu yang sedang kudengarkan 'Solitude -- Illumination Peacefull Gregorian Chant' lagu itu nyata didengar oleh mereka juga. 

Bahkan mereka merasa merinding, sebuah lagu liturgi katolik yang nadanya sangat tenang. Anak yang manis itu tak melihat ku, hanya sosok itu. Dia sangatlah cantik, saat ia mendengar lagu itu ia meneteskan air matanya dan jatuh keair, lalu pergi. Sosok yang cantik itu ialah arwah SiPutih, ibu kandung dari Anak yang manis itu. Setelah itu anak itu pun pergi meninggalkan tempat itu dan berharap kepada Tuhan.


   Anak siPutih pergi jauh sekali. Hingga bertahun-tahun lamanya sosok SiPutih suka muncul hanya ditempat itu, anak yang manis itu merindukan tempat itu agar bisa bertemu arwah ibunya yang suka menamakan diri. Namun jarak dan waktu tak memungkinkan untuk kesana, SiPutih hanya menampakkan dirinya ditempat itu. 

Ia menepati sumpah janjinya untuk selalu menantikan kehadiran sosok yang dinantikannya itu walau ia sudah meninggal dunia, saat muncul ia suka bersenandung dan menghiraukan orang yang lewat ataupun melihatnya. Sampai suaminya meninggal dunia pun, ia masih suka muncul dan tetap tampil muda ditempat itu. Ia tak menua.

 Jarang dan hampir tidak pernah ada yang bisa berkomunikasi dengan arwah SiPutih, namun orang-orang juga tahu bahwa SiPutih menantikan sosok yang dinantikannya. Suaminya, anaknya, ayahnya bahkan sampai dukun terkenal sekalipun. Tidak ada satupun yang dapat berkomunikasi dengan sosok siPutih yang layaknya hantu penunggu, ia sering terlihat tak mengganggu ataupun menakut-nakuti, namun auranya terasa dingin, begitu mistik dan menakutkan. Bahkan Lexi yang meninggal dunia dihadapannya pun hanya dilihatnya tanpa disentuh olehnya.


  Sudah begitu lama, sampai akhirnya dibangunlah sebuah bendungan air untuk pembangkit listirik disana. Dahulu kala sungai itu begitu luas, namun kini sudah dibangun cukup megah PLTU Karang Kates, Malang, Jawa timur disana. 

Bangunan itu dibangun didasari satu batu kecil oleh seorang ternama, saat ia kecil, namun tak tinggal didaerah itu. Meskipun begitu arwah siPutih masih tetap muncul dan menantikan sosok yang dinantikannya disekitaran bendungan itu, bahkan saat bendungan itu dibangun beberapa kali SiPutih muncul terhadap tukang kontruksi dan menghilang. Seakan pertanda bahwasanya ia masih disana dan masih menanti.


  Pernah beberapa kali orang ingin dan menaruh sajen untuk SiPutih, namun SiPutih marah dan gemuruh muncul dengan besar. Orang-orang itu celaka, ia tak pernah menerima apapun dari pada orang yang ingin memberikan apapun terhadap nya, dia hanya sibuk menanti penuh kepastian. 

Sebelum ia meninggal ia pernah berkata mendapat firasat sosok yang dinantikannya akan datang, ia benar yakin walau apa yang terjadi diserahkannya kepada Tuhan. SiPutih sangat disegani oleh makhluk-makhluk halus disekitarnya, walau SiPutih sendiri, ia cukup ditakuti oleh mahkluk-mahkluk asral lainnya.


  Klutuk, klutuk, klutuuk. Kaki ku sibuk melangkah berjalan dari arah Pasuruan, Jawa timur kearah selatan. Kini sudah melewati kota malang, bahkan sudah jauh dan harus berjalan kaki lebih dari satu jam kekota itu. Singkat cerita walau banyak hal yang terjadi disana dan disaat perjalanan, aku masih jalan kaki menembus jalan Balekambang.

 Melewati markas angkatan laut TNI aku masih berjalan menembus hutan, sudah gelap dan tengah malam. Aku yang cukup takut gelap memberanikan diri menembus gelapnya hutan tanpa cahaya sedikit pun, hingga pukul 02.00 pagi aku sampai dipintu masuk pantai Balekambang, malang, jawatimur. 

Namun aku belok kiri terus jalan sampai pantai Sendang biru, saat kulihat perjalanan ku terlalu jauh karna bukan wilayah malang lagi. Kembalilah aku kearah barat, berjalan dengan tujuan kembali kearah jakarta. Saat kulihat petunjuk jalan menunjukan kota yang akan tiba didepan bernama batu, dengan spontan aku berkata-kata dan banyak kata-kata kukatakan. Seperti;


  "Batu? Ha, Malin kundang kah? Apa aku akan jadi batu? Tempat apa ini? Kataku mengucap banyak perkataan tak terima situasi itu, saat itu aku cukup lapar, kepanasan, dan udaranya terasa mencekik. Bagaimana tidak treknya cukup menanjak, bahkan kukatakan dengan mulutku. "Jikalau tidak ada yang penting, aku takkan menginjakan kakiku lagi ditempat ini!" seru ku cukup emosional.


  Sesampai ku di Kota Batu, malang, Jawa timur. 

Aku tersenyum kecil cukup terpana, "Tempatnya lumayan bagus tak seperti tempat yang tadi kulewati" kataku dalam hati. Namun apa daya ku, "Tadi aku sudah berkata seperti itu". Mataku menikmati keindahan tempat itu dan berkata; "Romantis juga tempat ini jikalau berpasangan."  Kataku cukup terpesona akan keindahan yang dibuat di kota batu, malang, Jawa timur.


  Dari arah batu aku belok ke kiri, jalur itu mengarah ke blitar, Kota Pak Soekarno, presiden NKRI pertama. Saat itu tahun 2022, untuk pertama kalinya aku berwisata kearah Jawa. Bahkan langsung jalan kaki, namun aku tidak mengemis dan melakukan hal negatif. 

Hari sudah hampir lepas siang, namun masih cukup panas. Aku tak begitu perduli kadang dengan tempat-tempat yang kulewati, bagiku tempat itu cukup biasa sebagaimana aku melintas. 

Kulihat seperti saung yang teduh dipinggir jalan, seberang kantor PLTU karang Kates. Mampir lah aku ingin istirahat, saat kumampir suasananya cukup teduh dan agak mistik. 

Tiba-tiba sesuatu menghampiri ku, itu seakan terhubung nyata. Itu benar nyata, sosok itu memberikan salam kepadaku. Aku tidak mengenalnya, namun seakan mengenal sosok itu.


  Kulihat sosok yang sangat cantik bergaun putih, rambut hitam panjang, dan merdu suaranya. Itu sosok mahkluk Ghaib yang nyata, aku juga tahu bahwa ia arwah dan sedang menunggu sesuatu.


  "Salam pak," kata sosok ghaib itu tersenyum manis kepadaku. Secara spontan aku terkejut, aku melihatnya dan membalas senyuman itu tanpa kata-kata. 

Banyak suara yang terdengar saat itu, sepertinya mereka melihat sosok itu memberi salam kepadaku dan mereka cukup terkejut. Sedangkan aku biasa aja, aku tidak begitu mengenal sosok ini. Bahkan ku coba hiraukan dan sibuk memasak Indomie ku untuk makan. 

Aku membuka bungkus Indomie ku, memasukan bumbu dan air lalu kutunggu beberapa menit. Begitulah aku memasaknya, wajar aku tak bawa kompor. 

Sosok ghaib itu berusaha mendapat perhatian ku, kulihat ia diatas air, ia tak mau melepas tatapannya dariku. Untungnya aku gak baper, dia mencoba mencandaiku, masih kuhiraukan. Bahkan sepertinya banyak yang memperhatikan perilaku sosok ghaib itu penuh ketakjuban, aku cukup kebingungan saat itu ada apa dan apa takjubnya. 

Kulihat sejenak sosok itu, dan tak kupikirkan apa ketakjubannya karna aku tak mau bingung.
  Ia makin mendekat kepadaku dengan malu-malu, kukatakan kepadanya aku sudah punya isteri. Sudah hampir 30 menit kutunggu mie ku matang, maklum dimasak tanpa api atau pun panas, jadi hanya menunggu sambil ditatapi sosok hantu cantik saat itu. 

Waktunya makan tiba, kulihat sosok ghaib itu sendirian menatap ku penuh harapan. Aku tetap makan, kumakan dengan sendok dan ia tetap melihatku tak seperti pengemis. Itu hantu, untung dia tak bawa mangkuk atau gelas. Kalau dia minta repot nantinya, jatah makanku berkurang, sedihlah aku. 

"Kau mau?" tanyaku kepada sosok itu. "boleh" jawab sosok itu penuh malu-malu. Lalu muzizat Tuhan terjadi, puji Tuhan makanan ku tak berkurang walau ku berharap bertambah. Makanan ku termuzizatkan oleh kuasa Tuhan, makanan itu jadi ada juga tehadap sosok mahkluk Ghaib itu dan dilahap nya sampai habis sambil menangis.


  "kalau makan, rapihkan mulutnya nona agar terlihat lebih manis" kataku menggoda sosok mahkluk itu yang sedang malu-malu, sosok itu dengan tersipu malu mengangguk. Sosok itu sangatlah wangi, wangi enak, menyegarkan dan cukup menggairahkan juga.


 "Ini Indomie ku, bagaimana, nikmat bukan?" tanyaku memainkan alis dan tersenyum kepada sosok itu. Aku tidak mengenal siapa sosok ini, namun aku tahu dia begitu setia dan berTuhan. Ada sesuatu yang tidak beres juga kulihat padanya, namun kubiarkan sejenak. Kunikmati alam sekitar saat itu, kulihat diseberang sebuah bangunan.

 Kantor PLTU Karang Kates, terlihat seorang security yang gagah melihatku agak kejauhan dan menyapaku memberi salam. Salam juga dalam hatiku dan bibirku Tapan suara hanya seperti bisik sambil menganggukan kepala, kunikmati sebatang Dji sam soe ku bersama kopi ku yang tak panas dari botolku.


  Banyak kata-kata yang terdengar saat itu, mereka terhubung nyata namun tak terlihat olehku. Mereka sibuk memperhatikan ku dan sosok ghaib itu. Sosok itu masih menatapku, aku pun kembali tersenyum dan berkata; "Mendekatlah kepadaku." Lalu ia datang dan duduk cukup dekat denganku.


  "Maukah engkau menunggu untuk beberapa tahun lagi?" tanyaku ke sosok arwah gadis misterius itu.


  "Ya, Bapa aku akan menunggu. Selama apapun itu akan kunantikan." Jawab sosok itu penuh keyakinan dan cukup tegas.


  "Jangan memanggilku seperti itu, aku bukan orang suci." Kataku yang terkejut dengan panggilannya.


  "Dia akan datang untukmu, aku sedang lewat sini dan tak sengaja bertemu engkau. Persiapkan lah dirimu untuk nya." Kataku kepada sosok ghaib itu.


  "Siap, terima kasih pak. Bolehkah aku melayanimu sebagai pelayan?" tanya sosok itu mengucap terima kasih.


  "Tidak perlu, cukup mengucap syukur saja kepada Tuhan. Jangan kepadaku, kita sama-sama hamba Tuhan." Balas lu, aku tak mau ia tersesat menggambarkan dirinya kepadaku. Ia pun tersenyum penuh haru, terdengar sebuah lagu 'Pange Lingua Gloriosi -- Catholic Hymn, Gregorian Chant' Kami mendengar nya dengan jelas.


   "Biar kudoakan engkau, supaya Tuhan menaburkan engkau. Marilah duduk bersamaku" kataku mengajak nya duduk hening berserah kepada Tuhan, lalu ia terduduk dan menangis. Air mata nya jatuh penuh kebanggaan, kulihat ada banyak mahluk sesat yang merasuki nya sejak lama. 

Makhluk sesat itu melemahkannya, mencoba mempengaruhinya agar negatif. Namun imannya menyelamatkannya, ia positif. Makanya wanginya enak. Taklama kemudian akupun pergi meninggalkan tempat itu, pergi kearah Blitar. Itu sudah dua tahun lalu, aku tidak mengenal siapa dia. Ternyata sosok itu ialah SiPutih yang menantikan sosok yang dinantikannya.


  Kini aku sedang berjalan kembali menapaki jalan selangkah demi selangkah, setelah kulewati lembah dimana sihitam berjuang, teringat aku tentang siPutih. Tersenyum aku dengan bangga melihat dari kejauhan seakan terhubung dengannya. SiPutih benar-benar luar biasa, ia menaatiku dan masih menantikan ku. Padahal ditahun 2022 kamu seakan tak mengenal karena kami sama-sama lupa satu sama lain, namun aku kini sudah ingat siapa dia.

 Teman dan sahabatku ketika kecil, dimana kami terhubung masa dan waktu, banyak hal yang indah yang pernah kami jalani. Aku masih ingat kejadian saat dikolam renang, dimana ia berusaha memprioritaskan keselamatan ku agar aku bisa bernafas saat kudibawa oleh mahkluk seperti bayangan. 

Ia memberikan nafas didalam air dengan mulutnya agar aku bisa bernafas saat aku kehabisan nafas, saat itu aku berusaha menolongnya dengan semampuku. Hingga akhirnya ia kehabisan nafas dan mendapat pertolongan dari lelaki sawo, awalnya dia enggan, namun dia menurutku dan mendapat nafas dari lelaki sawo yang menjadi satu-satunya suami dan ayah kandung anak nya. Bahkan sebenarnya dahulu kala sebelum mereka bertemu, mereka sudah saling mengenal dan jadi sahabat, namun mereka sama-sama lupa.


   Sebelum ku tiba didepan PLTU itu diperjalanan kusibukkan diri menyusun bebatuan dengan rumus fisika, bediri tegak tak terjatuh kan angin ataupun getaran dari kendaraan yang melintas. Sebagaimana pertanda kebiasaan kami sejak kecil menyusun bebatuan layaknya monumen, tingginya rata-rata lebih dari 50cm. Cukup artristik dan bernilai seni. Sayangnya tak kuabadikan dengan kamera ponselku saat itu, cukup banyak lebih dari 10 monumen kecil kubuat berdiri disepanjang jalan. Bahkan jelas terlihat dari kejauhan oleh orang-orang yang melintas.


  Hingga sampailah aku didepan kantor PLTU Karang Kates, malang, Jawa timur. Duduklah aku mengucap syukur kepada Tuhan disana, setelah itu makanlah aku memakan Indomie rendam 30menit. Kutatap di sekitarku, terlihat arah tenggara sebuah cerobong PLTU yang begitu besar. Sore itu kira-kira pukul 03.00 sore saat aku makan muncul lah SiPutih melihatku penuh kebanggaan.


  "Kakak," kata SiPutih menyapaku, ia benar-benar terkejut kesenangan. Akupun tersenyum menyambutnya, ia pun mendapat muzizat dari Tuhan. Didapatkan nya juga Indomie yang kumakan. Kami duduk disana tanpa kata-kata, ia merangkul tanganku. Luar biasanya ia benar-benar mengenaliku setelah usia ku 31 tahun. 

Dia agak malu rasanya ketika kami sama-sama lupa saat dua tahun yang lalu bertemu, kami sama-sama lupa saat itu. Ia menangis dan meluapkan perasaan rindunya. 

Dicek ya seluruh bagian tubuhku seakan ia tak mau ada yang terluka, membuat aku agak terpaku terdiam. Senyumnya begitu indah dan mesra, tak banyak kata yang ia katakan.

 Disibukinya dirinya menikmati wajah lu yang dipandangnya, membuatku menaikan alis keriku dan tersenyum kecil kepadanya.


  "Kamu tampan, love you."  Kata SiPutih sambil tersipu malu.


  "Thank you putri kecil ku, maaf aku sempat lupa," kataku kepada siputih, tak kuasa ku tersenyum penuh kebahagiaan.


  "Aku senang kakak baik-baik saja, maaf tempo itu aku lupa." Kata SiPutih sambil menangis penuh bahagia melihatku, ekspresi wajahnya tak sekedar manis namun sangat imut kulihat. Kurangkul ia dan diletakkan kepalanya dibahu kananku, kamu menikmati kehangatan suasana yang indah sore itu. Alam yang indah menambah kesejukan dihati dan pikiran kami, jiwa kami sama-sama tertenangkan. 

Sambil kami menikmati lagu yang terdengar nyata dari headsetku, lagu 'Miley Cyrus -- The Climb' lagu itu seakan menggambarkan perjuangan penantian SiPutih selama ini. Cukup lama kamu bersama begitu mesra, kupamitkan diriku kepadanya. Karna aku harus pergi sebelum gelap, karena ada yang harus kulakukan, hal yang positif bagi segala hal. Lalu aku berkata kepadanya;


 "Akhirnya genaplah sumpah janjimu nona" kataku seakan bisik terhadap SiPutih, SiPutih melihatku tersipu malu. Ia menatap ku begitu indah ekpresi dan wajahnya.


 "Kini kau tahu yang harus kau perbuat, pergilah, Tuhan menyertaimu" kataku kepada siputih, lalu SiPutih yang sudah ingat semuanya pun pergi. 

Wajahnya cukup memerah penuh kebahagiaan, ia sangat senang melihat keadaan ku. Setelah itu aku pergi meninggalkannya, ada sesuatu yang sangat penting bagi orang  yang akan kuhampiri. Aku bukan dukun, namun sejak terlahir kan aku mengerti dan memahami tentang ghaib, bahkan aku dilahirkan sudah berambut panjang sepinggang dan sekarang hanya kenangan. 

Bagiku Tuhan mempunyai kehendak aku dilahhirkan secara berbeda dari yang lainnya, setidaknya yang kulakukan selalu kuusahakan selalu positif dan benar. Si putih juga sudah pergi dengan sangat ajaib dengan damai, tidak ada lagi yang dinantikannya. Aku pun berjalan menuju ketempat yang kutuju sebelum aku akan mengarah kekota Malang, Jawa timur. 

Salam Rahayu, Tamat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun