Mohon tunggu...
Samuel Luhut Pardamean S
Samuel Luhut Pardamean S Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

" Cintailah apa yang anda Cintai, karna Cinta itu Kebenaran" - Samuel LPS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Putihnya Lelaki Sawo

1 Oktober 2024   21:38 Diperbarui: 1 Oktober 2024   22:43 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Samuel Luhut Pardamean simbolon


  Pagi yang sangat cerah, burung-burung bernyanyi merdu seirama senandung empat sekawan yang sedang berjalan-jalan menyusuri jalan setapak melewati perbukitan. Kira-kira pukul 10.00 pagi entah kenapa mereka tak sekolah, padahal usia mereka sudah menginjak delapan tahun. Padahal dimasa ku kecil tahun 90an belum ada masa bolos sekolah, tidak seperti tahun 2000an yang sudah menjadi ciri khas terkadang. 

Mereka selain suka bernyanyi juga termasuk anak yang gemar berolah raga, kehidupan mereka sangat kaya. Namun mereka suka jalan kaki, seperti aku saat ini jalan kaki seakan jalan-jalan. Salah satu dari antara mereka berinisiatif berenang di sungai, sungai yang besar, indah dan bersih. Ditahun 2024 saat ini sungai itu sudah dibangun sebuah bendungan Karang Kates, adanya PLTU disana.


  Saat mereka sedang asyik berenang dan menyelam semua baik-baik saja, sudah hampir 30 menit mereka ada didalam air. Saat itu seakan kami terhubung waktu dan masa dengan masa kecil ku, dulu kami suka duduk tenang bersama, atau sekarang bisa disebut yoga. Diantara mereka ada yang naik ke batu yang besar, duduk manis sambil bersenandung ala sinden yang begitu profesional. Suaranya menarik para hewan disekitar tempat mereka bermain, mereka cukup antusias seakan terhanyut lantunan nada yang dinyanyikan gadis kecil itu.


  Tiba-tiba disaat suasana yang begitu ceria terjadi semua nya berubah sesaat, terdengar gemuruh yang cukup menggelagar dilangit. Awan gelap menutupi sang mentari pagi itu, seakan hampir gelap menjelang malam. Burung-burung terbang tak kaharuan menandakan ada yang tak beres terjadi, tak jauh dari tempat itu ada seorang anak lelaki keturunan Indonesia berkulit sawo yang agak gelap karna panas-panasan. 

Ia sedang mencari kayu bakar, lelaki itu tampan dan manis senyumnya. Ia memiliki senyum pipi menambah manisnya parasnya, rambutnya tebal dengan mata hitam yang tajam. Hidung nya tidak pesek dan cukup mancung, wajahnya tampan layaknya seperti bangsawan Jawa. Ia hidup sederhana, keluarga mereka hanya berjualan dan berkebun. Saat suasana berubah cukup mencekam, lelaki sawo itu merasa tidak enak perasaannya. Entah mengapa ia berjalan mendekati SiPutih, padahal ia tidak tahu ada orang yang sedang berenang disana. 

Suasana nya cukup sepi, namun agak beda.
  Terdengar suara seperti bisik-bisik yang berantakan, banyak nya suara orang tak jelas membaca mantera. Terasa sampai membuat mereka cukup merinding, itu suara daripada kelompok yang terbuang sedang mencoba mencelakai empat sekawan yang asik mandi-mandi disana. 

Walau mereka berenang, keempat gadis cantik itu masih menggunakan busana menutupi bagian tubuhnya. Tibalah lelaki sawo itu di pinggir sungai itu dekat batu besar, dilihatnya selendang yang indah diletakan diatas batu. Ia mengamati sekitar, lalu ia melirik kearah SiPutih dan terpana. Mereka saling tatap menatap agak kejauhan, rasanya agak beda yang mereka rasakan. Belum pernah mereka rasakan tatapan yang menggetarkan seperti itu, lelaki sawo itu tergetarkan dan senyum kecil sambil menundukkan kepalanya menyapa si putih. 

Mukanya yang basah cukup memerah sesaat saat melihat sapaan lelaki sawo yang begitu manis, si putih juga merasakan getaran lain sambil mengapung-apung diatas air. Sedang sibuk mereka merasa hal yang unik itu, seakan mereka saling mengenal. Tiba-tiba kaki SiPutih tertarik jauh kedalam air, tempat mereka berenang itu cukup dalam. 

Mungkin lebih dari 4 meter kedalamannya, ia mencoba benerang naik keatas permukaan. Namun sesuatu yang menariknya makin kuat menarik nya kedalam, tangannya mengisyaratkan meminta pertolongan. Dengan sigap lelaki sawo itu melempar kayu bakar yang dibawanya kepinggir sungai dekat batu, ia pun langsung berenang hendak menolong SiPutih. Teman lainnya juga sibuk menolong SiPutih, namun apa daya tarikan nya begitu kuat melepas genggaman pertolongan temannya itu.


  Tanpa menarik nafas cadangan lelaki sawo itu menyelam mencoba menolong SiPutih, dilihatnya agak lain. Suasana itu cukup mistik, itu bagian daripada guna-guna kelompok yang terbuang. Terlihat olehnya seakan sebuah tali mengikat kaki SiPutih, ditarik sosok mahkluk yang hitam seperti bayangan, perwujudan yang tak jelas dari kelompok yang terbuang. 

Lelaki sawo itu meraih SiPutih, mencoba menaikan SiPutih keatas permukaan. SiPutih sudah kehabisan nafas, dia sudah tak mampu menahan. Dengan usaha yang keras dicoba lelaki sawo menaikannya, namun makin kuat tarikan itu kedalam air. Ditendang mahluk seperti bayangan itu oleh mereka berkali-kali, namun mahkluk itu seakan bukan dalam air jadi tak harus menahan nafas, karena hanya terhubung nyata dan memiliki misi mencelakai SiPutih agar mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun