3.Utama
Pemimpin yang termasuk dalam kategori utama adalah mereka yang bukan hanya menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya dengan sangat baik, tetapi juga lebih dari itu. Seorang pemimpin utama rela berkorban demi kebahagiaan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, bahkan tanpa menghitung hak-hak atau imbalan yang seharusnya diterimanya.Â
Pemimpin seperti ini tidak mencari keuntungan pribadi atau materi, melainkan selalu mengutamakan kepentingan orang lain dan masyarakat yang dipimpinnya. Dalam tradisi Jawa, pemimpin utama dianggap sebagai pemimpin unggulan yang memiliki karakter dan nilai-nilai kepemimpinan yang sangat dihormati. Pemimpin jenis ini sangat dihargai karena ia menunjukkan integritas, pengorbanan dan dedikasi yang luar biasa.
Melalui ketiga kategori tersebut, tradisi filsafat Jawa mengajarkan bahwa kepemimpinan yang baik bukan hanya dilihat dari seberapa banyak hak yang didapatkan, tetapi dari seberapa besar pengorbanan yang dilakukan demi kepentingan orang banyak.Â
Pemimpin yang unggul adalah mereka yang mampu menempatkan tanggung jawab di atas kepentingan pribadi dan selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Korupsi telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sejak manusia mulai mengenal pengelolaan administrasi. Fenomena ini bukanlah hal baru dalam konteks hukum maupun ekonomi suatu negara, karena keberadaannya telah berlangsung ribuan tahun, baik di negara maju maupun berkembang (Yunara, 2005).Â
Jika dibandingkan dengan kejahatan seperti perampokan, pencurian, atau pembunuhan, sejarah korupsi mungkin lebih muda. Namun, berdasarkan berbagai definisi dan batasan, korupsi dapat dianggap sebagai bentuk turunan dari kejahatan lain, seperti pencurian, perampokan, serta penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan publik (Sudjana, 2008). Dengan demikian, usia korupsi sudah sangat lama.
Secara etimologis, kata "korupsi" berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus yang juga diturunkan dari corrumpere, sebuah istilah Latin klasik. Kata ini kemudian berkembang menjadi corruption dalam bahasa Inggris, korruptie dalam bahasa Belanda dan corruption dalam bahasa Perancis.Â
Secara harfiah, korupsi berarti kebusukan, ketidakjujuran, amoralitas, kesediaan menerima suap, keburukan, atau kerusakan moral. Di Malaysia, istilah yang sering digunakan adalah resuah, yang berasal dari kata Arab risywah dengan arti serupa (Puspito, Nanang T, Marcella Elwina S et al., 2011).
Dengan pengertian ini, korupsi mencerminkan tindakan yang busuk, jahat dan merusak, serta mengarah pada perilaku amoral yang terkait dengan penyalahgunaan kedudukan, jabatan, atau wewenang. Korupsi sering kali melibatkan nepotisme, kronisme, serta dampak buruk pada aspek ekonomi dan politik.Â
Korupsi merupakan sebuah penyakit sosial yang telah menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa, menuntut kita untuk kembali pada akar budaya. Falsafah Jawa, menawarkan solusi yang relevan untuk permasalahan ini melalui nilai-nilai berikut ini: