Pemimpin juga harus mampu mengarahkan kekuasaannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mengentaskan kemiskinan (Sudharta, 2006).
Prinsip ini mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus selalu memikirkan kesejahteraan rakyat, seperti halnya bumi yang memberikan kesejahteraan bagi umat manusia. Seorang pemimpin perlu bijak dalam mengelola sumber daya, serta mampu menghemat dana untuk kepentingan rakyat, sebagaimana Sang Hyang Kwera yang berperan dalam menata kesejahteraan di kahyangan. Prinsip ini menekankan pentingnya pengelolaan yang efisien dan adil dalam memimpin untuk kesejahteraan bersama.
2.Mahambeg Mring Warih (meniru sifat air)
Sifat air yang mengalir mengajarkan pemimpin untuk memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan orang lain. Seorang pemimpin yang mengadopsi sifat air harus dapat menyesuaikan diri dengan berbagai situasi dan memperhatikan kebutuhan serta kepentingan pengikutnya.Â
Selain itu, pemimpin harus mampu membuka pikiran dan melibatkan timnya dalam proses pengambilan keputusan, serta mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat bawahan secara bijaksana. Hal ini mendorong komunikasi yang terbuka dan kolaborasi yang efektif dalam mencapai tujuan bersama (Sudharta, 2006).
3.Mahambeg Mring Samirono (meniru sifat angin)
Seorang pemimpin yang mengadopsi sifat angin atau wayu brata harus responsif terhadap anggotanya, memahami kebutuhan mereka dan memberikan perhatian pada keadaan, terutama bagi yang menghadapi kesulitan. Pemimpin yang baik tidak hanya memberi contoh, tetapi juga turun langsung untuk memperhatikan dan memenuhi kebutuhan anggota tim.Â
Mereka harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan hati-hati, berbicara secara terukur dan selalu mendasari perkataan dan tindakan dengan argumentasi serta data yang valid. Kehati-hatian ini melibatkan proses pemikiran yang matang dan pengecekan sebelum mengambil keputusan penting (Sudharta, 2006).
4.Mahambeg Mring Condro (meniru sifat bulan)
Seorang pemimpin harus memperhatikan aspek sosio-emosional dalam setiap tindakan dan ucapannya. Implementasinya, pemimpin tersebut menghormati dan menjaga martabat pengikutnya sebagai sesama manusia yang dalam budaya Jawa dikenal dengan istilah nguwongke.Â
Selain itu, pemimpin juga perlu menjadi pembimbing yang memberikan arahan yang jelas, baik secara praktis maupun ideologis. Konsep ini sangat terkait dengan kemampuan pemimpin untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari (Sudharta, 2006).