Jin, pingin merokok..
Monggo..
Saya memahami seruan baik pasal 5 (a). Tapi jika ini menjadi undang-undang, orang-orang yang melakukan pelanggaran yang disebutkan akan dapat beralasan 'karena dengar lagu' lalu menyeret nama seniman. Setidaknya nama seniman bisa menjadi perbincangan yang tidak enak di tengah masyarakat. Pasal ini bisa membuat para seniman dikriminalisasi. Siapa yang ingin mengkriminalisasi seniman? Tentu saja kemungkinan besar rival-nya atau politikus.
Apa saya mengada-ada? Begitulah kebanyakan dunia politik dan persidangan, mengada-ada.
Imajinasi dalam menginterpretrasikan karya musik/lagu sangat luas cakupannya. Regulasi hukum tidak mampu mengorganisir masalah itu. Pokoknya jika ada yang sampai melakukan tindak kriminal, silahkan hukum pelakunya!
Pasal 5 (b) Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi anak;
Ini semua tidak jelas. Konten sex dalam lirik lagu tidak selamanya porno, bisa digunakan juga untuk gairah pasangan suami-istri. Atau juga memperbaiki hubungan pasutri yang retak. Jamrud bahkan dengan cerdas menggunakannya untuk menasihati dan mengedukasi pendengar (seperti menyatakan bahwa  sex di luar pernikahan itu tidak baik).
Memaknai musik sangat luas sekali cakupannya. Mengenai jika ada yang lalu berbuat mesum, saya rasa sudah ada UU yang lain yang lebih tepat untuk itu (atau tidak ada sanksi hukum untuk perbuatan mesum?). Dan berbeda dengan video porno yang 'karya' visualnya tidak baik untuk............. KPI.
Lain halnya jika UU melarang kata-kata kasar atau jorok pada lirik lagu.
 Pasal 5 (d) Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama;
Argumennya sama dengan yang sudah disampaikan di bagian-bagian depan artikel ini. Setiap lagu rohani yang memuat lirik doktrin agamanya menjadi baik pada agamanya sendiri sekaligus menista agama lain. Semua khotbah dan ceramah agama-agama pun demikian adanya.