Mohon tunggu...
Ridhwan NafiMaula
Ridhwan NafiMaula Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

P balap

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Review Skripsi

3 Juni 2024   12:42 Diperbarui: 3 Juni 2024   13:16 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dengan adanya hal tersebut membuat banyak sekali kegagagalan jika ada orang dari Desa Ngraji menikah dengan orang dari Desa Kalongan. Hal tersebut membuat masyarakat setempat mensakralkan dan mempercayai larangan tersebut.

Dengan adanya adat tersebut menciptakan adat yang berkesinambungan yaitu mengenai pra akad pernikahan. Pra akad pernikahan ini berupa izin untuk lewat pada saat akan diselemggarakanya pernikahan dengan warga desa sekitarnya atau desa tetangga baik dari Desa Ngraji maupun Desa Kalongan. 

Adat ini hanya berlaku bagi Desa Ngraji dan juga Desa Kalongan saja. Jadi, jika ada warga Desa Kalongan yang akan melaksanakan pernikahan denga Desa lainya yang mana pernikahan tersebut haru melewati jalan Desa Ngraji maka dari Desa Kalongan haru meminta izin terhadap salah satu tokoh adat yang ada di Desa Ngraji, begitu pula sebaliknya. 

Meminta izinnya pun ada syarat-syaratnya, seperti memberi barang berupa makanan, bunga tujuh rupa, ingkung, rokok, dan lain sebagainya. Dan juga calon mempelai akan di doakan oleh sesepuh desa agar pernikahaya baik-baik saja. Jika salah satunya ada yang melanggar adat tersebut maka pernikahanya diyakini akan tidak baik-baik saja.

Jika dilihat dari sisi agama dan juga ilmu pengetahaun, secara rasional sedikit demi sedikit telah menggeser beberapa kepercayaan orang zaman dahulu, walaupun masih ada beberapa yang masih dupercayai dan masih melekat oleh sebagaian masyarakat. 

Salah satu yang masih melekat sampai sekarang yaitu adat yang ada di Kabupaten Grobogan, yang merupakan larangan menikah antara Desa Ngrai dan juga Kalongan. Hal ini sudah menjadi suatu yang wajar pada masyarakat Indonesia yaitu dalam hal menghubungkan hukum islam dan juga hubungan adat. 

Dimana keduanya ini menjadi dua hal yang selalu berpisah dan tidak dapat disatukan. Menurut hukum islam pun Perkawinan hanyalah kontrak antara individu yang melangsungkan pernikahan saja, sedangkan dalam humum adat perkawinan merupakan ikatan yang menghubungkan dua keluarga yang tampak jelas dari upacara itu. Padahal yang saya ketahui bahwa hukum islam adalah penyempurnaan dari hukum adat, sebab jika dalam hukum adat terjadi perselisihan maka yang akan menjadi tolak ukuran kesempurnaan adalah hukum islam.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah mewawancarai beberapa tokoh agama yang ada di Desa Ngraji dan juga Desa Kalongan. Dimana masing-masing tokoh ini memiliki pendapat sendiri-sendiri. yang pertama, yaitu tokoh agama dari Desa Ngraji ( Bpk. Muhammad Zaenuri) beliau berpendapat bahwa asal adat tersebut tidak sampai membawa agama maka tidak apa-apa. Karena kebanyakan orang tidak berani untuk meninggalkan adat juga. 

Dan juga adat itu boleh untuk di taati tetapi tidak harus sepenuhnya. Maka jika kita ingin dapat keselamatan harus menyertakan Allah dalam hukum adat tersebut. Karena dalam adat ini juga ada yang namanya slametan dimana kita mencurahkan rasa syukur kita. Dalam mencurahkan rasa syukur ini juga jangan sampai berpaling dari Allah. jika sampai salah dalam mencurahkan rasa syukur kita, hal tersebut dapat menjadikan kita bersekutu dengan Allah. dan juga untuk menjadi tokoh agama di Desa Ngraji ini harus berhati-berhati karena tokoh agama disini juga tidak terlalu dipandang. 

Dimana masyarakat di Desa tersebut termasuk masyarakat yang abangan. Melihat masyarakat rukun, mau gotong royong pun itu sudah membuat tokoh agama sangat bersyukur. Di Desa ini juga masih banyak yang belum sepenuhnya mempercayai agama. Maka untuk menjadi salah satu tokoh agama di Desa ini tidaklah mudah, harus memiliki mental dan juga rasa sabar yang kuat.

Yang ke-dua, yaitu masih tokoh agama dari Desa Ngraji (Bapak Turmudhi) beliau berpendapat bahwa semua menjadi sah jika tidak melanggar syari'at. Dimana yang menjadi rujukan beliau adalah kitab hadits Mizzanul umur assyariat. Dimana dalam kitab ini yang menjadi tolak ukuran adalah soal syariat jika cocok dengan syariat maka lakukan jika tidak ya jangan dilakukan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun