Sayangnya, anggaran untuk perlindungan sosial di Indonesia masih kecil. Data World Social Protection Report 2020-22 menunjukkan, anggaran untuk perlindungan sosial hanya 1,3 persen dari produk domestik bruto (PDB).Â
Selain itu, Bank Dunia juga mencatat cakupan perlindungan sosial dan ketenagakerjaan di Indonesia per 2019 masih rendah: 45 persen dari populasi.
Ketika pekerja dari keluarga miskin dan rentan terkena imbas otomatisasi, maka yang bisa menolong mereka menjalani masa transisi – minimal kebutuhan dasar – adalah perlindungan sosial dari pemerintah.
Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi, pernah mengatakan, pembangunan yang inklusif akan terwujud bila setiap orang memiliki kemampuan dan akses yang layak dan adil untuk memiliki hidup yang lebih baik (sejahtera).Â
Menurut Bank Dunia, 53,2 persen penduduk Indonesia belum bebas dari kemiskinan. Artinya, kapabilitas sebagian masyarakat Indonesia masih terbatas.
Bank Dunia juga mencatat, kenaikan konsumsi 40 persen masyarakat miskin di tanah air selama 7 tahun (2003- 2010) kurang dari 2 persen.Â
Sebaliknya, konsumsi 10 persen orang terkaya di Indonesia dalam periode yang sama mencapai 6 persen. Bahkan, BPS mencatat upah rata- rata angkatan kerja Indonesia dari berbagai bidang tahun 2020 hanya sekitar 2,7 juta rupiah per bulan.
Rendahnya tingkat konsumsi masyarakat miskin, salah satunya, disebabkan oleh minimnya pendapatan. Salah satu program yang layak dicoba oleh pemerintah untuk mengatasi hal ini adalah universal basic income (UBI).Â
UBI atau biasa disebut pendapatan dasar adalah suatu pemberian bantuan tunai secara berkala kepada setiap individu tanpa syarat apapun.
UBI bisa dianggap sebagai bagian perlindungan sosial. Sumber, besaran dan istilahnya bisa beragam, misalnya bantuan langsung tunai (BLT). Meski ada perbedaan, konsep BLT mirip atau mengapdopsi prinsip UBI. Ide UBI memang lahir pada abad 16. Namun, implementasinya sangat relevan di era disrupsi.
Perluasan akses dan perbaikan kualitas pendidikan, kesehatan, teknologi dan kesempatan kerja idealnya diikuti dengan peningkatan pendapatan dasar kelompok miskin dan rentan. Keduanya sama- sama penting dan harus sejalan. Bila salah satu diabaikan, ketimpangan bukan semakin menurun, malah semakin melebar.