Mohon tunggu...
Rianto Harpendi
Rianto Harpendi Mohon Tunggu... Insinyur - Chemical Engineer

Dum spiro, spero

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mewujudkan Pembangunan Inklusif

26 Februari 2022   06:33 Diperbarui: 26 Februari 2022   09:41 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tukang rongsokan tengah istirahat di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta, Senin (22/4/2020). Di tengah pandemi Covid-19 dalam situasi yang sangat berat, pemerintah mengumumkan akan terjadi peningkatan jumlah angka kemiskinan hingga 3,78 juta orang (KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

Selain kualitas tenaga pendidik masih rendah, buruknya kualitas pendidikan disebabkan oleh mutu pendidikan antar daerah, misalnya Jakarta dan Papua, belum merata alias timpang.

Data dari UNICEF (2020) menunjukkan, jumlah anak di Indonesia, khususnya dari keluarga miskin, yang belum mendapatkan layanan pendidikan dasar dan menengah per tahun 2018 sekitar 4,2 juta anak. Selain itu, ISEAS-Yusof Ishak Institute melaporkan, pandemi Covid-19 mengakibatkan 69 juta pelajar Indonesia kehilangan akses pendidikan.

Akses teknologi yang belum merata menjadi penyebab banyak pelajar kehilangan akses pendidikan. Data World Telecommunication 2020 menunjukkan, pengguna internet di Indonesia masih 54 persen dari populasi. 

Ironisnya, pengguna internet sebagian besar masih terkonsentrasi di kota besar dan pulau Jawa. Belum semua daerah memiliki infrastruktur internet.

Keterbatasan akses internet membuat banyak anak Indonesia, khususnya dari keluarga miskin, kesulitan belajar daring selama pandemi. 

Ditambah lagi, kapabilitas keluarga miskin sangat terbatas. Banyak yang tidak mampu membeli smartphone. Akibatnya, proses belajar di daerah yang minim atau tidak memiliki akses internet tidak maksimal. Bahkan, tidak sedikit yang berhenti.

Selain pendidikan, kualitas kesehatan individu sangat menentukan kualitas hidupnya. Untuk mendapatkan kesehatan yang baik diperlukan akses layanan kesehatan yang bermutu sejak dini alias bayi. 

Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia 2021, angka prevalensi bayi stunting di Indonesia masih 24,4 persen.

Persoalan stunting masih menghantui Indonesia. Orang yang mengalami stunting biasanya tingkat kecerdasannya tidak maksimal atau di bawah normal, produktivitasnya rendah dan rentan terhadap penyakit. 

Dampaknya, Indonesia tidak akan mendapatkan manfaat dari bonus demografi. Sebaliknya, bonus demografi akan menjadi “bencana” bagi Indonesia.

Kekurangan gizi yang dialami ibu hamil dan bayi menjadi salah satu penyebab bayi stunting. Penghasilan keluarga miskin sangat minim. Tanpa penghasilan yang memadai, ibu hamil dan balita dari keluarga miskin sulit mendapatkan makanan yang sehat dan bergizi. Padahal, makanan yang bergizi sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun